The Team Lead Model Part 3

Bagaimana bisa kita membuat tim melompat, bergegas menuju visi? Dalam konsep Agile, “Leadership Lives Everywhere” berada pada setiap individu dalam tim, bersama mengembangkan beberapa keterampilan kepemipinan;

1)Komunikasi -> Listening
Keterampilan menyimak adalah kunci komunikasi yang efektif, lebih fokus berusaha memahami. Menyimak adalah keterampilan untuk secara akurat menerima & menerjemahkan pesan dalam proses komunikasi.

2)Trust ->Empathizing
HBR, 2021 menuliskan “Empathy Is The Foundation Of Trust” Empati. Kemampuan membayangkan apa yang orang lain pikirkan atau rasakan pada saat tertentu. Empati sangat diperlukan untuk membangun kepercayaan dengan sesama tim. Membangun kepercayaan bisa dimulai dengan 3 hal yakni 1) Aktif mendengar, 2) Menjauhi penghakiman call Abyan, 3) Menjaga tim tetap terinformasikan.

“Trust is also one of the most essential forms of capital a leader has. Building trust, however, often requires thinking about leadership from a new perspective”- Frances X. Frei 

3)Performance – Accountability
Untuk melahirkan performa, dibutuhkan akuntabilitas dimana organisasi menyandarkan segalanya atas data. Alat akuntabilitas bisa berupa data, detail, metrik, pengukuran, analisis, bagan, tes, penilaian, evaluasi kinerja – bersifat netral. Data ini kemudian diinterpretasi diikuti dengan cara penggunaan serta budaya yang melingkupinya. Akuntabilitas digunakan orang-orang untuk memahami & meningkatkan kinerja secara teratur dan cepat.

4)Teamwork – Delegation
“One of the most difficult transitions for leaders to make is the shift from doing to leading”-Jesse Sostrin. 2017. Mendelegasikan memang perlu komitmen kuat untuk mengawalnya. Mulailah dengan 1) Big Why, 2) Menginspirasi komitmen anggota tim, 3) Terlibat di level yang tepat & 4) Berlatihlah mengatakan “ya”, “tidak”, & “ya, jika.

Bersama sebagai tim, setiap anggota terlibat & mencipta kecerdasan & kepemimpinan kolektif untuk mencapai perubahan. Selamat menumbuhkan kepemimpinan kolektif!

“Leadership really isn’t about you. It’s about empowering other people as a result of your presence, and about making sure that the impact of your leadership continues into your absence”

Ekplorasi Pembuka Inovasi

“Pak kami harus ngapain?” Pertanyaan yang sering muncul dalam tiap permulaan proses. Dalam Design Thinking, kita mengenal istilah eksplorasi di tahap pertama. Tujuannya berempati memahami keadaan.

Dilakukan dengan mencari tahu & menemukan beragam bentuk temuan di lapangan. Keterampilan utama yang diperlukan adalah mendengar hingga bisa menangkap beragam sudut pandangnya dari proses experiencenya. Pengalaman akan membawa pada kepekaan untuk mendengar keberagaman sudut pandang user, sekaligus cara pandang orang lain, kemudian melakukan proses sintesa temuannya.

DT akan berhasil jika dilakukan bukan dengan memaksa, tapi dilakukan & dimiliki oleh seluruh aktor dalam organisasi. Semua aktor berperan sebagai Desainer sebagai sebuah cara berpikir, bukan peranan, dalam perjalanannya Ia tak akan berhenti belajar dari interaksi langsungnya bersama konsumen & lingkungannya.

Sesungguhnya sangat menarik menjadikan pendekatan ini untuk menguatkan kemampuan tim berinovasi. Tiap individu adalah perancang yang diberi tanggung jawab & hak untuk mensintesis semua simpul koneksi yang ditemuinya.

Neri Oxman menyebutkan bahwa “The role of Design is to convert utility into behavior” Ia mendetailkan penjelasan yang memilah antara peranan ilmu, keteknikan, desain dan seni seperti ini;

1)Science
The role of Science is to explain & predict the world around us; it ‘converts’ information into knowledge.

2)Engineering
The role of Engineering is to apply scientific knowledge to the development of solutions for empirical problems; it ‘converts’ knowledge into utility.

3)Design
The role of Design is to produce embodiments of solutions that maximize function and augment human experience; it ‘converts’ utility into behavior.

4)Art
The role of Art is to question human behavior and create awareness of the world around us; it ‘converts’ behavior into new perceptions of information.

Kembali ke ekplorasi, empati & mendengar. Inovasi hadir jika tau persis masalah, validitasnya tergantung kemampuan menangkap kenyataan & sintesanya. Maka sebelum berbicara solusi, maka eksplorasi akan membawa kita paham dengan baik kemudian menentukan titik mula gagasan jadi solusi jitu.

Cara Berpikir Sistem

Salah satu mata kuliah yang dulu paling mengesalkan adalah System Thinking yang kemudian berangsur menjadi paling menyenangkan. Cara berpikir ini membuat banyak hal tak terlihat menjadi variable penting dalam menentukan apakah pengambilan keputusan ini menjadi baik atau tidak.

Dalam berpikir sistem kita diperkenalkan pada garis-garis imaginer keterhubungan antar pihak, dimana dikehidupan nyata sering kali terjebak pada hal-hal visual dipermukaan.

Dalam pertemuan dengan Bappenas kemarin, saya menggambarkannya secara sederhana ketika sebuah event keseharian terjadi yakni kejadian bertemunya Ibu Ketua RT, Ibu Rumah Tangga, Mang Acep sang Tukang Sayur & Asisten Rumah Tangga bahkan Motor sang Tukang Sayur serta seekor kucing. Yang dilihat secara visual adalah terdapat 4 orang berkumpul mengelilingi muatan sayur milik Mang Acep.

Dalam sistem thinking, kita tak saja melihat adanya 4 orang tersebut saja, namun kita menarik garis imajiner diantara keterhubungannya. Bagaimana hubungan antarpersonalnya? negatif atau positif? memberikan hubungan timbal balik atau tidak dalam keterhubungannya? mana simpul yang paling kuat dalam kelompok tersebut? bagaimana mengintervensinya?

Jay Forrester dari MIT, bapaknya System Thinking mengemukakan bahwa “Secara intuitif, orang-orang mengetahui letak leverage point (simpul perubahan) & namun ternyata banyak organisasi bergerak pada arah yang salah karena tak melihat dari perspektif sistem, maka beragam kebijakannya mengakibatkan sistemnya bergerak pada arah yang salah!”

Dengan cara berpikir sistem, dari visual kejadian yang terlihat kita dibawa melihat tren & pola yang lebih dalam dari kejadian tersebut. Kemudian melihat sistem yang terbentuk, struktur & mental modelnya. Sehingga dari garis imaginer yang menggambarkan keterhubungan tsb, kita mensintesa sifat sistemnya, kualitas keterhubungan & arah tujuan sistem tersebut akan berakhir dikemudian hari.

Berpikir sistem mengacu pada perspektif atau cara berpikir yang berbeda, berfokus pada interaksi sistem daripada penjelasan linier, hingga melahirkan pemikiran yang non linier yang pada akhirnya mendapatkan beragam opsi pilihan yang objektif. Kapan kita belajar lagi System Thinking?

High – Level Social Business Maturity Model

17 September 2022, 8 tahun @thelocalenablers diinisiasi. Sebelumnya, komunitas ini bernama Jatinangor Creative Forum yang dalam pergerakannya ternyata makin membesar. 8 tahun lalu kemudian kami memantapkan diri untuk menggesernya menjadi Social Enteprise. Sesuai Maturity Model, tahapan perkembangannya ternyata sesuai dengan teorinya;

Tahap 1 Ad Hoc
Pergerakan bisnis sosial menuju tingkat kematangannya yang lebih baik memang biasanya bermula dari tim-tim sukarela dan sementara. Biasanya dibuat untuk kepentingan sebuah acara atau program. Pada tingkat ini biasanya berbentuk tim Ad Hoc, dimana tak ada manajemen khusus, tanpa anggaran, tanpa struktur dan sumberdaya serta banyak eksperimen dilakukan.

Tahap 2 Engaged
Pada tahap ini muncul kesadaran untuk mensistemasi, merangkul anggota, merancang piloting program hingga merekrut sukarelawan atau sumberdaya paruh waktu. Fase ini dijalankan dengan penuh kesadaran bahwa melalui proses ini untuk menumbuhkan peluang-peluang baru masa depan.

Tahap 3 Structured
Fase ini, kematangan mulai tumbuh, mencari bentuk-bentuk organisasi yang tepat. Tahap ini mulai mengalokasikan anggaran, kepengurusan manajemen yang profesional dan peran-peran formalnya diberlakukan.

Tahap 4 Managed
Semakin matang oraganisasi Bisnis Sosial, kala komunitas sudah bergeser pada usaha profesional dengan manjemen harian, program yang terstruktur & pengelolaan yang terencana dan terukur.

Tahap 5. Optimized
Tahap inilah tahap dimana sebuah komunitas bertransformasi menjadi usaha yang memiliki fokus pada strategi jangka panjang, memiliki inisiatif multi channel hingga memiliki unit-unit dalam memastikan visi sosialnya terwujud.

Proses panjang menggeser komunitas jadi ekosistem tangkas, menjaga kemandiriannya, setia dengan tujuan & relevan dengan jaman. Pilar bisnis sosial jadi penting dalam memastikan keberlanjutannya, memastikan organisasi memperbarui struktur & proses bukan berdasarkan apa yang dilakukan saat ini hingga mencegahnya bergerak ke masa depan, Memastikan komitmen sebagai organisasi pembelajar untuk bergerak karena peluang di masa depan.

Sewindu The Local Enablers.
Creating Value Accelerating Impact.
17 September 2014
17 September 2022

Enthusiast atau Inovator Penggerak Perubahan?

Dalam roda organisasi, visi adalah imajinasi yang tertanam kemana Ia menggerakkan ke masa depan. Lalu bagaimana implementasinya? Bagaimana juga secara konsisten melahirkan perubahan? Pastikan terkait 6 pilar penting Tim yang Agile.

1.Tujuan; Inovasi & efisiensi.
Tujuan organisasi yang adaptif adalah inovasi. Dalam proses bisnisnya dilakukan pula beragam tindakan efisiensi untuk memastikan keberlanjutan & kemampuan adaptasi. Melakukan hal-hal baru atau jadi lebih efisien dalam melakukan hal-hal yang sama dengan sumberdaya yang menipis.

2. Kunci: Communication & Knowledge
Era VUCA dengan ketidakpastiannya, menjadikan komunikasi jadi kunci.Interaksi dalam membangun realita yang baru. Pengetahuan dibangun melalui pengalaman pribadi & interaksinya.

3. Energi: Entrepreneurship & Proactivity
Di era ketidakpastian, memang lebih beresiko jika tak melakukan apa-apa, lebih baik melangkah walau salah arah. Proaktif, inisiatif & eskperimen akan menjaga pergerakan terus beradaptasi. Jadi bagian penting untuk menghasilkan beragam proses kebaruan & terobosan, memastikan setiap pelaku dalam ekosistem untuk belajar proaktif.

4.Magnet: Teamwork & Commitment
Apa yang membuat kita tetap betah & passionate? Tim yang bahagia diberikan kesempatan yang terbuka dengan eksplorasi. Memastikannya ikut dalam bereksplorasi, mengikutkannya pada setiap tahapnya diselaraskan hingga mencapai tujuan bisnis. Bersama-sama memastikan keterlibatan dan menjaga untuk tetap fokus pada prioritas utama.

5. Pendekatan: 
Distributed Leadership & Coordination
Pemimpin yang terbuka membuka jalan pada kepemimpinan kolektif. Kepemimpinan terdistribusikan untuk menciptakan kondisi yang tepat untuk munculnya desentralisasi, ruang-ruang inisiatif, tim yang self-coordinated & inisiatif yang spontan.

6. Kerangka Kerja: Complexity & Uncertainty
Era digital membuat cara kerja jadi seperti makin rumit & tak jelas. Maka memahami kerangka kerja dalam kondisi Complex & Uncertain. Kerangka yang jelas membuat ruang-ruang inisiatif lebih leluasa bergerak mencipta inovasi dapat meletup melompatkan perubahan.

Gimana, kamu siap jadi Enthusiast atau Inovator penggerak perubahan?

Era digital dan Perubahan Proses Bisnis

“Bagaimana jika kita buat aplikasi saja pak!” Ucapan ini sering kali kita dengar diera digital ini, semua solusi berujung pada aplikasi, maklum era digital katanya. Ada satu tanda yang sering ekosistem kita rasakan ketika menggunakan perangkat digital adalah jauh harapan, mengapa beragam aplikasi ini justru membuat penghuni ekosistem jadi jenuh, kelelahan dan chaos.

Perubahan utama dari era digital yang perlu dipahami adalah proses bisnisnya, era VUCA (Volatile, Uncertainty, Complexity dan Ambigu) yang semakin BANI Brittle alias mudah pecah, Anxiety adalah keadaan yang mengkhawatirkan, N adalah Non-linear atau tidak lurus, dan I adalah Incomprehensible atau sulit dipahami.

Era dengan berbagai keterhubungannya ini mengakibatkan proses bisnisnya jauh berbeda. Disinilah setiap individu yang hidup dijaman ini perlu mendapatkan pemahaman untuk secara perlahan memahami proses bisnis barunya (transformasi). Digital jelas merubah berbagai pola kehidupan. Dunia bisnis banyak yang roboh akibat kesulitan memahami kondisi baru ini.

Kemudian, mengapa aplikasi tidak tepat dikatakan sebagai solusi? Solusi baru sejatinya adalah proses bisnis baru yang ditemukan, melibatkan keterlibatan pelaku sistem dan pelakunya untuk melakukan jalur dan cara-cara baru berinteraksi. Proses bisnis ini dibangun, dibangun dengan pertimbangan yang User Centric, berbasis kebahagiaan masing-masing pelaku dengan keunggulan dan perbedaaanya. Proses bisnis baru ini kemudian didigitalisasi salah satunya dengan perangkat bernama aplikasi.

Beragam hal menjadi chaos dan melelahkan karena di era digital ini sering kali kita merasa paling inovatif, lupa berempati ada pelaku ekosistem dan bagaimana mereka berinteraksi. Perilaku jump in to solution jadi pemandangan umum hingga niatan membangun solusi berujung chaos membuat stress pelakunya karena solusi justru dibuat nir-empathy.

Era digital dan perubahan proses bisnisnya, sesungguhnya bukan dimaknai tentang perangkat, tapi ini adalah bagaimana memanusiakan di era digital, membantu proses transfromasi di masyarakat untuk sukses diera digital dengan cara-cara yang arif, kolaboratif dan kreatif karena paham proses bisnis barunya.

Pemimpin dan Imajinasi

Bahan bakar seorang pemimpin sering kali diidentikkan dengan beragam kemampuannya atau bahkan dengan kekuatan sumberdayanya. Namun sesungguhnya bahan bakar utama pemimpin yang mengerakkannya pada kemajuan adalah kekuatan imajinasinya.

Berkaca dari pengalaman di negeri ini, disaat semakin dominannya pemimpin-pemimpin tanpa imajinasi, tak paham arah dan tujuan. Apalagi jika ditanya apakah mereka memahami bagaimana dan untuk apa sesungguhnya cita-cita pergerakannya dilakukan malah dijawab dengan menutup ruang dialog. Maka sesungguhnya kehadiran pemimpin-pemimpin muda menjadi harapan baru, tantantangannya adalah bagaimana merawatnya tak kemudian di satu titik mereka berbelok karena kepentingan, lupa cita-cita.

Pemimpin dengan imajinasi akan menujukan visinya pada sebuah kemajuan yang Ia kalibrasi cara mencapainya pada setiap waktunya. Proses ini akan membawanya pada kematangan penguasaan cara-cara inovatif yang Ia bisa ditempuhnya.

Menuangkan mimpi adalah tantangan berikutnya, karena Ia perlu terampil menyajikannya dalam rencana & aksi pergerakannya. Ia juga perlu belajar bagaimana merancang dan mengeksekusi tahapan-tahapan yang terukur. Dilanjutkan dengan mempersenjatainya dengan cara-cara lateral, menumbuhkan kesabaran membangun timnya dengan asupan-asupan gizi organisasi yang sehat dan mejadi sponsor bagi setiap perubahan yang punya value kuat.

Imajinasi seorang pemimpin tumbuh bukan karena given atau turunan keluarganya, namun dalam kesehariannya Ia berkesadaran penuh untuk belajar menumbuhkan kekuatannya dengan 1) mendekatkannya pada beragam literasi yang Ia baca, 2) terhubung dengan beragam panutan yang Ia contoh & menginspirasinya, 3) menguatkan nilai-nilai luhur yang Ia yakini, 4) melatih keterampilan professionalnya, 5) mematangkan kerendahan hatinya serta, 6) ekosistem yang tepat yang Ia pilih dalam proses akselerasinya.

Dikelilingi anak muda yang punya imajinasi kuat saat ini adalah sebuah kebahagiaan, walau diluar sana masih menantang bagaimana menebar imajinasi kemajuan ini tersebar secara luas. Memimpikan masa depan kita akan banyak ditumbuhi contoh-contoh pemimpin yang energinya terpancar kuat karena mimpi besarnya.

Pembelajaran terbaik menjadi pemimpin adalah menjadi pemimpin sekaligus sponsor perubahan

Pertemuan sore kemarin belajar langsung dari mentor terbaik saya, yang selama kurang lebih satu dekade ini menjadi panutan dengan beragam contoh baik kepemimpinannya.

Pembelajaran terbaik menjadi pemimpin adalah menjadi pemimpin sekaligus sponsor perubahan, memberikan waktu agar timnya belajar dan berproses, memberikan kesempatan menggagas ide dan memvalidasinya, merangsang timnya untuk menjadi peka pada sekeliling dan mencipta ragam imajinasi agar senantiasa bergerak ke depan namun tak lupa asal akar dan asal muasal.

Support
Ekosistem tumbuh sehat, berani bereksplorasi dengan memberinya dukungan membantunya berprogres dan bergerak kedepan.

Inovasi dan Ekspansi
Ekosistem diprovokasi untuk selalu berhadapan dengan kebaruan, ditantang berinovasi dan mengekspansi dengan berani hal-hal baru. Tujuan sesungguhnya adalah membuahkan inovasi, membuahkan jawaban-jawaban atas setiap tantangan yang hadir dengan cara yang lebih baik.

Re-Resonate
Pemimpin senantiasa hadir juga untuk mengingatkan, melakukan kalibrasi dan iterasi ulang dan menyelaraskan beragam inisiatif yang tumbuh didalam timnya. Ia melakukan proses orkestrasi dengan cara memberinya wadah belajar, menyinergikan serta mengakselerasinya.

Follow
Pemimpin selalu hadir, connected, membagi hal-hal baik dan membangun setiap anggotanya untuk berkontribusi pada bagian-bagiannya, memastikan bahwa perjalanan selalu menjadi lebih dekat dengan imajinasi.

Connect
Keterhubungan dibangun dengan melatih tim untuk bertransformasi dari “individual sef-interest ke “team conciousness” kesadaran berkelompok dan dari kompetisi bergerak ke kolaborasi hingga mencipta ekosistem kokreasi dengan cara kolateral yang maksimal.

Membawa ekosistem pada common bonds dimana ruang karyanya berisi saling terhubung dan mencipta dampak yang lebih besar serta terjaga kesinambungannya.

“Coming together is a beginning, staying together is progress, and working together is success.” – Henry Ford.

Bagaimana, siap Going The Extra Miles?

Going extra miles. Bekerja di zona aman, tidak banyak dinamika, nyaman dan sentosa banyak jadi idaman karena tak banyak peluang terjadinya chaos. Namun dalam jangka panjang sering kali menjadi tantangan karena ternyata berada di zona nyaman lama kelamaan menjadikan kita menjauh dari eksplorasi, jauh dari momentum yang seharusnya terbangun dan melompatkan organisasi jadi lebih baik.

Going To The Extra Miles artinya melakukan sesuatu yang lebih, biasanya bentuk eksploratif demi tercapainya sebuah tujuan. Sering kali hal ini diluar jobdesc-nya tapi tentu ini akan membawa kita pada kondisi yang lebih baik, berhasil melakukan hal yang “lebih”, bukan karena cari muka ya! Agak sulit mengukur ini dengan KPI karena proses kualitatifnya tak tercatat dalam target. Hasilnya pun lebih sering berupa outcomes dari pada output yang seringkali organisasi tradisional lakukan.

Going the extra miles akan memacu kita untuk melakukan tanggung jawab & memompa kapasitas diri lebih besar lagi. Melakukannya secara konsisten akan menumbuhkan budaya baru, akan tercipta lingkungan kerja yang isinya bisa jadi saling dukung.

Dalam bidang psikologi & manajemen, ini disebut sebagai organizational citizenship behaviour (OCB), perilaku ini sangat menguntungkan dua pihak, baik individunya ataupun perusahaan. Individu yang go the extra mile cenderung mendapatkan outcomes yang lebih baik performanya dengan usaha lebih dalam bekerja sehingga Ia bisa melaju lebih depan daripada yang lain.

Bagaimana kita bersedia untuk melakukan hal-hal di arena baru yang konsekuensinya bisa mengeluarkan upaya lebih untuk bisa melaksanakannya yang “tidak biasa”

Tak banyak orang yang mau masuk ke wilayah ini, karena banyak tantangan & kemungkinan salah & risko yang tak bisa diantisipasi. Apalagi dengan bayangan akan banyak waktu, tenaga & biaya yang akan timbul.

Namun ketika kita berkata terkait hasil, maka tentu hasilnya akan sangat optimal dan berlipat dari sebelumnya. Akan banyak menemukan blind-area yang menantang, tapi memang banyak peluang yang bisa terbentuk. Gimana, siap Going The Extra Miles?

Mengapa Penting Memahami Design Thinking (DT) ?

Mengapa penting memahami Design Thinking (DT) ? Bagi kami framework ini membawa banyak kemajuan yang signifikan bagi cara pandang, budaya kerja & pola pikir yang membuat setiap individunya punya kapasitas kreativitas yang lebih tinggi, adaptif terhadap perubahan dan kemampuan berpikir kritsinya yang semakin baik.

Kemampuan empati yang diasah dalam kesehariannya mencipta ekosistem yang semakin matang dan membahagiakan. DT sesungguhnya bukan semata-mata framework, tapi ini adalah mindset penting yang mengawali inovasi.

Jika dikatakan mengapa penting kemudian banyak juga pihak yang masih ragu akan pentingnya memahami barang ini, coba kita lihat fakta dan data. Siapakah yang menggunakan pendekatan ini dan berhasil mencipta beragam inovasi bagi kemajuan masyarakatnya?

Singapura, contoh terkenal tentang bagaimana kepemimpinan yang kuat dan pemikiran inovatif telah mendorong pertumbuhan ekonominya. Dengan menekankan & mengadopsi pendekatan yang “citizen-centric”, pemerintahnya menerapkan pendekatan desain dalam upayanya untuk meningkatkan kehidupan masyarakatnya.

Negara yang berawal dari serba keterbatasan, sejak tahun 2008, pemerintah Singapura datang ke IDEO, perusahan konsultan inovasi yang terkenal dengan pendekatan IDEO Design Thinking untuk menjadikan negaranya dengan pemerintahan yang Human-centered.

Beragam pendekatan DT kemudian diterapkan diberbagai bidang seperti pelayanan kesehatan  yang “patient-centric” untuk menekan subsidi kesehatan dengan membuat sistem prediksi biaya kesehatan& asuransinya yang menguntungkan bagi warganya. Juga pada bidang lainnya seperti di bidang ketenagakerjaan, SDM agar orang Singapura mau memiliki anak lebih banyak, perumahan, sistem hukum, pendidikan, kebun binatang, bandara bahkan tentara yang memiliki 1000 insinyur yang memahmai Design Thinking dengan baik.

Bukan cuma pemerintah, perusahaan swasta di Singapura menggunakan Design Thinking untuk mengerjakan strategi bisnisnya & mengembangkan organisasinya dengan pesat. Jadi tak heran bahwa negara kecil ini kemudian punya Creative Confidence yang sangat besar, secara konsisten mengembangkan Creative Musclenya & membuat the Red Dot ini cepat sekali berinovasi.