Saat ini, banyak yang menjadi besar karena kuantitas yang dikejar, bukan kualitas. Ngeri🥹
Tujuan hidup kita adalah menjadi manusia berkualitas, bukan berkuantitas, nyaris tak pernah dengar istilah ini kan? Namun saat ini Ironisnya, banyak yang kini lebih fokus mengejar kuantitas tanpa peduli kualitas, saling berlomba mengumpulkan kuantitas tanpa pertimbangan nilai-nilai, yang penting jadi besar atau berada di puncak!
Fenomena ini ngga cuma terjadi pada individu, tetapi juga pada banyak institusi. Banyak lembaga lebih bersemangat mengejar kuantitas daripada kualitas. Kenapa? Bisa jadi karena angka-angka & statistik lebih mudah diukur serta ditampilkan sebagai bukti sukses. Tapi, apa benar ini bisa mencerminkan pencapaian yang sejati? Apa artinya punya banyak kalau yang dimiliki tak punya nilai?🫨
Mengubah paradigma ini memang menantang. Memahamkan bahwa tujuan akhir adalah kualitas, bukan kuantitas adalah perjalanan panjang, ngerinya ditengah jalan proses membangun kualitas sering kali terbegal☠️
Ada pepatah yang mengatakan bahwa kita perlu memantaskan diri. Ini artinya ada proses menempa diri agar punya kualitas yang baik, sedangkan kuantitas menjadi akibatnya, awas terbalik ya!🧐
Memantaskan diri bukan cuma tentang mencapai standar tertentu, tetapi juga tentang pengembangan diri yang terus menerus, belajar tanpa henti, memperbaiki kesalahan, dan terus berusaha menjadi versi terbaik kita.🤩
Teori klasik dari Aristoteles tentang “Eudaimonia” atau kebahagiaan sejati menyatakan bahwa kualitas hidup yang baik berasal dari proses aktualisasi & pengembangan potensi. “Quality is not an act, it is a habit,” dikembangkan secara konsisten pada tiap aspek kehidupan.
Pada akhirnya, “kuantitas mungkin bisa mengisi ruang, tetapi hanya kualitas yang bisa mengisi jiwa”, menemukan makna yang dalam pada setiap langkahnya, dan setiap jejak yang dibuat akan bertahan selamanya.🚀