The Johari Window

Mendampingi beragam ekosistem untuk memiliki kultur kolaboratif & melompatkanya pada inovasi yang berkelanjutan adalah hal menantang!

Membangun budaya inovasi, prosesnya dibangun dengan konsisten, melakukan transformasi yang diarahkan untuk jadi ekosistem yang inovatif. Memastikan setiap tim & anggotanya mau berinteraksi, bersinergi satu sama lainnya serta menggerakkannya pada kemajuan. Meyakinkannya berjalan beriringan juga sebuah hal yang menantang.

Salah satu hal yang bisa mendorong ekosistem mengakselerasi proses inovasinya adalah dengan memumbuhkan keberanian untuk membuka wahana-wahana baru, mengeksplorasi dunia yang belum dikenalinya.

Mengupas lagi Jendela Johari, mengkotekstualisasinya kedalam ekosistem organisasi yang ingin lebih inovatif ternyata sangat bisa. Dalam kultur konvesional, kenyataannya kita lebih banyak dihadang dengan area-area ketidaktahuan. Bahkan lebih kompleks, karena bisa jadi ketidaktahuan ini sama-sama tidak terungkap oleh orang lain dalam tim.

Membiasakan setiap individu mendapatkan ruang aman, bebas dan terdorong untuk dapat berinteraksi akan membawa probabilitas lebih besar pada terwujudnya inovasi alih-alih Ia terjebak pada paradoks kreatif.

Inovasi selalu memerlukan umpan balik atas setiap gagasan atau temuannya. Mencipta kebiasaan untuk berani & mau meminta umpan balik adalah hal yang penting dimulai. Keterbukaan juga akan lebih akseleratif jika setiap orang mau berterusterang tentang dirinya – Self Disclosure, memudahkan sekelilingnya menjadi paham. Nah gimana agar bisa berani dong?

Secara tim, sebuah ekosistem akan menjadi Resourceful jika didalamnya dibiasakan untuk mau saling berbagi temuan (Shared-Discovery) hingga membukanya pada hal-hal yang belum diketahui bersama. Hal ini akan menembus kuadran yang paling inovatif, tentunya akan lebih cepat dengan mendorongnya bahwa setiap orang perlu punya semangat berani berpetualang, menemukan hal-hal baru membawa banyak kebaruan dan energi-energi baru yang meletup secara terus-menerus.

Jadi ekosistem yang terbuka, dimana banyak Radical Honesty terjadi memberanikan dirinya bereksplorasi dan menemukan peluang-peluang baru yang jadi energi buat bergerak maju dan adaptif.

Memahami Point Of View (POV) System

Dalam industri & bisnis sangat kental dengan perspektif pelanggan, kunci apakah kita dapat memberikan jawaban atas kebutuhannya/tidak. Perspektif ini sangat mudah terungkap jika kita memiliki kemampuan empati.Perspektif ini dinamakan Point Of View (POV) personal.

Jika persona yang terlibat banyak & saling berinteraksi maka akan hadirlah sebuah ekosistem dalam sebuah lingkungan yang menyelimutinya. Nah disini akan hadir sebuah POV baru, yakni POV System. Berbeda dengan sudut pandang personal, POV System membawa kita melihat dari level yang lebih tinggi atau Helicopter View.

Jika POV persona punya sifat, begitu juga ketika bermacam persona berinteraksi dalam sistem. Sistemnya pun akan memiliki perilaku. Bayangkan saja jika kita berada dalam sebuah lingkungan & berinteraksi. Ada yang memberikan aksi positif melahirkan reaksi positif dan kebalikannya. Atau memberikan aksi negatif malah menuai reaksi positif.

Jika kita memetakannya, kita jadi tau akan kemana ekosistem ini berakhir kelak, positif atau negatif? jatuh atau melesat?

Memahami perspektif dari sistem akan bermanfaat, menjadi bekal berpikir kritis yang penting. Penting karena dalam keseharian kita berinteraksi dengan banyak pihak & beragam keputusan pun diambil. Hal ini akan berdampak pada ekosistem kerja, baik jangka panjang atau pendek, baik atau buruknya.

POV sistem dibutuhkan untuk melihat gambaran keseluruhan & bukan hanya sebagian, memahami konteks yang lebih luas, merekognisi interaksi antar tingkat & mengambil pendekatan interdisipliner. Menjadi penting karena kegunaannya memastikan kita punya opsi terbaik yang bisa menjamin keberlanjutan jangka pendek/panjangnya.

Sistem yang baik melahirkan interaksi yang sehat, dalam jangka panjang pun membawa pada kemajuan. Lebih seru sebenarnya menggabungkannya dengan POV persona & system, jadi Human-Centered Systems Thinking. Sebuah sistem yang dirancang bagi kesejahteraan penghuninya.

“Systems thinking is a discipline for seeing wholes. It is a framework for seeing interrelationships rather than things, for seeing ‘patterns of change’ rather than ‘static snapshots.”– Peter Senge

Kapan kita belajar bareng lagi?

Beyond Function

Percakapan bersama para bimbingan, membahas perubahan perilaku & pola konsumen di era digital. Membahas sebuah produk minuman teh X Vs teh Y. Salah satu kalimat yang paling diingat dari salah satu teh tersebut adalah slogannya yang menyebutkan apapun makanannya, maka teh X-lah minumannya.

Kemudian saya jelaskan konsep “The Jobs To Be Done” sebuah konsep bagaimana sebuah produk dikonsumsi dan dinikmati pelanggannya. Kalimat “dinikmati” disini menjadi penting karena berupa “experince yang dialami & outcomes yang konsumen ingin-dapatkan setelah Ia mengkonsumsinya”. Bukan semata-mata aspek fungsional, tapi bisa juga tentang dimensi personal, dimensi sosial dan relasi sosial.

Secara mudahnya konsep TJTBD ini adalah hal yang merujuk pada hal-hal yang “Beyond Functions”. Lebih mudah lagi dengan contoh Teh X dan Teh Y, dengan mengajukan pertanyaan ini; “Seberapa lama kamu mengkonsumsi teh X, bandingkan dengan teh Y” Teh X dipromosikan sebagai minuman yang enak dikonsumsi sehabis makan, biasanya semenit juga habis. Enak!

Namun jika dibandingkan dengan kompetitormya teh Y, teh ini bisa dikonsumsi sedikit-sedikit, bahkan lama konsumsinya bisa 1 sd 2 jam. Nikmat!

Enak Vs Nikmat. Perbedaannya ada di waktu konsumsi sudah pasti, outcomesnya juga beda. Teh X hanya menyegarkan selepas makan, dan Teh Y bisa membuat segala aktivitas jadi “mood banget”. Hal ini sesuai dengan kebutuhan produk saat ini yakni memberikan “experience” hal ini mengapa produk perlu hadir “beyond function” karena yang dituju adalah outcomes berupa “Ketika menggunakan dan seusai menggunakannya, konsumen bisa & jadi apa?” Biasanya konsumennya jadi merasa upgrade!

Istilah terkini dalam membuat produk, pastikan produk yang dibuat dan proses marketing merujuk pada konsepsi ini “Upgrade your user, not your product. Don’t build better product”

Teh X kali ini jauh merosot penjualannya, karena perilaku konsumen yang berubah tak bisa Ia tangkap, meski Ia adalah legenda yang iklan-iklannya hanya muncul pada saat bulan Ramadhan, kalah telak dengan produk-produk yang diimajikan dapat mengupgrade konsumennya, karena ia tak sekedar memberikan fungsi, tapi pengalaman menyenangkannya.

Gimana dengan produk kamu?

Menjadi Organisasi yang Lebih Adaptif

Tahun 2023 dikabarkan kurang sedap, ramalannya tahun depan akan terjadi resesi ekonomi besar di dunia, termasuk Indonesia! Tak bisa dipungkiri berita ini sangat membuat kita berdebar, baru saja Covid mereda, tahun depan apa lagi? Namun yang terbaik adalah kita bersiap sungguh-sungguh menyiapkan bahwa kita bisa adaptif💪

Cara yang konvensional bertransformasi seringkali menemui kesulitan karena tak jua relevan & semakin tertinggal. Perlu cara transformatif, radikal yang memaksa perubahan hadir & melesat menyesuaikan dengan perkembangan teknologi ditambah variable krisis masa di masa depan.

Saat ini banyak juga organisasi yang berhasil melakukan transformasi & ada benang merahnya. Jika terdapat kegagalan produk sebuah usaha, tidak melulu bermuara pada perbaikan produk, yang sering dilupakan adalah kita bisa rombak timnya, petakan kembali kemampuannya & telusuri lagi peluang-peluang barunya☝️

Jika produknya gagal, jangan dulu bubarkan timnya, tapi restrukturisasi timnya, buat squad-squad kecil / spin-off jadi unit-unit kecil jadi ekosistem yang berpadu berelaborasi satu sama lainnya. Saat ini organisasi tak semata-mata bertransformasi, tapi justru bagaimana untuk lebih banyak melakukan perubahan strukturalnya👊

Martec’s Law mengungkapkan peroses ini dilakukan dengan mereorganisasi bisnisnya. Hal revolusioner adalah dengan cara mereset ulang, spin-off / merelokasi sumberdaya untuk menghadirkan inovasi baru yang relevan dengan lompatan teknologi yang eksponensial🙌

Perubahan teknologi yang eksponensial jelas mengakibatkan perilaku konsumen yang sangat berbeda. Tak dipungkiri saat ini menyeimbangkan kemampuan kreativitas dengan teknologi✌️

3 Poin penting perubahan yang signifikan dalam perilaku konsumen antara lain (Gladly report, Stren, j. 2019)
👐Experience Matter More Than Channel
🫶Personalised dan personal,
🤝The Best Marketing is Service

Untuk mengakselerasi tiga pilar tsb ada hal penting jadi fundamental, yakni pola pikir & budaya organisasinya yang mudah beradaptasi jadi tombak utama perubahan. Menjadi organisasi yang lebih adaptif, agile melakukan praktek-manajemen yang ramping (lean) hingga koefisien perubahan organisasi melesat lebih cepat👏👏👏

Saatnya Shifting!

Dalam sesi para calon pemimpin BNI kemarin, beberapa hal yang perlu dipahami terkait paradigma yang relevan sangat berbeda dengan era lalu. Beberapa hal yang shifting misalnya berada pada istilah-istilah berikut ;

Ada -> Connected👋
Ini muncul karena era ini adalah era dimana kita perlu merasa connected, banyak terjadi, meski ada kita tak connected, jadi zombie. Secara fisik ada, hati dan pikiran dialam lain.

Jauh -> Terhubung🫶
Tidak semua yang jauh perlu didekatkan, apalagi jika menimbulkan banyak kebutuhan sumberdaya baru. Pastikan terkoneksi, era digital membuat kita bisa terhubung dengan konsumen seolah-olah kita melayaninya personal

Lama -> Dipastikan👌
Jika dulu istilah lama obatnya cepet, tapi tidak lagi dengan saat ini. Konsumen tidak melulu minta cepat, tapi minta kepastian. Memastikan kapan datang, kapan selesai, seberapa lama menunggu atau seberala cepat tuntas.

Lelah -> Eksplorasi👐
Gladly report 2019 mengungkapkan “Experience Matter More Than Channel” orang justru senang berlelah-lelah, berkeringat demi sesuatu. Orang tak melulu mencari santai, dekat / mudah, Produk yang membawanya bereksplorasi justru membawanya bersedia membayar lebih mahal karena membawanya pada banyak value & insight baru👏

Selain hal di atas, banyak sekali redefinisi baru hasil reevaluasi perjalanan konsumen di era digital yang merubah beragam perilaku hidupnya. Redefinisi ini juga diungkap banyak tokoh bisnis dunia seperti;

🍧Data yang bernilai adalah data yang dimonetisasi (MIT IDE 2018 Platform Strategy Summit);

🍧Jangan habiskan waktumu ditempat dimana informasi yang kamu dapat dikontrol oleh algoritma (Ian Myers, CEO, NewsPicks)

🍧Inovasi adalah hasil dari arsitektur & organisasi yang mengamplifikasi kekuatan mekanisme & budaya. (Dirk Didascalou, Amazon)

🍧Walau bisa kita jualan via telpon, chart, email / sekedar bersua sesaat. Ada konteks fisik, mental-emosional yang dibentuk dimata client yang menentukan kita berhasil atau tidaknya.
(Megan Burns, Experience Enterprises)

🍧Pastikan connected! Keterhubungan antara kreator & konsumen. Keterlibatan antar komunitas konsumen & kreator yang kemudian berdampak pada bisnis & societynya (Kotler-Sarkar, 2019)👌

Slow, but Sure!

Jika saja kita merasakan beberapa gejala seperti 1) Kulit gatal, 2) Mata merah 3) Kepala sakit sekiranya bolehkah kita memberikan obatnya satu-satu seperti salep kulit untuk gatal, salep mata untuk mata & obat pereda nyeri sakit kepala?

Inilah gambaran sederhana mengapa kita perlu mensintesa gejala-gejala tersebut hingga mendapatkan masalahnya. Kemudian kitapun tak bisa mendiagnosa sendiri karena memang bukan ahlinya, sang dokterlah kemudian yang akan mengolah gejala ini untuk mendapatkan jawaban sesungguhnya kamu sakit apa?

Inilah yang kerap terjadi jika dalam proses pengambilan keputusan, terutama pada entrepreneur dalam menghasilkan solusi bagi pelanggannya.

Dalam pendekatan Design Thinking, proses discovery di tahapan awal dilakukan untuk medapatkan gambaran gejala-gejala apa yang tampak dipermukaan dari para calon pelanggan. Gejala-gejala itu tampak secara visual, yang kemudian tugas kitalah sebagai problem solver menganalisa sejatinya apa masalah mendasar yang terjadi pada konsumen kita.

Kesalahan utama dalam proses menggagas solusi, biasanya terjadi karena;

1)Tak paham & tak berupaya memvalidasi persona konsumennya, masalah apa sesungguhnya?
2)Bedakan gejala dengan akar masalah
3)Masalah yang diidentifikasi biasanya adalah yang terjadi saat ini, sesungguhnya yang perlu dilakukan adalah menarik garis waktu ke depan & menggambarkan kondisi masa depan yang diinginkan sang konsumen.
4)Apakah solusi yang ditawarkan merupakan peluang dimasa datang yang menjadikannya seseorang menjadi lebih baik atau bukan?
5)Awas! kerap terjadi Creative Paradox dalam bersolusi. Andai-andai jadi kreatif justru malah kebalikannya.

Mengambil simpulan dari gejala-gejala tak bisa satu-satu solusinya secara parsial, perlu slow thinking, mengundang juga beberapa orang dengan latar belakang berbeda untuk melihat perspektifnya. Jangan lupa menarik garis imajinernya antar gejala & lingkungannya, apa yang terjadi dengan relasionalnya & berakibat apa. Hingga kemudian bisa mengambil simpulan sebenarnya apa masalahnya?

Kenali dulu masalahnya, baru bergagasan cari solusinya. Agak lama sih, namanya juga slow thinking, tapi cara ini sangat efektif menghasilkan solusi-solusi kreatif.

The Team Lead Model Part 3

Bagaimana bisa kita membuat tim melompat, bergegas menuju visi? Dalam konsep Agile, “Leadership Lives Everywhere” berada pada setiap individu dalam tim, bersama mengembangkan beberapa keterampilan kepemipinan;

1)Komunikasi -> Listening
Keterampilan menyimak adalah kunci komunikasi yang efektif, lebih fokus berusaha memahami. Menyimak adalah keterampilan untuk secara akurat menerima & menerjemahkan pesan dalam proses komunikasi.

2)Trust ->Empathizing
HBR, 2021 menuliskan “Empathy Is The Foundation Of Trust” Empati. Kemampuan membayangkan apa yang orang lain pikirkan atau rasakan pada saat tertentu. Empati sangat diperlukan untuk membangun kepercayaan dengan sesama tim. Membangun kepercayaan bisa dimulai dengan 3 hal yakni 1) Aktif mendengar, 2) Menjauhi penghakiman call Abyan, 3) Menjaga tim tetap terinformasikan.

“Trust is also one of the most essential forms of capital a leader has. Building trust, however, often requires thinking about leadership from a new perspective”- Frances X. Frei 

3)Performance – Accountability
Untuk melahirkan performa, dibutuhkan akuntabilitas dimana organisasi menyandarkan segalanya atas data. Alat akuntabilitas bisa berupa data, detail, metrik, pengukuran, analisis, bagan, tes, penilaian, evaluasi kinerja – bersifat netral. Data ini kemudian diinterpretasi diikuti dengan cara penggunaan serta budaya yang melingkupinya. Akuntabilitas digunakan orang-orang untuk memahami & meningkatkan kinerja secara teratur dan cepat.

4)Teamwork – Delegation
“One of the most difficult transitions for leaders to make is the shift from doing to leading”-Jesse Sostrin. 2017. Mendelegasikan memang perlu komitmen kuat untuk mengawalnya. Mulailah dengan 1) Big Why, 2) Menginspirasi komitmen anggota tim, 3) Terlibat di level yang tepat & 4) Berlatihlah mengatakan “ya”, “tidak”, & “ya, jika.

Bersama sebagai tim, setiap anggota terlibat & mencipta kecerdasan & kepemimpinan kolektif untuk mencapai perubahan. Selamat menumbuhkan kepemimpinan kolektif!

“Leadership really isn’t about you. It’s about empowering other people as a result of your presence, and about making sure that the impact of your leadership continues into your absence”

The Team Lead Model Part 2

Dalam bukunya Jim Collins, Good to Great salah satu hal penting adalah peranan dari pemimpin yang terbuka. Dalam prosesnya Ia memastikan timnya berisikan orang-orang yang tepat yang mampu memberikan kontribusi produktif lewat bakat, pengetahuan, keterampilan & kebiasaan kerja yang baik. Kemudian Ia mengorkestrasinya jadi anggota Tim yang secara harmonis berkontribusi dengan kemampuan individunya mencapai tujuan kelompok & bekerja secara efektif dengan orang lain.

Keunggulan organisasi terletak pada kualitas timnya, kepemimpin berada pada setiap level & bersinergi satu sama. Konsep TEAM-LEAD dari Joe Wolenmulu, 2022 mengungkapkan bahwa ada bermacam variable yang perlu dipastikan keberadaanya agar tim menjadi unggul.

1)Training -> Kompetensi
Training ditujukan untuk meningkatkan kompetensi anggota. Sering kali organisasi hanya mengandalkan hal ini bagi penguatan timnya, padahal ada banyak hal selain pelatihan untuk memastikan timnya jadi hebat!

2)Enterprising -> Resourceful
Enterprising adalah sikap yang kompetitif, enerjik, dinamis. Pastikan anggota tim terpetakan & dikenali dengan kekuatan diri & jejaringnya. Dihadirkan dengan keterbukaan & penguatan Interdependensi dalam grup. Hal ini akan membawa organisasi paham bahwa ekosistemnya adalah sumber resouce2 potensial yang kaya, kuat, terkait & saling membesarkan hingga bisa memandang banyak potensi didalam organisasinya yang menggerakkannya pada visi.

3)Authenticity -> Credibility
Punya value & keinginan kuat. Menjadi otentik diwadahi dengan menumbuhkan wadah belajar di organisasi pembelajar. Tempat menumbuhkan rasa saling percaya. Kondisi ini ngga tiba2 datang, tapi ditumbuhkan lewat ruang kreasi dimana tiap orang diberikan kesempatan untuk hadir dengan caranya & menyelaraskan hasilnya dengan visi. Pada setiap inisiasinya diberikan kesempatan untuk mereview pembelajarannya.

4)Mindfulness -> Resilence
Salah satu penyangganya tim yang kuat adalah ketika setiap anggota tim diajak untuk paham pemaknaan. Hal ini mendorong tim untuk tetap lekat dengan Big Why-nya, hingga energi dalam tim tetap besar untuk bergerak. Hal ini dapat ditumbuhkan dengan melatih dalam kesehariannya membangun ketangguhannya. Lets Lead!🚀

The Team Lead Model Part 1

Meja bergagasan kami memang selalu mengundang gelak tawa dan ide-ide yang membuat percakapan terhenti sejenak, berpikir dan meledakkan tawa. Dalam perbincangan kemarin saya kemukakan, “Pekerjaan itu yang penting selesai, bukan yang penting dikerjakan”.

Perlu waktu sebentar kawan-kawan berpikir memaknainya, hal ini disampaikan dalam konteks sesungguhnya kita bisa meningkatkan kapasitas individu dan tim dengan mengetahui beragam metode kerja dengan tujuan membuat pergerakan menyelesaikannya dengan baik.

Membangun tim, percaya untuk mendelegasikan, mau membangun kepercayaan & mendampinginya adalah kunci bagaimana kita dapat memperbesar skalabilitas kerja dan percepatannya. Proses ini justru akan menguntungkan organisasi.

Sebuah percakapan bersama para mentee mengingatkan lagi tentang pentingnya proses nurturing. Membangun kekuatan tim yang terdiri dari individu-individu yang dibersamai dengan memberinya panggung-panggung belajar, akses-akses istimewa pada sumber-sumber daya & jadi sponsor bagi proses pengembangan dirinya. Menjadi wadah dalam proses transfer nilai, keterampilan, kapabiltas, jejaring hingga Ia menjadi individu-individu yang tumbuh dan berkembang.

Kerap seseorang yang memiliki tingkatan lebih baik pada saat ini, lupa bahwa dirinya pun dulu berkembang, lebih lupa lagi bahwa proses ini pun perlu diberikan seluas-luasnya bagi tim dan sekelilingnya hingga Ia tumbuh jadi individu yang kaya dampak karena Ia bisa mengelola dengan baik dalam menumbuhkan kapasitas diri & timnya.

Hal terpenting adalah bagaimana kita sampai tujuan dengan sukses. Tau cara efektif & jadi wadah belajar setiap insan yang terlibat didalamya. Inklusif. Memberikan kesempatan, mempercayai tim, mendelegasikan sekaligus mengawalnya adalah proses paling efektif dalam nurturing.

Memberikan tim keleluasaan berinovasi mencari cara paling inovatif dan meramunya bersama. Terlihat mudah, namun sesungguhnya disinilah seorang leader diuji kesabarannya. Ada proses panjang menuju kapasitas baik, investasi di Human Capital dilakukan di organisasi pembelajar memastikan probaliltas sebuah organisasi semakin besar dalam berinovasi & kepastian keberlanjutannya.

Enthusiast atau Inovator Penggerak Perubahan?

Dalam roda organisasi, visi adalah imajinasi yang tertanam kemana Ia menggerakkan ke masa depan. Lalu bagaimana implementasinya? Bagaimana juga secara konsisten melahirkan perubahan? Pastikan terkait 6 pilar penting Tim yang Agile.

1.Tujuan; Inovasi & efisiensi.
Tujuan organisasi yang adaptif adalah inovasi. Dalam proses bisnisnya dilakukan pula beragam tindakan efisiensi untuk memastikan keberlanjutan & kemampuan adaptasi. Melakukan hal-hal baru atau jadi lebih efisien dalam melakukan hal-hal yang sama dengan sumberdaya yang menipis.

2. Kunci: Communication & Knowledge
Era VUCA dengan ketidakpastiannya, menjadikan komunikasi jadi kunci.Interaksi dalam membangun realita yang baru. Pengetahuan dibangun melalui pengalaman pribadi & interaksinya.

3. Energi: Entrepreneurship & Proactivity
Di era ketidakpastian, memang lebih beresiko jika tak melakukan apa-apa, lebih baik melangkah walau salah arah. Proaktif, inisiatif & eskperimen akan menjaga pergerakan terus beradaptasi. Jadi bagian penting untuk menghasilkan beragam proses kebaruan & terobosan, memastikan setiap pelaku dalam ekosistem untuk belajar proaktif.

4.Magnet: Teamwork & Commitment
Apa yang membuat kita tetap betah & passionate? Tim yang bahagia diberikan kesempatan yang terbuka dengan eksplorasi. Memastikannya ikut dalam bereksplorasi, mengikutkannya pada setiap tahapnya diselaraskan hingga mencapai tujuan bisnis. Bersama-sama memastikan keterlibatan dan menjaga untuk tetap fokus pada prioritas utama.

5. Pendekatan: 
Distributed Leadership & Coordination
Pemimpin yang terbuka membuka jalan pada kepemimpinan kolektif. Kepemimpinan terdistribusikan untuk menciptakan kondisi yang tepat untuk munculnya desentralisasi, ruang-ruang inisiatif, tim yang self-coordinated & inisiatif yang spontan.

6. Kerangka Kerja: Complexity & Uncertainty
Era digital membuat cara kerja jadi seperti makin rumit & tak jelas. Maka memahami kerangka kerja dalam kondisi Complex & Uncertain. Kerangka yang jelas membuat ruang-ruang inisiatif lebih leluasa bergerak mencipta inovasi dapat meletup melompatkan perubahan.

Gimana, kamu siap jadi Enthusiast atau Inovator penggerak perubahan?