Proses Transformasi yang Tepat bagi Organisasi yang Mendambakan Proses Inovatif yang Baik

Berdiskusi seru lintas generasi.
Kali ini membawa anak-anak muda penuh talenta bergagasan bersama dengan para leaders di Pasca Sarjana Unpad. Kawan-kawan muda ini sengaja saya bawa dan mengakanya berdiskusi dan bergagasan bagaiman cara saat ini yang tepat mengupayakan proses transformasi yang tepat bagi organisasi yang mendambakan proses inovatif yang baik dan membawa organisasinya melesat dan terjaga keberlanjutannya.

Kreativitas sering kali kita identikan dengan produk kreatif yang kerap muncul hilir mudik di depan mata kepala kita sendiri. Namun yang sering dilupakan justru dibalik sebuah produk kreatif, ada upaya inovatif yang kasat mata, yakni membangun perilaku, budaya dan organisasinya. Kami lebih senang bilang sebagai membangun model bisnis & mengimplementasikan proses bisnisnya yang melesatkan organisasinya lebih tinggi.

Merancang model bisnis, yang sering kali hanya dipahami sebagai 9 kotak sederhana, justru pada kenyataannya membutuhkan kreatifitas ekstra, apalagi membumikannya dalam kehidupan nyata dalam proses bisnisnya, perlu persistensi. Kreatifitas menjadi ujung tombak penting dalam melakukan proses perubahan, apalagi terkait budaya, perilaku yang semua bermula dari pola pikir maju yang perlu disemai perlahan-lahan. Meskipun kita paham, dalam kenyatyaannya menyemai cara pandang baru perlu waktu dengan persistensi kita melakukannya dalam kehidupan sehari-hari.

Persistensi juga perlu strategi menerapkannya, terukur pula seberapa jauh langkah sudah terwujud menuju visi, seberapa besar kapabilitas dan kapasitas kita tumbuh, dan seberapa cepat kita melangkah serta seberapa baikkah kita beradaptasi.

Terimakasih kawan-kawan SPS Unpad, dengan sesi berbaginya bagaimana membumikan proses perubahan yang inovatif, hingga tangga perubahan menjadi makin tampak membuncahkan optimisme untuk menghadirkan mimpi terbaik🎉🎉

Menerapkan Tim Lean Jelas Perlu Keterlibatan Total dari Puncak Organisasi hingga ke Bawah

Tidak dipungkiri lagi perbaikan bukan cuma pada produknya, tapi juga pada organisasinya. Bagaiamana organanisasi bisa tetap berjalan dengan tetap lean, tetap juga bisa menemukan komposisi yang pas agar teknis & strategic berjalan dengan lancar berimbang.

Sebagai Social Enterprise beberapa tahun terakhir adalah pembelajaran terbaik, bagaimana menyeimbangkan visi sosial dengan kegiatan profesionalnya. Begitu juga dengan menyeimbangkan timnya, menyeimbangkan visi dengan sosial dengan profitnya. Kemarin kami mencoba regrouping kembali, melakukan temu singkat mingguan, memetakan lagi pain points dalam tim dan memperbaiki strateginya.

Perbaikan yang cepat inilah yang dimiliki oleh kamu-kamu yang punya tim yang lean atau ramping. Struktur bisnis tradisional sering kali menghasilkan struktur kekuatan vertikal yang menerima masukan minimal dari anggota tim dari lini bawah, sehingga sulit untuk meningkatkan proses yang inovatif.

Tim yang lean melibatkan setiap tim & dipastikan diberdayakan dalam membuat keputusan dan memfasilitasi perubahan. Peran dan tanggung jawab masing-masing tim juga menjadi terindentikasi diidentifikasi dengan jelas, serta metode untuk meningkatkan mutu juga terlaksana. Tim diberdayakan membuat perubahan yang wajar tanpa harus bergerak melalui seluruh struktur komandonya, semua diberikan ruang inisiatif, bergerak dengan kreatifitasnya.

Menjadi penting memfasilitasi komunikasi & perbaikan antar tim. Tiap anggota bertanggung jawab menemukan & memecahkan masalah di areanya. Setelah solusi potensial diidentifikasi, anggota tim berkumpul dengan pemimpin tim & mengembangkan solusi.

Kuncinya, setiap kelompok diberdayakan menerapkan peningkatan dalam lingkup tanggung jawabnya. Secara keseluruhan, struktur ini memastikan bahwa setiap tim mampu menerapkan perubahan, memastikan bahwa program memperoleh momentum yang dibutuhkannya.

Menerapkan tim lean jelas perlu keterlibatan total dari puncak organisasi hingga ke bawah. Setiap anggota berdedikasi untuk perubahan positif. Perlu perubahan mendasar budaya kerja, setiap individu belajar jadi fasilitator perubahan, anggota tim perlu belajar terus meningkatkan prosesnya. Gimana rencana tim kamu?

Tim akan selalu jadi syarat utama sebuah bisnis melompat!

Dari sekian banyak pengalaman kerjasama dengan beragam tim selama ini, memang selalu ada tim yang hebat dibalik setiap kesuksesan bisnis baru yang Ia jalankan. Jika kita akrab dengan startup atau organisasi modern, biasanya tim pendirinya akan menjadi perekat bagi seluruh bagian yang terlibat didalamnya.

Begitu pula jika kamu bekerja dalam sebuah korporasi, tentunya masih memerlukan tim yang solid untuk mencipta beragam produk-produk baru atau inovasinya. Ini juga berlaku jika kamu seorang Gig Enthusiast! Dimana kamu bergerak kesana kemari sebagai individu yang kemudian melekatkan diri kamu pada ekosistem dimana kamu terlibat didalamnya dalam mengerjakan sesuatu produk/projectnya. Tim akan selalu jadi syarat utama sebuah bisnis melompat!

Ada satu hal penting dalam tim yang hebat, yakni Cross Functional! jika kamu punya tim yang lintas fungsional/keterampilan/kompetensinya maka kamu memiliki probabilitas yang baik untuk menghasilkan produk yang terencana, tercipta dari hasil pembelajaran pada pelanggannya.

Tim lintas fungsi ini bisanya terdiri dari tiga keterampilan dasar, yakni desain, produk dan rekayasa teknik. Jika tim kamu tak punya salah satu dari hal tsb, maka yang diperlukan adalah akses pada sumber keterampilan, kolaborasi atau menggunakan alat bantu dengan basis teknologi.

Tim yang beragam adalah kekayaan, akan mendatangkan perspektif yang kaya dalam bergagasan yang jadi dasar utama inovasi. Trus bagaimana bikin tim yang oke? Jangan lupa sebagaimanapun hebatnya tim kamu, hal yang perlu dikuatkan adalah 1) Bertindak atas dasar data, 2) Lakukan eskperiman, perkaya pengalaman, 3) User Centric, validasi keinginan pengguna, 4) Entrerpreneurial mindset & Skills, bersolusilah dengan cepat, 5) Iterasi, iterasi iterasi!, 6) Validasi asumsi.

Melatih tim dalam kerangka kerja akan jadi wadah baik karena makin lama tim kamu makin hebat!

Kemampuan Berpikir Kritis

Tiap orang melakukan proses berpikir, kemampuan manusia yang melekat pada setiap individu. Namun banyak dari pemikiran kita dibiarkan bias, terdistorsi, parsial, kurang kaya informasi atau bisa jadi terjebak prasangka buruk. Kemampuan berpikir akan berpengaruh pada kualitas hidup & pada apa yang dihasilkan, dibuat atau dibangun. Kualitas pemikiran yang buruk akan berakibat pada konsekwensi mahal baik dari segi waktu, uang atau bahkan kualitas hidup.

Berpikir kritis adalah cara berpikir tentang subjek, konten atau masalah dimana pemikir meningkatkan kualitas berpikirnya dengan secara terampil dengan melakukan proses terstruktur yang melekat dalam pemikiran & menerapkan standar intelektual pada dirinya. Berpikir kritis, secara singkatnya adalah “self-directed”, “self-disciplined”, “self-monitored” dan “self-corrective thinking”.

Untuk mendapatkan hal ini seseorang jelas perlu melatih keunggulannya dirinya untuk menjadi standar yang lebih baik terutama memberikan waktu untuk berlatuh mindful thinking dalam keterampilannya memecahkan permasalahan serta komitmennya untuk mengatasi egosentrisme dan sosiosentrisme yang melekat pada diri kita (R Paul, 2008)

Edward Glaser mengungkap tiga hal ini (1) Sikap yang mempertimbangkan cara bijaksana sesuai dengan konteks masalah & subjeknya (2) Pengetahuan tentang bagaimana Ia menyelediki & melakukan penalaran logis & (3) Beberapa keterampilan yang diperlukan dalam menerapkannya.

Bagaimana melatihnya?
1.Kumpulkan & nilai informasi relevan, gunakan ide-ide yang luas untuk ditafsirkan secara efektif hingga kesimpulan & solusi yang beralasan & logikanya terjaga. Uji juga pada kriteria & standar yang relevan;
2. Melatih berpikir secara terbuka, termasuk menggunakan pemikiran-pemikiran alternatif bagaimana Ia bisa mengenali, menilai apakah sesuai kebutuhan, uji asumsi, memikirkan implikasi serta bagaimana konsekuensi praktisnya.
3. Bumikan, memperkenalkan bagaimana Ia bisa mengkomunikasikannya secara efektif dengan orang lain dalam mencari solusi untuk masalah yang kompleks.

Siapkan ruang-ruang belajar, ciptakan ekosistem yang menumbuhkan kemampuan kritis & kreatif, jadi peka, kontekstual & solutif & berdampak kemudian!

Pengetahuan luas bisa didapatkan dimana saja, kala pengetahuan didapat hanya dari genggaman tangan.

Namun sering kali kita lupa, ada perbedaan signifikan antara menimba pengetahuan dengan berguru.

Pengetahuan adalah pemahaman/kesadaran pada hal-hal tertentu seperti fakta, informasi, keterampilan & deskripsi yang diperoleh melalui persepsi, belajar, atau pengalaman. Bisa. bersifat praktis/teoritis,bisa juga tersirat terkait dengan keterampilan / pengalaman praktis / bisa juga secara eksplisit terkait pemahaman teoretis.

Studi tentang pengetahuan disebut epistemologi. Hasil akhir serangkaian proses kognitif kompleks, pengetahuan membutuhkan persepsi, asosiasi, penalaran & komunikasi.

Plato mengungkapkan 3 kriteria agar dianggap sebagai pengetahuan. Itu harus dibenarkan, benar & diyakini agar bisa diterima sebagai pengetahuan juga kapasitas pengakuan pada diri manusia.

Lantas, apa bedanya dengan pendidikan? Pendidikan, proses belajar di mana keterampilan & keahlian kelompok tertentu diturunkan dari satu generasi ke generasi lainnya melalui pelatihan, pengajaran atau penelitian. Nah disinilah bedanya pengetahuan dan pendidikan atau berguru.

Berguru memberikan beragam jenis pengalaman, punya efek formatif pada cara seseorang bertindak, merasakan / berpikir dapat dianggap sebagai pendidikan, biasanya berlangsung di bawah bimbingan orang lain, dalam bentuk seorang guru atau instruktur.

Ironinya, saat ini makin banyak lembaga lupa pada konteksnya, bahwa lembaga pendidikan menyampaikan pengetahuan lengkap dengan konteksnya sebagai tempat berguru. Bahkan sering lupa bahwa ini disebut sebagai perguruan bukan lembaga pengetahuan.

Perguruan tinggi misalnya, sering lupa bahwa yang perlu disampaikannya adalah proses pendidikan, yang mendasari pengetahuan yang disampaikan.

Pentingkan kita masih bertemu? Mengapa masih perlu dibimbing langsung? Proses berguru didalamnya sangat erat dengan proses menularkan adab, perilaku, prinsip & kecendekiawanannya. Bukan hanya transfer ilmu yang bisa dilakukan dari mana saja, melainkan lengkap dengan konteks lain seperti karakter fundamental.

Pengetahuan bisa diakses dimana saja, tapi guru adalah hal lain, penting memburunya!

Kemampuan Berpikir Kritis

Tiap orang melakukan proses berpikir, kemampuan manusia yang melekat pada setiap individu. Namun banyak dari pemikiran kita dibiarkan bias, terdistorsi, parsial, kurang kaya informasi atau bisa jadi terjebak prasangka buruk. Kemampuan berpikir akan berpengaruh pada kualitas hidup & pada apa yang dihasilkan, dibuat atau dibangun. Kualitas pemikiran yang buruk akan berakibat pada konsekwensi mahal baik dari segi waktu, uang atau bahkan kualitas hidup.

Berpikir kritis adalah cara berpikir tentang subjek, konten atau masalah dimana pemikir meningkatkan kualitas berpikirnya dengan secara terampil dengan melakukan proses terstruktur yang melekat dalam pemikiran & menerapkan standar intelektual pada dirinya. Berpikir kritis, secara singkatnya adalah “self-directed”, “self-disciplined”, “self-monitored” dan “self-corrective thinking”.

Untuk mendapatkan hal ini seseorang jelas perlu melatih keunggulannya dirinya untuk menjadi standar yang lebih baik terutama memberikan waktu untuk berlatuh mindful thinking dalam keterampilannya memecahkan permasalahan serta komitmennya untuk mengatasi egosentrisme dan sosiosentrisme yang melekat pada diri kita (R Paul, 2008)

Edward Glaser mengungkap tiga hal ini (1) Sikap yang mempertimbangkan cara bijaksana sesuai dengan konteks masalah & subjeknya (2) Pengetahuan tentang bagaimana Ia menyelediki & melakukan penalaran logis & (3) Beberapa keterampilan yang diperlukan dalam menerapkannya.

Bagaimana melatihnya?
1.Kumpulkan & nilai informasi relevan, gunakan ide-ide yang luas untuk ditafsirkan secara efektif hingga kesimpulan & solusi yang beralasan & logikanya terjaga. Uji juga pada kriteria & standar yang relevan;
2. Melatih berpikir secara terbuka, termasuk menggunakan pemikiran-pemikiran alternatif bagaimana Ia bisa mengenali, menilai apakah sesuai kebutuhan, uji asumsi, memikirkan implikasi serta bagaimana konsekuensi praktisnya.
3. Bumikan, memperkenalkan bagaimana Ia bisa mengkomunikasikannya secara efektif dengan orang lain dalam mencari solusi untuk masalah yang kompleks.

Siapkan ruang-ruang belajar, ciptakan ekosistem yang menumbuhkan kemampuan kritis & kreatif, jadi peka, kontekstual & solutif & berdampak kemudian!

Digital Social Innovation

Bisnis Sosial, selalu menarik diperbincangkan, organisasi yang menggunakan praktik bisnis untuk mencapai misi sosialnya. Aspek sosial didahulukan, menghasilkan keuntungan yang menjadi alat untuk menjadi efektif mencapai tujuannya.

Tujuan Bisnis Sosial adalah membuat dirinya usang secepat mungkin (yaitu memecahkan masalah), sedangkan tujuan dari organisasi misi-laba harus ada selamanya dan terus meningkatkan produksi, pendapatan & laba sebanyak mungkin.

Saat ini, bisnis sosial banyak bertrasnformasi di era digital, hingga sangat penting bagi organisasi tipe ini untuk menunggangi dunia digital. Apalagi perkembangan Metaverse yang kini dimulai dengan karya-karya kreatif, kelak tak pelak juga akan menyentuh kontelasi dunia bisnis sosial hingga dampaknya pun makin luas dengan cara-cara baru mengakselerasi tujuan yang diharapkan datang lebih cepat.

Konsep paling pas terkait ini salah satunya adalah “Digital Social Innovation” pendekatan yang memadukan inovasi yang bersifat sosial dalam tujuannya dan dituju dengan cara digital dalam solusinya. Tak lupa fundamentalnya dibangun dengan pemikiran digital yang menembus dimensi pemikiran-pemikiran tradisional.

Menerangkan Inovasi Sosial pada khalayak sudah cukup menantang, aspek “Sosial” adalah yang paling samar kala pasar / pemerintah tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar masyarakatnya. Inovasi sosial ini juga adalah kegiatan dengan cara yang tak biasa, yakni lateral, beda dengan pendekatan formal vertikal.

Menyandingkan Sosial dengan Digital membuat dimensinya bukan hanya sekedar lateral dan vertikal tapi melompat menjadi 4 dimensi atau bahkan lebih. Tak pelak saat ini, Inovasi Sosial Digital tak bisa dipisahkan lagi tiga pilar penting nya menjadi satu kesatuan utuh

Dengan pendekatan digital bahkan Metaverse kelak, inovasi dapat berlangsung secara radikal, incremental dan dampaknya luas dicapai dengan segera. Membuka luas cara-cara baru memberikan solusi berdampak luas.

“The digital world has power because it has dynamic information, but it’s important that we stay human instead of being another machine sitting in front of a machine” -Pranav Mistry-

Berorientasi Kemanakah Usaha Kamu?

Diskusi seru hari ini dengan kawan-kawan ODP Bank BNI, terkait bagaimana shifting pemikiran ke Digital Mindset dengan titik beratnya mengubah paradigma dari produk sentris ke user centris.

Kala teknologi menyatukan banyak hal, dampak kolektif dari konvergensi sangat memengaruhi praktik pemasaran di dunia. Tren baru muncul seperti “Sharing Economy & ”Now Economy” terintegrasinya omnichannel, beragam konten pemasaran, CRM sosial, dll. Konvergensi akhirnya mengarah pada ‘keterpaduan’ antara pemasaran digital & tradisional.

Di dunia teknologi yang makin tinggi, setiap orang justru semakin merindukan sentuhan yang lebih tinggi, makin terhubung secara sosial, makin juga ingin hal-hal yang dibuat personal. Dengan dukungan data analitik, produk & layanan jadi lebih personal. Dalam ekonomi digital, kuncinya memang dengan bagaimana kita memanfaatkan paradoks ini.

Di era transisi ini, jelas diperlukan pendekatan berbeda.
1) Perubahan baru yang membentuk dunia kita saat ini adalah konektivitas & subkultur digital. Tak semua pelanggan diciptakan setara. Beberapa segmen mengandalkan referensi pribadi mereka sendiri dan apa yang mereka dengar dari iklan.

2) Adanya kerangka kerja baru yang akan meningkatkan produktivitas dengan memahami jalur-jalur baru yang menghubungkan dengan konsumen di era digital (metrik, industri, dll).

3) Mempelajari taktik utama dunia baru, semua dihasilkan dengan berpusat pada manusia (User Centric & content engagement)

Marketing 4.0 memang menggambarkan sebuah dunia di mana fitur & manfaat menjadi penting, menjadikan kemampuan memahami konsumen jadi pendorong utama inovasi. Kontekstualisasi User Centric dalam kehidupan digital membuatnya makin kompleks karena tidak sekedar human centric, tapi bagaimana individu ini terhubung & sukses menjalani hidupnya di era digital.

Aspek digital mendorong kita melakukan pendalaman erorientasi manusia dengan konteks digital, mencakup tiap aspek dari journey pembeliannya. Coba lihat lagi, apakah kita sudah beralih jadi 4.0, atau jangan-jangan paradigmanya masih berada di Marketing 1.0 Product Centric, atau 2.0 Consumer Centric, & 3.0 Human Centric? Saatnya sungguh-sungguh melompat ke 4.0 Digital Centric!

Memandu diskusi, memastikan keterlibatan setiap orang

Liberating Structure (LS), merujuk pada bagaiman proses berdiskusi yang inklusif, melibatkan setiap pihak yang hadir. Merujuk pada kebiasaan pertemuan-pertemuan membosankan kerap kali pertemuan hanya menjadi ajang menunggu giliran untuk berbicara. Diakhir acara bahkan tak tau apa yang dihasilkan melalui konsensusnya.

Kami sangat suka dengan diskusi, bergagasan, memastikan keterlibatan dan memastikan bahwa pertemuan tidak hanya melahirkan konsensus. Tapi justru melahirkan semangat baru pergerakan nyata setelah meeting-meeting serunya. Biasanya, pertemuan-pertemuan tradisional berjalan menjemukan karena hanya sebagian kecil yang memiliki otoritas, atau aktivitasnya terkontrol hingga tak ada kebebasan bersuara, enggagement yang minim dan hasil yang tak membumi.

Hari ini bersama warga desa Mekarwangi di Kabupaten Bandung Barat, menemukan hal menakjubkan dengan pendekatan Liberating Structure ini. Kami mengumpulkan warga desa, berkumpul dan duduk rapih berderet. Suasana tampak membosankan. Kemudian kami acak menjadi dua kelompok, siapkan kanvas, gerakkan kursi meja menjadi kelompok yang terpisah dengan letak kursi yang tak beraturan. Sontak suasana resmi pun berubah menjadi keriangan diskusi. Dua jam kami pandu diskusinya, setiap warga desa berlomba-lomba bersumbangsih idenya.

Kali ini kami menggunakan #RapidRoadmapping sebuah framework yang dirancang tim @thelocalenablers untuk membantu organisasi-organisasi yang ingin menata ulang peta jalan organisasinya. Membuat tahapan-tahapan yang terukur hingga mencapai visi yang disepakati bersama. Pendekatan LS, membuat usulan tidak dibuat top down, tapi benar-benar diperoleh dari sumbangsih pemikiran bersama yang diramu dengan baik dan kemudian menghasilkan semangat pergerakan selanjutnya.

LS adalah pilar penting untuk membuncahkan kultur inovasi, mengapa bisa? karena ini mudah! bahkan bukan ahlipun bisa melakukannya, fokusnya pada hasil, iterasinya berlangsung cepat & produktif, inovatif, inklusif, multiskala, serius tapi santai, mudah di copy dan bisa diadaptasi!

Kapan kita bergagasan seru lagi?
Jangan lagi rapat-rapat tegang!

Belajar dan Berkarya Di Ruang Nyata

Perjalanan ini layaknya proses kreatif yang memang diawali dengan perasaan takut. Apalagi bagi anak-anak muda ini yang terbilang baru bagi dunia-dunia nyata berhadapan langsung dengan dunia kerja, dunia nyata masyarakat. 

Ada excitement melakukannya di awal, kemudian dihadapkan pada pengalaman-pengalaman nyata yang jika dipelajari di kelas banyak variabel yang tak ditemukan.  Soal-soal di ruang kelas kerap kali variabel-variabel nyata sering diganti dengan asumsi, dan jumlahnya pun banyak. 

Sehingga persoalan di ruang kelas seringkali dihadapkan seolah-olah ideal, padahal kenyataannya jauh, tapi institusi pendidikan kerap mengatakan “ya bagaimana lagi, kami banyak keterbatasan sumber daya”

Memberikan ruang kreatifitas, bergera, berkarya dan mendampingi mereka seyogyanya adalah sumber energi jika memang orientasi kita pada tumbuh dan berkembangnya generasi penerus.

Memberikan pengayaan berupa panggung-panggung belajar bagi mereka sebenarnya bagi saya pribadi justru menjadi wadah belajar yang paling kontekstual yang melahirkan banyak hal-hal baru, bukan saja mengenal bagaimana semestinya kita berinteraksi dengan generasi ini, tapi juga menuai hal-hal baru dalam beragam pendekatan, perangkat, manajerial dan inovasi-inovasi pergerakannya.

Perbedaan generasi seyogyanya menghadirkan disrupsi. Disrupsi adalah gangguan yang menghasilkan inovasi. Jadi dikatakan disrupsi karena bergabungnya multi generasi dalam sebuah kolaborasi akan melahirkan kelengkapan.

Kalangan senior membawa wisdom, kematangan, network dan knowledge, kalangan muda membawa keberanian bereksperimen dan penguasaan akan jamannya yang berbeda.

“Tell me and I forget, teach me and I may remember, involve me and I learn” (Benjamin Franklin).