The Pygmalion Effect

Kami selalu yakin bahwa tiap orang terlahir jenius, artinya memiliki potensi untuk berkembang menjadi lebih baik. Dalam keseharian, kami menemukan banyak individu & mengikutkannya dalam banyak program nyaris tanpa seleksi karena ada selalu keyakinan bahwa terdapat potensi yang dapat dibangkitkan darinya. Walau di banyak tempat beberapa individu tak terwadahi karena aneka ragam kriteria tak fit dengannya.⁣

Tiap individu menjadi penting di-influence dengan hak dirinya untuk maju & berkembang, meyakinkan ada sesuatu luar biasa dalam dirinya. Memiliki pendekatannya berbeda-beda itu biasa, namun ada satu perlakuan yang sama perlu ditumbuhkan, yakni “harapan positif yang dilekatkan & dijaga untuk tumbuh pada setiap langkah memandirikannya”.


Efek Pygmalion. Fenomena psikologis yang menjelaskan kala harapan baik dilekatkan pada seseorang akan menyebabkan peningkatan performa. ⁣


Pygmalion berasal dari mitologi Yunani tentang pemahat yang mengukir patung wanita & jatuh cinta padanya. Karena tak mampu mencintai manusia, Ia mengimbau Aphrodite, Dewi Cinta yang menghidupkan patung tersebut, kemudian menikah & melahirkan seorang putri, Paphos.⁣

Efek ini menjelaskan siklus jika kita meyakini seseorang bisa berkemampuan positif, maka akan mempengaruhi sikap kita padanya. Sikap ini akan berdampak pada individu tersebut sehingga rasa percaya dirinya tumbuh & berdampak pada semakin baik kemampuannya. Perbaikan yang tampak tersebut menimbulkan efek pada diri kita yakni menguatnya validasi atas keyakinan awal, bahwa Ia benar memiliki mampu berkembang. Siklus ini penting dijaga keberlanjutannya sehingga terus menerus lebih baik.⁣

Dale Carnegie pun pernah merekomendasikan efek ini pada pembacanya dengan menuliskan “Giving others a great reputation to live up to” & “A wise man raise his expectations of others, and he will naturally do their best to satisfy those expectations”⁣

Menjadi semakin yakin, bahwa tiap orang berhak mendapatkan ekosistem yang mampu menguatkannya. Efek ini penting dipahami pada setiap orang melabeli dirinya sebagai enablers atau pemberdaya atau peranan lainnya sebagai bagian penting karakter leadership yang ditularkan.⁣

Meramu Purpose Personal dengan Organisasinya

kedatangan tamu istimewa, Agile Coach kami @putiretnoali menghabiskan tiga hari lamanya menemani proses retrospektif kami.

Jum’at siang selepas makan siang, kami berkumpul di ruang tengah. Ruang yang menjadi melting-pot setiap unit @thelocalenablers . Pembicaraan siang itu, dibuka dengan pertanyaan menarik yang ditujukan pada seluruh anggota tim kami, pertanyaannya adalah’: “Sebutkan dua hal yang paling urgent yang kamu inginkan!”

Kemudian setiap anggota tim mengemukalan dua hal yang penting bagi dirinya. Hal yang menarik dari jawaban-jawaban pada umumnya dalam menjawab kedua hal paling penting ternyata berpusat pada dirinya, seperti ingin kaya :D, segera mendapatkan pasangan, membeli kendaraan, membangun rumah, membahagiakan orang tua dan hal-hal lainnya yang self-centered.

Dua hal penting bagi dirinya adalah pertanyaan pemancing yang menarik! dimana pertanyaan ini diutarakan di tempat dimana mereka diberikan wadah untuk berkarya bersama tim dan ekosistemnya.

Hal ini bisa jadi terjadi ditempat lain dimana anggota tim lupa atau perlu disadarkan bahwa tempat mereka berkarya juga perlu menjadi diprioritaskan, tapi tak terucap jua.

Pertanyaan seperti ini membuat saya teringat pada sebuah model bernama Butterfly Model – Wolf Olins. Model ini menggambarkan bagaimana perlunya kita menyelaraskan Personal Purpose di sayap kiri dengan Organizational Purpose di sayap kanan, hingga munculah irisan purpose yang memang perlu kesadaran penuh dalam menyelaraskannya.

Jika kita terbang dengan satu sayap tentunya sulit, terbang sesaat kemudian jatuh. Organisasi menjadi wadah yang penting dalam membangun the ultimate purpose. Bagaimana pun sebagai makhluk sosial, kebutuhan berkelompok menjadi hal yang tak terhindarkan, sebuah naluri mendasar tak terelakkan. Mencari anggota tim yang homogen juga bukan jawaban yang tepat, karena akan membunuh kreativitas. Ekosistem yang baik adalah ekosistem yang menberikan ruang untuk meramu purpose personal dengan organisasinya, hingga kita bisa terbang jauh dan memastikan kerberlajutannya.

Gimana dengan kamu? Coba sebutkan dua hal yang paling urgent yang diinginkan! Adakah yang bisa kamu ungkap agar keduanya menjadi seimbang?

Awas! “Homogenous Teams Feel Easier, but Easy Is Bad for Performance”

Gimana rasanya punya tim kompak? Jika bertemu & berdiskusi makin cepat setuju , tak ada perlawanan/gagasan baru. Tim yang makin nyaman karena dirasakan semakin tak ada hingar bingar perselisihan lagi, sangat cepat setuju & lancar prosesnya, bukankah hal ini sangat didamba setiap tim?

Studi Personality & Social Psychology Bulletin,2009 mengungkap fakta terkait identitas kelompok yang homogen berakibat pada terciptanya rasa kesamaan/ketidaksamaan yang kuat dengan orang lain. Memang masuk akal jika tim yang kompak, aman & homogen maka orang-orang akan dengan mudah saling memahami , proses kolaborasi mengalir dengan lancar. Tapi, hati-hati ya, hal ini akan memberikan sensasi kemajuan semu. Karena beranggapan berurusan dengan beda yang akan menyebabkan gesekan, berasa kontraproduktif.

Awas! “Homogenous Teams Feel Easier, but Easy Is Bad for Performance”

Faktanya, bekerja dalam tim beragam akan menghasilkan hasil yang lebih baik, justru karena lebih sulit prosesnyalah yang bertentangan dengan intuisi banyak orang. Ada istilah Fluency Heuristic, dimana kita lebih suka informasi yang “diproses lebih mudah atau lancar” kemudian menilai hal ini lebih benar/indah”

Dampaknya tim jadi punya pemahaman bias atas proses pembelajaran yang dirasa benar. Kondisi ini mengarahkan apresiasi hanya ditujukan pada hal-hal yang semuanya menjadi lebih mudah diproses, tim jadi belajar dari proses yang kurang tepat. Menjadi lebih sering mengulang-ulang hal yang sama tanpa kebaruan, jadi lebih akrab tanpa banyak usaha, hingga merasa bahwa mereka berprogres.

Bekerja dengan tim yang heterogen justru akan berdampak dalam performa & inovasi yang lebih baik. Anggap aja seperti dalam berolahraga, no pain no gain. “Diversity Can Increase Conflict, but Not as Much as You Think”

Pastikan mempertahankan keberagaman ide, pengalaman, cara pandang & aspek lain. Belajar mengkapitalisasi perbedaan dalam tim. Kemampuan meramu perbedaan jadi racikan jitu adalah kreatifitas dalam tim. Harganya mahal, karena dinamikanya membawa pada iklim yang sehat dalam melahirkan berbagai kebaruan, baik cara maupun produk solusi.

“Capitalizing on Diversity Means Highlighting — Not Hiding from Differences”

Trusting; Being Guided By Values

Titik tertinggi dalam tim adalah saling percaya, sebuah kondisi dimana setiap individu memiliki keleluasaan berinisiatif seluas-luasnya dan menyelaraskannya bersama menuju goals yang disepakati.

Namun sesungguhnya ada puncak diatas titik tertinggi dalam tim, yakni trust pada ekosistem. Nah ini yang menjadi tantangan bisnis saat ini. Salah satu hal yang bergeser dalam transformasi digital adalah bergesernya penguasaan model bisnis menjadi ekosistem bisnis.

Coba perhatikan di era digital ini, kala banyak perusahaan merger dengan usaha-usaha yang justru tak sejenis. Mereka bergabung menjadi raksasa yang bukan tunggal pada satu bidangnya, tapi melengkapi jadi satu ekosistem dan bermitra strategis.

Gojek dan Tokopedia jadi Goto misalnya, atau Bank Mega + Salim Group + Bukalapak menjadi Allo Bank dan contoh-contoh lainnya begitu banyak. Menempatkan trust dan membentuk ekosistem bisnis hari ini menjadi salah satu kekuatan jika ingin menjadi pemenang. Berkolaborasi.

Hal ini menjadi penting mengapa kita perlu membangun trust, karena didalamnya ada hal yang menarik.

Trust akan menuntun proses inovasi yang dipandu oleh nilai luhur “being guided by the value” sebuah fundamental penting dalam proses inovasi, karena akan banyak berhadapan dengan proses eksperimen yang membuahkan banyak lompatan kecil dan kemudian menggurita menjadi disrupsi. Eksperimen akan banyak menghasilkan temuan berupa kesalahan-kesalahan yang menuntun pada cara-cara baru kemudian yang menjelma menjadi inovasi jika terjaga proses iterasinya. Hal ini tak mungkin terjadi jika trust tak tumbuh jua.

Bagaimana dengan tim kamu? Bagaimana proses membangun trustnya berjalan baikkah? Yok didorong sungguh-sungguh agar bisa kemudian melesat kepuncak membentuk ekosistem yang kuat, ekosistem yang sepakat untuk melesat dengan value yang kuat🚀

Bikin tim kamu lebih agile, gimana caranya? apa aja pilar-pilarnya?

Bikin tim kamu lebih agile, gimana caranya? apa aja pilar-pilarnya?

Coba deh kamu bicarakan dan petakan kembali tim kamu, apa sebenarnya tujuan usaha bersama kita, apa yang yang menjadi kunci perubahannya, apa saja yang bisa jadi energi pada setiap langkahnya, apa yang bikin kamu dan tim punya alasan untuk bersua dan bersama mengarungi dinamikanya, bagaimana kita bisa melakukan proses secara inklusif dan merasakan bahwa tim ini bisa saling menguatkan, serta apa yang sesungguhnya kita perlu pahami dalam dalam konteks saat ini?

Yuk kita kupas satu-satu 😀

1. Tujuan;
Tujuan utama tentunya adalah bagaimana kita melahirkan Innovation & Efficiency menuju ultimate goals kita bersama.
Keberhasilan di era perubahan artinya mampu beradaptasi dengan berinovasi & melakukan hal-hal baru. Menjadi lebih efisien dengan sumberdayanya yang menipis.

2. Kunci: 
Ada banyak dinamika, maka kuncinya adalah Communication & Knowledge.
Komunikasi adalah memahami dengan proses interaktif dalam membangun realita yang baru. Pengetahuannya dibangun melalui pengalaman pribadi & interaksinya.

3. Energi: 
Energi terbaik adalah menumbuhkan kemampuan Entrepreneurship & Proactivity tim kita. Perlu waktu yaa, ga usah buru;)

Di era ketidakpastian, memang lebih beresiko jika tak melakukan apa-apa dari pada melangkah walau salah arah. Proactivity, adalah inisiatif & eskperimen yang akan menjaga pergerakan agar terus beradaptasi.

4. Magnet: 
Bagaimanapun membangun “Teamwork & Commitment” adalah magnet terbaik, pastikan keterlibatan tim & fokus pada prioritas utama.

5. Pendekatan: 
Ngga semua dikerjakan & diinisiasi pemimpin, maka pola Distributed Leadership & Coordination menjadi cara & budaya terbaik! Kepemimpinan yang terdistribusikan jadi penting untuk menciptakan kondisi yang tepat untuk munculnya inisiatif-inisiatif baru!

6. Kerangka Kerja: 
Kerja di era perubahan, mesti paham bahwa era ini penuh Complexity & Uncertainty, memahami proses bisnisnya menjadi hal penting. Masyarakat global yang saling terhubung & saling ketergantungan berakibat pada pengelolaan yang kompleks menjadi perhatian utama kita.

Gimana? Makin pusing yaa🤣🤣 Bismillah kita melompat!🚀

“Jangan lupa dirawat ya!”

“Jangan lupa dirawat ya!” Satu pesan saya pada salah satu tim yang setelah seharian bersua, menguatkan komitmennya untuk menjadi tim yang lebih baik.

Setiap organisasi bisa saja sewa konsultan / membeli program-program pelatihan yang mahal. Tapi jangan lupa! bahwa usaha perbaikan harus tetap dilakukan dari dalam dan dijaga semangatnya yang terus menerus dalam ritual-ritual yang membahagiakan.

Sebuah buku dari William E. Schneide berjudul “The Reingineering Alternative” menjelaskan organisasi bisa mengembangkan rencana perbaikan bagi timnya dengan kombinasi beragam karakteristik yang membuatnya menjadi unik, kemudian menyelaraskannya dengan tujuannya. Bagaimana mencari tahu formula paling jitu agar anggota tim tetap adaptif-inovatif, apalagi saat ini kala setiap hal menjadi ambigu saking cepatnya perubahan. Didalamnya dijelaskan sebuah matriks bagus dimana kamu dan tim bisa memetakan berada pada kuadran manakah sebenarnya kita? kemudian bagaimana menyeimbangkan kepentingan pribadi & visi organisasi?

Coba petakan dimanakan setiap individu menempatkan dirinya, & atau merasa seperti apakah organisasi ini menurutnya? Basis fakta ini bisa membantu menentukan penyebab konflik & sumber kekuatan kompetitif tim kita, dan kemudian merencanakan perbaikannya.

“Great groups don’t happen by chance” kata Daniel Coyle dalam bukunya “The Culture Code” bahwa ada tiga hal universal yang perlu dibangun dalam membangun budaya yang baik;

1) Start With Safety; Mulailah dengan mengirimkan sinyal yang jelas & terus-menerus tentang masa depan yang ingin diraih dan inisiatif yang dapat dibuncahkan bersama dalam kreatifitas.

2) Get Vulnerable & Stay Vulnerable; Biasakan juga untuk berbagi kegagalan & kebodohan hingga bisa bersama-sama memperbaikinya. dan

3) Roadmap Your Story; Bagaimana kita membangun narasi yang jelas memberikan arah yang clear hingga sampai tujuannya.

Membangun tim adalah proses yang menyenangkan (Seharusnya:D ) stamina yang diperlukan adalah stamina untuk perjalanan panjang yang diraih dengan konsistensinya, rayakan setiap keberhasilan termasuk kebodohan-kebodohannya, belajar lagi dan lagi!

Pemahaman pada Business Acumen

Seringkali dalam sebuah organisasi, perspektif pribadi bisa menjadi sangat lekat dengan cara berpikirnya, bekerja dan memahami sebuah hal dialaminya sehari-hari. Tentu tidak heran karena memang melekat pada dirinya.

Salah satu hal yang menjadi penting bagi anggota tim adalah pemahamannya pada keseluruhan organisasi, panjang cakrawala waktu dan besaran sumber daya yang terlibat. Karena cara berpikir yang berpusat pada diri sendiri, maka hasil pemikiran ini akan sangat rentan “self diagnose” yang membawa kesimpulan yang bias seperti, “saya adalah individu yang paling berperan, paling lelah dan paling penting dalam project ini”, atau kesimpulan-kesimpulan lain seperti “tampaknya yang lain tak banyak berkontribusi”

Simpulan-simpulan ini muncul memang kerap kali karena jam terbang serta pemahamannya pada Business Acumen yang kurang matang dan holistik. Bias yang muncul kerap memunculkan kenyataan yang tak sesuai ekspektasi. Ini berawal dari kesalahan ketika ekspektasi tak diturunkan menjadi data dan fakta tertulis yang merinci simpul-simpul keterlibatan, peran, lama waktu, kapasitas dan kapabilitasnya yang menjadi variabel-variable bilangan penyebut.

Keterlibatan, peran, lama waktu, kapasitas dan kapabilitas perlu diurai dalam dokumen, dikalkulasi dengan baik, uraikan menjadi fakta tertulis agar imajinasi dapat digambarkan dengan jelas dan menghilangkan bias perasaan yang kerap berpusat pada diri sendiri. Btw, ini ada toolsnya loh:) WBS!

You need to connect to your purpose to innovate in a meaningful way – Eric Roscom Abbing

Dalam Business Acumen, penting juga selain kepentingan jangka pendek untuk mau paham bahwa kita bergerak dalam wadah organisasi. Ada bahtera yang melaju berisi banyak orang & mengarugi lautan luas dalam tujuan jangka panjang. Organisasi penting untuk tetap mewadahi anggota timmnya belajar keluasan pemahaman, menyeimbangkan personal goals vs organizational purpose, menyeimbangkan manfaat, kesejahteraan & kepentingan jangka pendek dan panjangnya.

The urge to do what we do in the service of something larger than our selves
–Doniel H Pink – Drive

Bagaimana Merawat Perubahan

Cita-cita melakukan transformasi tak bisa dilakukan hanya dengan mencanangkannya, melalukan sosialisasi dan atau cukup memulainya. Tapi justru proses merawatnya dengan kesungguhan dan ketekunan.

Komitmen dari pemimpin mejadi utama, “lead by example & the leader need to be seen” juga menjadi prasyarat utama proses perubahan itu dilakukan.

Secara teknis proses merawat perubahan dapat dilakukan dari dua sisi. Jika digambarkan dengan gunung es, maka sisi atas rawatlah dengan melalukan Review; merawat agar hasil selalu menjadi lebih baik. Bagian bawah gunung es dilakukan dengan proses Retrospective; merawat proses agar setiap kegiatan atau proses project selalu menjadi lebih baik. Intesitasnya terawat karena setiap tahapan sesi review dan retros selalu jadi bagian penting evaluasi dari kedua sisinya.

Pendekatan-pendekatan manajemen modern selalu erat kaitannya dengan bagaimana tim dan oraganiasi kita bisa adaptif dengan perubahan, bukan hanya dengan mengeluarkan SOP dan selesai. Karena setiap waktu perubahan itu hadir dinamis.

Pendekatan Scrum adalah salah satu pendekatan yang holistik, karena ini mewadahi culture shift yang proses perubahannya dilakukan diatas perubahan itu sendiri. Setiap project akan menjadi wadah organisasi memiliki proses yang kontekstual dan semakin baik, juga denhan produknya akan semakin baik dan sesuai dengan jaman dan pasarnya.

Proses perubahan adalah konsistensi yang dirawat, membangun komitmen, membangun budaya dalam menggeser “individual self interest ke kesadaran berkelompok atau “team conciousness” bersamaan dengan menggeser kompetisi ke kolaborasi. Bermula dari berlatih berkoalsi, berkooperatif hingga sanggup ber ko-kreasi.

Sudah sejauh mana kamu merawat tim dan produk hingga mencapai level Ko-kreasi?🚀

Enam Langkah Kolaborasi Penuh

Memfasilitasi perubahan kerap menjadi dilema kala melakukan proses pengambilan keputusan. Keputusan-keputusan dengan cara tradisional biasanya mendominasi kegagalan proses perubahan. Caranya kerap kali mengacu pada keteraturan, stabilitas, dan kepastian.

Hal yang sering menjebak para organisasi tradisional diantaranya adalah pemimpin yang kerap kali tak terlatih dan atau tak terbiasa menghadapi peristiwa & kondisi yang tidak terduga. Padahal era VUCA inilah, dimana ketidak-terdugaan adalah makanan sehari-hari.

Kondisi ini memang sering mengarah pada kecemasan & kebingungan yang datang dengan kondisi ketidakpastian dan kompleksitas membuat serba bingung bahkan menghambat. Mendorong perubahan di era ketidakpastian memang membuahkan urgensi untuk paham framework perubahan untuk mendorong perubahan yang lebih baik.

Untuk pada agen perubahan, memfasilitasi penerapan budaya yang agile & kolaboratif bisa dilakukan melalui enam langkah di tingkat individu, kelompok dan organisasi. Langkah-langkah ini saling terkait erat dan tidak dapat dilepaskan satu sama lain.

Bagaimana mengeser interes individu ke kesadaran berkelompok serta dari kompetisi ke kolaborasi, dari distrust ke trust? ini langkah-langkahnya (Zamora, 2018);

1. BELAJAR; pada fase ini kita perlu toleran terhadap kesalahan-kesalahan baru
2. INTERAKSI; peragakan dan berlatih untuk mampu menyimak secara aktif
3. INTEGRASI; wadah belajar yang paling efektif adalah dengan memiliki proyek bersama;
4. PERCAYA; pandu pergerakan dengan nilai-nilai budayanya, karena kondisi tak dapat diprediksi, maka TRUST adalah kunci kemajuan.
5. MENGHARGAI; setiap inisiatif dan respon akan berbeda-beda, maka disini kita belajar menerima setiap perbedaan;
6. DESENTRALISASI; melakukan proses delegasi pada tim atau squad yang dibentuk.

Untuk punya tim yang Self Coordinating tahapan diatas memang perlu dilakukan, jangan lupa dituntaskan. Hal ini didukung dengan kebijakan dan prosedur yang dilakukan secara konsisten satu sama lain di seluruh tingkat individu, kelompok, dan organisasi. Jangan tergesa dalam melakukan perubahan, ikuti prosesnya. Ketika polanya mulai terbentuk prosesnya bisa diakselerasi. Ayo mulai sekarang!

Mengubah model bisnis menjadi ekositem bisnis adalah hal yang lazim saat ini dan dimasa depan

Jangan lupa, bahwa saat ini ga cuma model bisnis yang membuat sebuah organisasi menjadi pemenang dalam bidangnya. Atau bahkan kita perlu mendefinisikan kemenangan itu sendiri.

Model bisnis yang baik saat ini adalah yang mempu menginisasi ekosistemnya menjadi sebuah wadah dimana ia berakselerasi mencapai tujuannya. Nah, tujuan inilah yang menjadi kriteria kesuksesan, tidak lagi bermuara pada besaran, kecepatan / bahkan keunggulan. Kemenangan perlu didefinisikan sudah sejauh mana kita langkah mendekat pada tujuannya.

Setiap model bisnis organisasi memiliki tujuan masing-masing, namun dalam prakteknya setiap bisnis punya irisannya hingga membentuk ekosistem yang mewadahinya melakukan percepatan pencapaian tujuannya.

Mengubah model bisnis menjadi ekositem bisnis adalah hal yang lazim saat ini dan dimasa depan. Bahkan perusahaan besar dalam proses transformasinya Ia bergeser untuk menjadi pemberdaya bagi ekosistemnya, hingga Ia justru menjadi hub-nya. Contohnya, perusahaan listrik di Eropa misalnya, Ia tak lagi berlomba menjadi penghasil listrik. Tapi meng-engcourage masyarakat menghasilkan listrik paling ramah lingkungan & Ia menggeser kedudukannnya sebagai penghasil menjadi hub, orkesreator ekosistemnya menjadi inklusif.

Dalam ekosistem, memang perlu dibangun kesepahaman, ada nilai yang dibagi bersama. Peneliti Universitas Islam Azad Aghajani Hashjeen, dkk., menuliskan bahwa kreativitas & inovasi akan sangat bergantung pada struktur organisasinya.

1. Makin fleksibel suatu organisasi & makin bergerak menuju struktur organik, semakin banyak kreativitas yang dipupuk (& sebaliknya).
2. Makin formal suatu organisasi (penekanan pada aturan), makin banyak kreativitas terkubur
3. Makin kompleks organisasi, semakin tidak kreatif.
4. Semakin terpusat suatu oxrganisasi, semakin berkurang kreativitasnya.

Usaha-usaha yang agile, membentuk ekosistem & mengarah pada semakin banyaknya kreatifitas, makin inovatif meski mereka punya tujuan berbeda. Jangan lupa libatkan masyarakat. karena konsep shared value akan menghubungkan kesuksesan organisasi dengan keberhasilan masyarakat & mendorong gelombang inovasi sosial baru secara masif jadi titik temu orientasi bisnis & sosial.