Jangan tergesa, nanti jadi chaos!

Tergesa bisa jadi racun paling hebat dalam sebuah proses inovasi. Walau banyak pembenaran ketika hal-hal cemerlang biasa ditemukan ketika tenggat waktu tersisa sangat terbatas, biasa jadi validasi kaum Deadliners.

Dekade ini semakin banyak para organisasi unggul yang muncul dengan kecepatan inovasinya. Namun sering kali bagi mereka yang jarang berlatih, melihat fenomena ini hanya dipermukaan, bahwa mereka terlihat punya cara & produk canggih! Yang sering tak terlihat adalah bagaimana ketekunannya melahirkan inovasi & melakukan proses memahami masalah, proses trial & error yang frekuentif, proses komunikasi yang intens, bagaimana timnya intens memvalidasi & meramunya dalam tahapan proses dalam beberapa sprint hingga idenya tervalidasi.

Ketergesaan adalah tantangan paling nyata, apalagi jika tim mendamba proses inovasinya bisa bertahan lama & sustain hingga prosesnya melahirkan sebuah inovasi disruptif kelak. Yang kerap muncul terutama di pegiat startup adalah merasa idenya paling cemerlang, solusinya paling jitu & tepat. Ketergesaan ini sering identik dengan Fast Thinking.

Para Fast Thinkers sering melupakan tahapan bergagasan, lupa memvalidasi masalah, lupa apa sebenarnya yang ingin dituju hingga kebenaran berpusat pada dirinya. Padahal dalam sebuah inovasi, tahapan mencari insight akan sangat membantu pemahaman kontekstual. Insight yang membantu solusi menjadi beyond jutsu berasal dari bagaimana meramu gagasan-gagasan dari berbagai sudut pandang. 

Kebalikan Fast Thinkers adalah Slow Thinkers. Slow tidak identik dengan lama & lamban! Karena slow ini diidentikan dalam proses inovasi sebagai tahapan memahami & menggagas tujuan mencari insight & cakrawala seluas-luasnya & memvalidasi gagasan pada objek permasalahannya. Walau Slow, justru inovasi bisa berlangsung cepat dan beyond.

Kenapa? Framework-framework modern sudah banyak tersedia dengan kerangka waktu yang terukur, Scrum, Agile, Design Thinking misalnya. Namun memang, budaya Slow Thinkers ini perlu dilatih, karena ini adalah wujud nyata “melting pot”-nya inovasi dari mindset, skillset hingga toolset. Sebuah organisasi perlu berlatih mematangkannya dari waktu ke waktu. Jangan tergesa, nanti jadi chaos!

Banyak kegagalan justru jadi modal mahal menjadikan “creative muscle” makin bersar

Melesatkan kembali kapal oleng adalah pembelajaran mahal, namun prosesnya memunculkan banyak hal baru yang justru semakin dicintai karena prosesnya membuahkan banyak hal yang beyond! Banyak kegagalan justru jadi modal mahal menjadikan “creative muscle” makin bersar.

Perjalanan bersama tim menuju Jakarta hari ini mengemukakan dinamika dalam sebuah organisasi adalah hal penting. Justru jika organisasi terasa dingin dan senyap bisa jadi Ia dalam keadaan genting, karena tak ada lagi yang perlu digagas dan dituju. Hipotesa yang menarik!

Dalam perjalanan membuahkan kebaruan kegagalan-kegagalan sudah pasti perlu dilewati, menjadikannya lesson learn berharga. Lihat saja usaha sekelas Google, begitu banyak kegagalan sebelum sebuah produk meluncur sukses. Hanya saja aktivitas mencari kesalahan itu mereka namai sebagai eksperimen.

Eksperimen tak mencari keberhasilan, juga tak mencari keberhasilan, Ia menuntun pada sesuatu yang baru, persistensi pengulangannya membuat hal menjadi beyond & luar biasa!

Eksperimen yang semakin terpola, mengarahkan pada “creative confidence” yang membesar. Jadi teringat kisah Thomas Alva Edison yang diundang berbicara dalam pertemuan para ilmuwan & bangsawan Inggirs, ia mendapat sindiran;

“Hai Thomas ku dengar engkau gagal sampai 1448 kali dalam mengadakan uji coba menemukan bola lampu listrik ya?” Tanya seorang bangsawan

“Tuan maaf saya tak pernah gagal ,saya hanya menemukan cara yang tak bisa menbuat bola lampu menyala lewat listrik sebanyak 1448 kali & hingga kali ke 1449 kali saya temukan cara untuk menyalakan bola lampu dengan listrik”

Dalam konsep inovasi, Alex Osterwalder menjelaskan untuk mendapatkan satu inovasi, ada explorasi yang intens dilakukan dibaliknya dalam jumlah yanh banyak. Bukan gagal, tapi eksperimen yang mendatangkan pembelajaran hingga hadir kesempurnaan inovasi yang semakin baik dan semakin baik lagi. Proses ini tak akan berakhir, ujungnya adalah keberlanjutan yang terpelihara.

Selamat bereksplorasi!

Menjadi ekosistem yang mengeksplorasi pemahaman satu sama lain

Gagal paham lintas generasi, kerap terjadi karena era digital begitu cepat mengubah landscape kehidupan.  Setiap generasi memiliki kelebihan dan kekurangannya, apalagi di era ini dimana ledakan ketidaksepahaman sering terjadi dan menguras energi.

Dalam sesi diskusi hari ini bersama kawan-kawan calon-calon pemimpin sebuah BUMN, mengulas bagaimana organisasi kita sebaiknya menjadi wadah berpadunya perbedaan. Menjadi ekosistem yang mengeksplorasi pemahaman satu sama lainnya. 

Golongan senior tentu membawa nilai-nilai berbeda, idealnya juga ia membawa big picture yang lebih kayak karena dengan pengalamannya Ia memiliki pemahaman tidak semata-mata di permukaan, tapi Ia bisa melihat yang tak tersembunyi dibawah permukaan sehingga ia kerap mengernyitkan dahinya jika Ia menemukan hal-hal yang tak sesuai dengannya.

Disisi lain adalah terkait generasi kekinian yang paham konteks kekinian, paham cara deliver yang paling pas dengan penguasaan teknologinya membawanya menguasai kebaruan-kebaruan andal yang bisa dijadikan alat kemajuan. 

Transformasi yang sering dilewati untuk beradaptasi dengan perubahan justru terletak pada wadahnya, karena wadah organisasi muncul tak berwujud fisik, tapi nyawa yang hadir di dalamnya. Kedua generasi ini perlu mencairkan diri bersama dalam melting pot yang sehat. Mencipta ruang-ruang diskusi yang penuh dengan ritual kreativitas yang inklusif, mewadahi berbagai ide dan tidak hadir sebagai blockers. 

Keterbukaan, umpan balik, perbaikan berkelanjutan menjadi penting. Dalam setiap fasenya memastikan keterlibatan juga sering kali menjadi kendala, membangunnya menjadi nyata adalah proses tumbuh. Artinya tak tiba-tiba ada, ada siklus berulang yang semakin baik dan matang.

Keterlibatan setiap pihak menjadi penting, menumbuhkannya menjadi semangat kepemilikan bersama. Melting pot ini menjadi wadah meluruhnya kesenjangan generasi, melakukan proses transformasi yang baik, melahirkan wadah yang transformatif membuka pintu-pintu perubahan dan melompatkan pada keberhasilan dimasa datang. Melting pot ini menjadi tempat-tempat gagasan didiskusikan, diracik dan dieksekusi hingga menjadi dampak yang terjaga keberlanjutannya.

Mengapa Sekolah itu Penting?

Seorang kolega bertemu dan berdiskusi tentang mengapa sekolah itu penting. Seperti sudah umum dialami oleh setiap pengajar, terlebih dosen, melanjutkan sekolah ke jenjang tertinggi adalah sebuah kewajiban. Hanya saja setiap individu yang memulainya memang memiliki latar belakang yang berbeda.

Kerap kali ditemui memulai sekolah lagi adalah karena sudah usianya yang mendekati tenggat waktu, atau karena kewajiban yang tak bisa dielakkan, untuk bekal naik pangkat atau agar kemudian bisa mencapai jabatan tertinggi sebagai Guru Besar nantinya. Lalu apa sebenarnya alasan kita melanjutkan sekolah? Sama seperti yang ditanyakan kolega saya diatas?

Tentu Big Why bersekolah penting berupa sesuatu yang positif & membangun energi untuk belajar sepajang prosesnya & kemudian menjadi pembelajar sepanjang hayatnya. Sekolah pada dasarnya bukan saja tentang mendalami ilmu tertentu, tapi juga memberikan pemahaman berpikir yang lebih baik. Kualitas berpkir akan melahirkan kualitas hidup yang lebih baik.

Oleh karena itu, pastikan bahwa keputusan melanjutkannya adalah karena “the healthy urgency”, karena dalam prosesnya bukan tentang bagaimana mengakhirinya dengan cepat. Namun bagaima prosesnya bisa membangun kualitas berpikir yang baik, menjadikan kualitas hidup menjadi lebih baik karena kemampuan menerjemahkan keilmuannya dalam peranan hidupnya masing-masing & memiliki dampak bagi sekeliling.

Dilain pihak, memilih sekolah juga perlu jeli, karena bukan tentang gelar atau akreditasinya saja, tapi apakah lembaganya memiliki nilai-nilai pendidikan yang unggul, apakah menghubungkan dengan ekosistem untuk tumbuh kembang bersama, apakah terbuka dengan beragam perubahan, apakah dipastikan ketika lulus kelak jadi individu dengan memiliki kualitas berpkir lebih baik serta keleluasaan akses pada ekosistem yang sehat?

Apakah kemudian kita bertransformasi menjadi individu yang memaknai setiap proses belajar adalah untaian aktifitas yang mindful? Idealnya, gelar yang didapat tercermin dari sikap hidupnya sehari-hari.

Sekolah yang baik memberikan kita wadah bertransformasi dengan memperbesar peluang untuk memiliki kualitas hidup baik dari hasil pemikiran berkualitas. Bgmn dengan kamu?

Sistem pendidikan yang menjamin proses pendidikan yang baik, tentunya akan melahirkan masyarakat dengan karakter & kualitas berpikir baik

Berbincang dengan sesama kolega tentang pendidikan kita mau dibawa kemana. Mengapa kerap kali kita terjerumus menjalankan proses pendidikan yang bermuara pada output-output pengukuran yang justru variable ukurannya terlepas dari individunya. Lupa bahwa objek utamanya adalah manusianya, bukan produknya. 

Produk adalah hasil dari manusianya, hasil kemampuan mengorganisirnya hingga lahirlah produk-produk yang hasilnya baik. Hanya saja, kita sering lupa, & lompat logika, bahwa hasil yang baik berasal dari proses yang baik. Proses yang perlu waktu, perlu ekosistem yang mendukung & mengakselerasinya, hingga menghasilkan produk yang justru akan berdampak pada kemampuan memberikan dampak baik lainnya. Sustainability.

Finlandia, negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia setelah Cina & Hongkong. Finlandia tidak menempati posisi pertama dalam indeks PISA, tetapi jadi satu-satunya negara di mana siswa punya kemampuan membaca yang tinggi serta kepuasan hidup. 

Bukan cuma punya kehidupan sekolah & waktu luang yang seimbang, tapi pendidikannya memberikan kesempatan yang sama untuk mendapatkan akses pendidikan gratis, inklusif & komprehensif. Model-model pembelajarannya adalah surga! wadah dimana tiap pembelajar bisa mengeksplorasi kreativitasnya. Pembelajaran dipersonalisasi & memberdayakan kemampuan tiap siswa, memantiknya berperan aktif dalam apa & bagaimana mereka belajar membuka potensi dirinya & diberikan kesempatan melakukan kontekstual diluar kelas.

Ketika kita heboh dengan standarisasi, disana tak ada ujian standarisasi. Pembelajaran banyak dinilai dengan berbagai metode kualitatif, fokus pada pengembangan & pembelajaran soft skill, fokus pada karakter berkualitas, Didukung pula teknologi, melengkapi pembelajarannya yang mengutamakan pengalaman belajar yang unik melalui pengajaran hingga melahirkan lifelong learners.

Sistem pendidikan yang menjamin proses pendidikan yang baik, tentunya akan melahirkan masyarakat dengan karakter & kualitas berpikir baik, dampaknya pada kualitas hidup, tercermin juga hasilnya sebagai negara paling bahagia versi World Happiness Report. 


Ada proses yang serius, dikawal dalam mensejahterakan rakyatnya. Pendidikan berkualitas.

Bagaimana Bikin Tim yang Minimal Tapi Gesit?

Sebenernya bikin tim nggak terlalu sulit. Bikin yang lincah karena Ia kecil, lean tapi powerful. Tentang tim sebenarnya ada konsep MVT (Minimum Viable Team)  dimana kondisi tim minimum perlu terdiri dari apa aja?

Hustler, punya kemampuan networking yang luas dan bisa jualan!
Hipster Biasanya dia punya kelebihan dalam hal kreatif! 
Hacker, orang yang inovatif dan akrab dengan teknologi

Nah di Indonesia sebenarnya konsep tim ini sudah ada lama sekali. Kalo kamu kenal dengan tokoh-tokoh pewayangan Jawa, ada tokoh-tokoh terkenal dalam satu kelompok bernama Punakawan.
Punakawan adalah penjelmaan dewa yang terdiri atas Semar dan ketiga anaknya, yaitu Gareng, Petruk, dan Bagong. Kelompok ini dikenal sebagai penasihat spiritual, teman bercengkrama, dan penghibur di kala susah yang bertugas mengajak para ksatria asuhannya untuk selalu berbuat kebaikan.

Nah kalo dihubungkan dengan kekuatan tim, ini sangat cocok, apalagi dengan para pelaku startup yang ingin timnya lean dan cross functional! Nah yang menarik dari Punakawan ini berasal dari kata “pana” yang artinya paham &  kawan yang artinya “teman”. 

Peranan masing-masing bisa breakdown seperti
1. Semar, erat dengan leadership. Ia berperan sebagai pemimpin yang hadir dengan kesederhanaan, kejujuran, mengasihi sesama, rendah hati, tidak terlalu bersedih ketika mengalami kesulitan, dan tidak terlalu senang ketika mengalami kebahagiaan 

2. Nala Gareng,  Entrepreneur. Ia hadir seperti hustler, walau ia hadir dengan ketidaklengkapan bagian tubuh, mengalami cacat kaki, cacat tangan, dan mata.

3. Petruk , layaknya Hacker, ia selalu hadir dengan Inovasi. Ia selalu konsisten mencari kebaruan, berpikir panjang dan konsisten.

4. Bagong, Ia layaknya seperti Hipster yang kreativitas. Kreatifitasnya hadir karena kesederhanaannya, sabar, tapi tidak terlalu kagum pada kehidupan di dunia, selalu retrospektif dan belajar dari bayangan dirinya sendiri dan memperbaiki dirinya.

Jadi gimana tim kamu, sudah lengkap belum komposisinya?

Pengetahuan bisa diakses dimana saja, tapi guru adalah hal lain, penting memburunya!

Pengetahuan luas bisa didapatkan dimana saja, kala pengetahuan didapat hanya dari genggaman tangan.

Namun sering kali kita lupa, ada perbedaan signifikan antara menimba pengetahuan dengan berguru.

Pengetahuan adalah pemahaman/kesadaran pada hal-hal tertentu seperti fakta, informasi, keterampilan & deskripsi yang diperoleh melalui persepsi, belajar, atau pengalaman. Bisa. bersifat praktis/teoritis,bisa juga tersirat terkait dengan keterampilan / pengalaman praktis / bisa juga secara eksplisit terkait pemahaman teoretis.

Studi tentang pengetahuan disebut epistemologi. Hasil akhir serangkaian proses kognitif kompleks, pengetahuan membutuhkan persepsi, asosiasi, penalaran & komunikasi.

Plato mengungkapkan 3 kriteria agar dianggap sebagai pengetahuan. Itu harus dibenarkan, benar & diyakini agar bisa diterima sebagai pengetahuan juga kapasitas pengakuan pada diri manusia.

Lantas, apa bedanya dengan pendidikan? Pendidikan, proses belajar di mana keterampilan & keahlian kelompok tertentu diturunkan dari satu generasi ke generasi lainnya melalui pelatihan, pengajaran atau penelitian. Nah disinilah bedanya pengetahuan dan pendidikan atau berguru.

Berguru memberikan beragam jenis pengalaman, punya efek formatif pada cara seseorang bertindak, merasakan / berpikir dapat dianggap sebagai pendidikan, biasanya berlangsung di bawah bimbingan orang lain, dalam bentuk seorang guru atau instruktur.

Ironinya, saat ini makin banyak lembaga lupa pada konteksnya, bahwa lembaga pendidikan menyampaikan pengetahuan lengkap dengan konteksnya sebagai tempat berguru. Bahkan sering lupa bahwa ini disebut sebagai perguruan bukan lembaga pengetahuan.

Perguruan tinggi misalnya, sering lupa bahwa yang perlu disampaikannya adalah proses pendidikan, yang mendasari pengetahuan yang disampaikan.

Pentingkan kita masih bertemu? Mengapa masih perlu dibimbing langsung? Proses berguru didalamnya sangat erat dengan proses menularkan adab, perilaku, prinsip & kecendekiawanannya. Bukan hanya transfer ilmu yang bisa dilakukan dari mana saja, melainkan lengkap dengan konteks lain seperti karakter fundamental.

Pengetahuan bisa diakses dimana saja, tapi guru adalah hal lain, penting memburunya!

Ukuran Keberhasilan Usaha

Helicopter, helicopter…
Bukan lagu Fazlija, Lagu yang lagi viral di TikTok yaa

Kita ngobrolin istilah helicopter view, istilah yang merepresentasikan tentang cara melihat seluruh sistem dari berbagai aspek (tidak terpaku dalam 1 aspek) sehingga dapat menghasilkan keputusan terbaik untuk masalah pada sistem tersebut.

Tentang bisnis, memang ngga cuma produk, tapi banyak hal yang menjadi penting untuk jadi bahan pembelajaran bagaimana bisnis dapat dikuasai. Mengakuisis beragam keterampilan mesti jadi target.

Salah satu yang penting adalah kemampuan menganalisa dari multi sudut pandang menjadi penting. Apalagi menjalankan usaha yang perlu dipastikan keberlanjutannya.

Kemampuan menganalisa secara komprehensif memang perlu waktu, memahami ke-empat sudut model bisnis misalnya. Perlahan membenahi cara memahami hal-hal yang lebih kompleks dari sekedar produk, tapi juga tentang tren, pasar, kondisi makro hingga kontelasi industri.

Ada hal yang bisa mempercepat proses akuisisi pengetahuan dan keterampilan. Yakni berdiskusi dan belajar bersama tentang hal ini, nah sekarang tiba saatnya kita belajar bareng lagi sambil beramal!

Setelah Menuliskan Mimpi, Kemudian Apa?

Setelah Mimpi Apa?

Berdiskusi penuh substansi hari ini dengan simpul-simpul kreativitas Banjarmasin. Menggagas mimpi dan menurunkannya menjadi jelas agar mimpi diujung bisa tergambarkan jelas gambaran utuhnya, membangkitkan energi pergerakan yang lebih membara.

Persoalan kemudian adalah bagaimana menurunkannya, menjadikannya tangga yang memperbesar probabilitas keberhasilannya. Pertama yang selalu kami ingatkan bahwa segala sesuatu pergerakan harus berawal dari kesepakatan dan kesepahaman atas tujuan. Tujuannya apa?

Visi.
Tujuan secara jelas disusun bersama secara inklusif, menerangkan tujuan bisnis dan juga finansial. Jangan malu-malu menentukan tujuan finansial, karena ini adalah salah satu pilar penting keberlanjutan. Selanjutnya adalah turun gunung memvalidasi kebutuhan konsumen, buka telinga dan sungguh-sungguh menyimak kebutuhan mereka apa? Jika sudah tervalidasi, kuatkan dengan pernyataan misi. Ciptakan nilai dan pembedanya dari pemetaan konsumen tadi.

Design.
Berkumpulah dan mulai proses divergennya, kemudian konvergenkan. Susun bagaimana organisasi akan berbentuk. Bagi peranan, tanggung jawab, ukuran dan strukturnya. Kemudian cobalah sistem baru, sepakati prosesnya, alur informasi dan penggunaan teknologinya. Kemudian turunkan ukuran kinerjanya, Harapan, ukuran dak keberhasilannya terukur baik.

Manage.
Merawat mimpi adalah hal yang paling menantang. Bagaimana kita melakukan penyelaransan sumber daya, usaha dan peluang. Memberdayakan dengan mengedukasi agar terjadi akuisisi keterampilan dan pengetahuan baru. Jangan lupa merancang proses rewardnya!

Develop.
Menjadi penting menentukan nilai, budaya dan menginternalisasinya. Kapabilitas diperkuat, diakselerasi dengan bentuk-bentuk kolaborasi. Jangan sedikit-sedikit kita bilang persaingan, merawat dan petakanlah puzzlenya!

Lakukan siklus ini dan melompat bersama! Tuangkan mimpunya, rawat perjalannya dengan konsisten, di ujung sana ada kejutan bagi insan-insan yang selalu setia dengan prosesnya!

Setia pada Cita-cita

Setia pada cita-cita. Kalimat ini sering kali saya ungkapkan pada tim. Ungkapan yang kerap kali kita lupakan bahwa kesetiaan tidak selalu identik untuk dilekatkan seorang individu. Kesetiaan pada individu besar kemungkinannya untuk bergeser menjauh dari cita-cita, atau akan sangat mungkin memudar jika sesuatu hal terjadi.

Dalam organisasi, hal ini dikenal sebagai kesetiaan kepada tujuan, pada goals yang dicanangkan. Setiap konflik & dinamika yang timbul antar individunya idealnya diselesaikan untuk kembali pada cita-cita semula.

Banyak organisasi dalam perjalanannya menjauh dari visi & tujuan semula. Sering kali visi dibuat hanya sebatas penghias halaman depan website resmi atau dinding ruang tamunya. Hingga dalam perjalanannya individu-individu yang bernaung didalamnya perlahan lupa untuk dilibatkan dalam merawatnya, hingga akhirnya perlahan organisasi yang ditumpanginya menjadi sebatas tempat bekerja, mencari penghasilan.

Dalam merawat cita-cita, perlu dan sangat penting, membakar visi dan menginternalisasikannya pada setiap individu yang terlibat didalamnya. Lupa merawat sering kali diakibatkan oleh asumsi bahwa hal-hal esensial seperti tujuan organisasi tadi sudah “disampaikan” atau sekedar “Kami sudah webinarkan!” atau “Ada kok di website!”.

Hal ini menjadi penyebab utama mengapa individu-individunya menjadi lupa tujuan, hingga perlahan dinamikanya membawa perpecahan karena politik membawanya pada kesetiaan pada individu tertentu yang lebih kuat posisinya.

Merawat tujuan, adalah hal yang paling esensial dilakukan. Apalagi di era ini dimana beragam distraksi muncul, atau dengan alasan beradaptasi dan menjadi agile. Padahal beradaptasi / menjadi agile adalah terkait cara, bagaimana mencapai tujuannya.

Menjadi adaptif adalah dengan memahamkan bagaimana seluruh awak bisa mengadaptasi cara berpikir, cara kerja & cara implementasinya sesuai jamannya. Bukan mengganti tujuannya dan atau lebih suka dengan kepentingan-kepentingan jangka pendek saja.

Setia pada cita-cita adalah sebuah hal penting, maka untuk menjadi konsisten merawatnya adalah hal yang tak bisa dipungkiri lagi agar setiap pergerakan selalu selaras dengan cita-cita. #OKRs