Innovation Matrix

Apa itu ekosistem inovatif, makhluk apa ini?ā£
ā£
Pernah dengar kata kolaborasi kan? Paling mudah mengemukakannya, hanya memang menantang tak semudah membalikkan tanganšŸ™Œ Ada proses panjang menumbuhkannyašŸŒ“
ā£
Sering kali kita juga gontokā€‘gontokan merasa paling unggul di wilayahnya masingā€‘masing. Merasa paling maju dibidang keilmuannya, paling hebat teknologinya, paling keren solusinya atau hebat karena memiliki talentaā€‘talentanya unggul.ā£
ā£


Pendekatan Inovasi Itu dapat dibagi menjadi 4 wilayah & bisa jadi ide kamu ngga jadiā€‘jadi solusi & kenyataan karena ternyata kita hanya fokus pada salah satunya saja. Wilayah itu meliputi ā£
ā£
1) Kecerdasan, menyangkut kemampuan berpikir & analisa serta kemampuan memahami realitas, ā£
ā£
2) Teknologi mencakup pendekatan & teknologi seperti alat, digitalisasi, metode, data sehingga memungkinkan sebuah inovasi dilakukan,ā£
ā£
3) Solusiā€‘solusi, menyangkut penguasaan methodologi, pendekatan baru serta tools yang membantu pada proses ā€œreality shapingā€ & ā£
ā£
4) Talenta, berfokus pada bagaimana memobilisasi para talentaā€‘talenta potensial mengembangkan keterampilan dan meningkatkan kesiapan timnya untuk membuat perubahan dengan mengadopsi caraā€‘cara belajar paling cocok untuk diberdayakan dengan meningkatkan kapasitasnya.ā£
ā£
Keempat wilayah tersebut ternyata memiliki irisannya šŸ§Jika ditelaah irisan kolaborasi ini menitikberatkan pada kemampuan kita untuk menguasai berbagai keterampilanā€‘ kolaboratif yang sudah tidak bisa dihindarkan lagišŸ„³
ā£
Nesta 2018 dalam tulisannya mengungkapkan kemampuanā€‘kemampuan ini meliputi; ā£
1) menyelenggarakan inovasi yang terbuka,
2) perkembangan yang positif, ā£
3) open making policy,ā£
4) action research,ā£
5) System thinking, ā£
6) kegiatan trandisipliner, ā£
7) Design Thinking, ā£
8) Human Centered Design, ā£
9) Living Labs,ā£
10) Service Design, ā£
11) UX Design & ā£
10) transformasi digital. ā£
ā£
Hal inilah yang menjadi kunci kemampuan kolaborasi interdisipliner kita, nyawa utama kolaborasi. Yuk belajar lagi!šŸš€šŸš€šŸš€ #agilitytransformation

Menjadi Abduktif

Masa menantang era Pandemik, untuk entrepreneur ini jadi kawah candradimuka berlatih ketahanannya. Jika ada pertanyaan kapan akan pulih lagi? Banyak riset menunjukkan bahwa saat normal itu masih panjang. Data usaha yang tutup semakin tinggi, tak terperhatikan, larut dalam naiknya jumlah penderita Covidā€‘19. Beberapa negara bahkan secara resmi mengatakan dalam resesi. Usahaā€‘usaha bergelimpangan, bagi yang timnya masih utuh, berjalan & ditemani ekosistem positif, beruntung sekali kalian.ā£
ā£
Saat sulit akan selalu hadir seiring dinamikanya, datang dengan beragam konteks seiring tumbuh. Ada rasa syukur dibalik ini, belajar lebih banyak tentang empati, kesempatan, berbagi kebaikan hingga mengumpulkan kekuatan kreatifitas tentang bagaimana mencapai sebuah goals dengan cara yang ā€œdipaksaā€ berbeda.ā£

ā£Sebuah hasil akan diracik dengan variabel yang beragam, apa yang dilakukan & bagaimana melakukannya. Dalam teori Kees Dorstā€™ reasoning pattern ada 5 pendekatan logika.ā£
ā£
1. Ideal. Kebanyakan kita diajari berpikir linear, tau apa yang dikerjakan, tau cara & tau seperti apa perdiksi hasilnya. Umumnya terjebak dengan cara pikir linear ini, sayangnya banyak variabel tak ideal karena kehilangan salah satu “what”, “how” atau “hasilnya”.ā£
ā£
2. Logika Induktif. Ini mulai banyak terjadi, seiring perkembangan jaman. Hal & cara yang sama dilakukan masa lalu belum tentu sama hasilnya sekarang. Saatnya bereksperimen! Berlatih kemampuan lateral. Coba aja dulu!ā£
ā£
3. Deduktif. Tau apa & tau yang dihasilkan, tapi belum tau caranya. Disinilah pentingnya ā€œSlow Thinkingā€ cari cara baru penting jadi kebiasaan baru, cara lama bisa jadi sudah usang.ā£
ā£
4. Abduktif. Kamu tau apa & cara yang diinginkan. Tapi ga tau sumber dayanya. berlatih melihat sekeliling. Contoh; tidak selalu dimulai dengan uang, kemampuan melihat potensi sekeliling bisa dilatih untuk menangkap momentum & memulainya.ā£
ā£
5. Abduktif II. Ingin sesuatu, tapi ga tau sumberdaya & caranya. Disini pentingnya ekstra slow thinking. Ketiadaan What & How bukan berarti menjerumuskan pada kegagalan, tapi ini adalah wadah yang kaya untuk belajar mencari What & membangun keterampilan How. ā£
ā£
Tetep istiqomah yaa
#agilitytransformation

Being Critical Vs Creative

Salah satu 21st Century Skills adalah kemampuan bepikir kritis, semalam ketika #unpadkokgitu trendingšŸ˜‚ saya menyikapinya sebagai media belajar bagi mereka, belajar dalam menyampaikan pemikirian kritisnya. Namun, bagi kampus hal ini juga menggugah pemikiran tentang proses pembelajaran yang diselenggarakan kampus untuk melatih lagi kapabilitas berpikir kritis civitasnya.ā£šŸ¤øšŸæā€ā™€ļø
ā£ā£
Merujuk literatur, ā€œCritical thinking is the ability to think clearly & rationally about what to do or what to believe. It includes the ability to engage in reflective and independent thinking. Someone with critical thinking skills is able to understand the logical connections between ideasā€ā£ā£šŸ˜Ž
ā£ā£
Sudah banyak dibahas bagaimana semestinya kampus membuat anakā€‘anaknya terlatih kemampuan berpikir kritisnya, namun rasanya ada yang kurangšŸ§ Ketika kritis pada aspek tertentu namun tak menawarkan cara bersolusi kreatif, terjebak luapanā€‘luapan hasil Fast Thinking yang membawa gelombang masalah barušŸ¤Æ
ā£ā£


Berpikir kritis, sebuah kemampuan menilai sesuatu menggunakan logika & hasil risetnya untuk mengambil keputusan yang baik, hanya saja kita perlu memperkayanya.
ā£ā£
Mengapa saya katakan ada perlu diperkaya? Karena sebuah pemikiran kritis perlu dilengkapi dengan solusi, hingga individu hadir juga dengan solusišŸ¤©
ā£ā£
Bersolusi juga ada ilmunya, ada skillsnya, salah satunya ā€œCreative Thinkingā€ kemapuan bergagasan, ideasi, mengkomunikasikannya hingga mengeksekusinya dengan baik.ā£ā£
ā£
Doyle, 2020 menuliskan, ā€œCreative thinking is the ability to consider something in a new way. It might be a new approach to a problem, a resolution to a conflict between employees, or a new result from a data setā€ā£
ā£
Yuk, kita sandingkan, Critical & Creative Thinking kamu, hingga lengkaplah anak bangsa sebagai individu yang tidak hanya pintar, namun juga cerdas!ā£ā£āœŠ
ā£
Jangan menjadikan generasi ini kaya akan kritik, tapi miskin solusi. Masih banyak waktu kita belajar aneka tools seperti juga terkait berpikir kreatif, melatih diri mengolah insight menjadi solusiā€‘solusi layak eksekusi.ā£ā£ Peer panjang dunia pendidikan, saatnya bangun bersama. PR besar kampus šŸ™Œ
ā£ā£
Yok hadir bawa solusi, kapan mulai bersua berlatih lagi? šŸš€

Berenang di Laut Biru

Blue! Era covid ini memang menantang. Bagi yang bertahan menekuninya pasti berujung dengan banyak insight, ide & bergegas mengurai ide gilanya jadi kenyataan. Era dimana banyak hal dengan kebiasaan baru mengundang banyak energi untuk segera melompatšŸ¤øā€ā™‚ļø
ā£
Mengingatkan pada prinsip Red Vs Blue Ocean. Bagi yang sering kali menggunakan pendekatan Blue Ocean, secara otomatis dalam pemikirannya muncul ragam ide membuat jenisā€‘jenis baru pasar. Dalam kesehariannya sudah biasa terlatih menjadi kreatif menciptakan jenisā€‘jenis permintaan baru & tak habiskan energi untuk selalu berkompetisišŸ¤Æ
ā£
Berbeda dengan yang selama ini memahami bahwa pasar selalu harus ditaklukan lewat kompetisiā€‘Red Ocean, memenangkan pangsa pasar yang sudah ada. Saat in saat yang tepat exercise untuk usaha jenis ini untuk lompat ke lautan biru, melatih kreatifitasnnyašŸš€
ā£


Menerapkan prinsipā€‘prinsip penting konsep Blue Ocean jadi pas untuk kembali memformulasikan lagi strategi & eksekusinya. Yuk kita latih menerapkan prinsipā€‘prinsip dasar Blue OceanšŸ‘Œ
ā£
1. Rekonstruksi kembali batasan pasar, caranya bisa dengan memetakan kembali beragam alternatif, halā€‘hal strategis, kelompok pembeli, produk komplementer, fungsi, emosi, orientasi & waktuāŒšļø
ā£
2. Fokus pada Big Pictures, jangan pada angka ya! Coba buat visualisasi rencana perubahan. Gambaran insipratif tentang bagaimana mencapai, strategi, komunikasi visual serta peta strateginyašŸ“ˆ
ā£
3. Market Sizing & takar resiko, istilahnya ā€œreach beyond existing demandā€ Coba tantang praktik2 konvensional, konsolidasikan permintaan dengan fokus pada 3 Tiers of Non Consumers seperti 1) ā€œSoonā€‘toā€‘beā€, 2)ā€œRefusingā€ & 3)ā€œUnexploredā€. Eksplorasi tiga lapisan non konsumer ini mendatangkan banyak insight barušŸŽ‰
ā£
3. Merumuskan tahapan strategi yang tepat. Buat value creation baru, petakan utilitas pembeli, ciptakan koridor harga & target biaya berdasarkan margin yang diinginkan, serta hambatan apa yang sekiranya akan muncul didepanšŸŽ¢
ā£
4. Atasi beragam hambatan dalam organisasi. Kuatkan leadership, atasi hambatan kognitif, sumberdaya, motivasi & politis. Secara lebih jauh bagaimana eksekusi dapat dilakukan dengan meningkatkan proses yang menghasilkan outcomes.ā£šŸŒ»

Semangkuk Bakso Ide

ā€œGuys, Kerja mulu! main sanaaā€¦ā€ ini sering sekali diutarakan pada tim. Main ini artinya berpetualang menemukan insightā€‘insigh baru, meredakan tensi pekerjaan dan mengeluarkan gagasan dengan baik dan lebih kaya karena bertemu dengan ideā€‘ide lain dari sudut pandang berbeda.

ā€œGuys sini ngobrol, sibuk kerja mulu!ā€
Kalimat ini juga kerap dilontarkan, tampaknya anakā€‘anak ini senang bekerja serial šŸ˜‚šŸ˜‚ dilain hal padahal mereka orangā€‘orang yang umumnya bisa multi tasking juga. Ngobrol itu penting! jangan cuma rapat tentang kerjaan aja ngobrolnya. Dalam obrolan kerap kali banyak hal tersingkap banyak titikā€‘titik pembuka untuk menjadi paham latar belakang pemilkiran seseorang sehingga paham konteksya lebih luas.

ā€œGengs, hayu makan bakso..ā€ Hahah ini juga sangat frekwentif dilakukan. Topik ini buat berlatih mencicipi resep sekaligus berlatih ā€œcustomer journeyā€ yang sesungguhnya. Belajar sesungguhnya bahwa experience adalah Value Proposition terbaik. Diluar itu perjalanan menuju warung bakso adalah keadaan otak paling relaks karena isi kepala diisi dengan bayangan akan bakso yang nikmat. Nah disini lah kita bisa masuk menyelipā€‘nyelipkan pesan yang sarat makna dengan mudah karena suasana yang menyenangkan.

ā€œGuys, udah sampe mana, ada yang bisa dibantu?ā€ Walau ditengah kesibukan padat rehat menghampiri kawan tim di meja atas dan menawarkan bantuan adalah salah satu cara rehat yang baik loh. Artinya, kita beralih dari topik yang memuncak, skip dl beralih membantu orang lain. Switching ini juga baik dilakukan, karena kepala kita diarahkan untuk beralih singkat dengan niat ā€œmembantuā€ menawarkan ā€œkebaikanā€ salah satu cara refresh otak bekerja, tapi harus ikhlas yaaa sungguhā€‘sungguh. kebiasaan ini juga akan membawa perubahan kultur bekerja yang makin baik, karena engagementnya makin kuat!

ā€œGengs hayu solat bareng!ā€ Air wudlu & perbincangan kala usai berjamaah ketika memasang sepatu kembali biasanya juga medatangkan ideā€‘ide baru yang tak diduga. Walau duduk setengah jongkok, obrolan ringan biasanya malah membawa gagasan besar, hayu eksekusiii!

Jeda itu macamā€‘macam bentuknya, tak usah yang rumitā€‘rumit selagi membiasakannya.

Lateral Thinkers

Merasa berbeda karena nilaiā€‘nilainya tampak tak terwadahi dalam ukuranā€‘ukuran konvensional sebenarnya kerap kali terjadi. Kerap juga terjadi ketika kreatifitas dipaksakan diukur dengan caraā€‘cara konvensional, sudah pasti tak terwadahi. Apalagi ukuran penilaiannya dibuat dari sudut pandang vertikal. Kreatifitas itu lateral, tak mungkin diukur vertikal. Jika dipaksakan juga semakin banyak anakā€‘anak kita yang tersingkir merasa ā€œbodohā€ karena dipaksakan dinilai dengan alat ukur yang tak relevanšŸ™Œ

Menjadi kreatif adalah sebuah usaha untuk tetap relevan dengan jaman, begitu pula dengan pemikirannya, untuk menjadi inovator yang tidak berhenti pada sebuah titik inovasi yang dibuatnya namun dapat melompat melahirkan inovasiā€‘inovasi baru. Jangan berhenti menemukan pola baru karena terjebak pola lama yang sempat menjadi “best practice” pada masanya yang tak lagi relevan pada konteks jaman yang berbedašŸŒ


Pendekatan #LateralThinking, kami bahas hari ini bersama The British Council dalam bahasan tentang Growth Mindset. melatih kemampuan berpikir lateral adalah salah satu cara menumbuhkan Growth MindsetšŸ¤øšŸæā€ā™€ļø. Hal ini sangat bisa dilatih dengan berbagai macam cara., antara lain;

1. Buka pintu seluasā€‘luasnya berbagai kemungkinan.
2. Coba ekseskusi ide & peroleh insight darinya, lompat lagi pada ide lainnya.
3. Fokus pada pergerakan bahwa ide itu bertumbuh.
4. Selalu cari perspektif lain, belajar menyimak, beranikan diri untuk mendengar halā€‘hal yang berbeda dari sudut pandang lain.
5. Asah lagi kemampuan nalar dengan pertanyaanā€‘pertanyaan yang provokatif menantang.
6. Cari aneka cara baru setiap menyelesaikan sebuah pekerjaan, hatiā€‘hati terjebak pola yang tak disadari kita menggunakan pola yang sama dalam waktu lama.
7. Coba dulu halā€‘hal yang relevan & tidak, belajar menempatkannya dengan konteks berbeda. Siapa tau perbedaan konteks akan membawa sebuah hal irrelevant menjadi relevan!
8. Jangan ragu buka pemikiran & memperoleh beragam peluang, banyakā€‘banyaklah bertanya!
9. Di dunia nyata pasti banyak batasan, tapi ingat bahwa kreativitas itu tanpa batas! Begitu kita mengenal keterbatasan, disitulah sebenarnya kita mulai menyerah untuk tetap kreatif.šŸ’„šŸ’„

Vertikal X Lateral

Pertentangan cara berpikir memang kerap kali timbul, entah ditempat bekerja atau tempat lainnya.ā£ Punya cara berbeda kerap kali dicap salahšŸ§
ā£
Kemampuan berpikir kerap kali dilatih di institusi pendidikan selama ini dengan kemampan berpikir vertikal, mengikuti polaā€‘pola baku & merujuk pada satu atau beberapa cara saja yang dianggap benar atau biasa dilakukanšŸ˜¤
ā£
Tak heran lembaga pendidikan justru menjadi lembaga menjadi penyumbang terbesar melahirkan pemikiranā€‘pemikiran berpola lama dan tak kreatif (de Bono, 2010)ā£
ā£
Ketika setiap kelas diarahkan untuk mengasah hanya pada kemampuan berpikir konvergen, memilih alternatif yang ada, tidak menyeimbangkan dengan membuka pemikiran divergen, yakni mengembangkan anakā€‘anak didiiknya untuk mengembangkan wawasan menemukan berbagai alternatif barušŸ¤Æ
ā£
Pada awalnya mungkin kita adalah seorang pembelajar, hingga pada satu titik kita merasa bisa & berhenti mendengar. Pada titik inilah kita mulai tak sadar bahwa kita kehilangan kemampuan berpikir kreatif. Atau memang dari awal kita tak pernah belajar membuka peluang halā€‘hal baru masuk pada kepala kita, apalagi jika kita berada di suatu tempat bekerja dalam jangka waktu lama tak terasa lupa membuat lingkaranā€‘lingkaran pertemanan baru.šŸ¤©

Terhentinya input baru pada cara pandang & kerja kita inilah, yang menyebabkan makin kuatnya Vertical Thinking kita, makin jauh dari kemampuan berpikir lateral / kreatif. Pengalamanā€‘pengalaman, teman, ilmu, sumber daya & titikā€‘titik baru yang ditemui akan memperkaya referensi melahirkan sebuah solusi baru inovatif kala yang lain terjebak pada jalan buntu tak menemukan jalan keluar karena pola lama tak memungkinkan keluar alur dimana kreatifitas justru memperkenankan alur baru yang tak diduga jalannya, bahkan diakhir solusi, hal diluar dugaan akan terjadi melebihi harapanšŸš€
ā£
Kemampuan berpikir lateral kerap berbenturan dengan birokrasi, karena birokrasi kerap kali diturunkan dari cara berpikir vertikal. Mengutamakan cara yang sama ketimbang tujuannya. Berbeda dengan cara lateral, cara baru justru bebas dilakukan hingga goals tercapai & menghasilkan halā€‘hal beyond tanpa melanggar prinsipā€‘prinsip fundamentalnyašŸ˜

Ngga Semua Kreatifitas Itu Berwujud Produk

Awalnya sering bingung/mider bergaul dengan para penggiat kreatif, karena kawanā€‘kawan luar biasa ini hadir dengan produk2 kreatif yang keren! Apalagi pemerintah juga kerap kali mengkotak2an kreatifitas dengan 16 subsektor kreatifnya. Terus saya bertanya, “saya dimana ya?” Tak satu pun masuk ke dalam pilarā€‘pilar ini, ga ada! Artinya golongan saya ga kreatif dong? ā£šŸ§
ā£
Padahal kreatif itu tak perlu selalu berpola, bahkan kreatifitas biasanya keluar dari pola yang ada, namun impactā€‘nya besar. Orangā€‘orang kreatif tak melulu perlu diidentifikasi dengan halā€‘hal fisik, tapi juga halā€‘hal non fisik seperti pemikiran yang mendatangkan paradigma & cara baru menuju sebuah tujuan muliaā¤ļø
ā£
Kerap juga dikotomi kreatifitas & inovasi dikaitkan dengan barang visual canggih, terlihat kasat mata! Pemikiran kerap kali tak dirasa sebagai produk kreatif. Bahkan beberapa program pemerintah selalu meminta ā€œmana produknya?ā€ literally produk yaa! ā€œProduk kami pemikiran pak!ā€ “Oh gitu, maaf ga bisa ngga ada slotnya!”ā£šŸ¤·ā€ā™€ļø
ā£
Penggiat kreatif hadir sesungguhnya karena kemampuannya berpikir kreatif, seperti dikemukakan dalam bukuā€‘buku Edward deā€™Bono yang mengungkapkan banyak hal tentang Lateral / Creative Thinking. Pemikirannya mengungkapkan mengapa kerap kali seorang kreatif memiliki optimisme tinggi & jika bergagasan memecahkan masalah punya cara yang berbeda yang tak diduga! Menemukan pola yang keluar dari pola tradisionalšŸ™…ā€ā™‚ļø


ā£Saya gemar sekali dengan #LateralThinking ini, konsep yang menjawab mengapa seseorang kreatif memiliki cara memecahkan masalah menggunakan pendekatan tak langsung & kreatif melalui penalaran yang tak terburuā€‘buru, “Slow Thinking” istilahnya. Melatih kepalanya meraih ideā€‘ide yang mungkin tidak dapat diperoleh hanya dengan menggunakan pola logika tradisionalšŸ™Œ
ā£
Cara berpikir ini beda dari pemikiran kritis yang merujuk pada ā€œjudging the true value of statements & seeking errorsā€, sedangkan berpikir lateral berfokus pada ā€œmovement valueā€ dari sebuah pernyataan & idešŸ¤©
ā£
Biasanya Ia menggunakan pemikiran lateral untuk berpindah dari satu ide yang diketahui ke ide baru yang menghadirkan solusi. Besokā€‘besok kita bahas lebih detail tentang ini ya! Tunggu yaa besokšŸš€

Proses Kreatif

Kerap mempresentasikan gambar proses kreatif ini pada kawanā€‘kawan, kemudian menorehkan garis merah diatas ā€œValley of deathā€ ini sebagai jembatan dimana kita dapat melaluinya & tidak terlalu dalam terjebak lagi dalam ā€œlearning the hard wayā€. Untuk itu perlu ekosistem agar kita mampu melaju pada keberhasilan yang dituju. Coretanā€‘coretan ini adalah temuan empirik, temuanā€‘temuan asli yang dilakukan dilapangan selama inišŸ§—ā€ā™‚ļø
ā£
Kebiasaan kami jika ada temuan dilapangan, tak segan kami cari literaturnya seperti apa sih, apa bener kayak gini keadaannya? Ternyata temuan dilapangan dapat dikomparasi pada rujukan ilmiah menarik, apalagi ini diilustrasikan sangat baik dalam sebuah teori menajemen perubahanšŸ¤”
ā£
Sebuah perusahaan bernama G2G3 di  Edinburgh, UK megeluarkan ilustrasi yang brilian! Melengkapi pemahaman bagaimana ekosistem dapat membantu sebuah perjalanan perubahan lebih baik lagišŸ¤©
ā£
Sebuah perubahan selalu berawal dari keterkejutan, diikuti dengan penyangkalan, kemarahan, depresi, penerimaan hingga keadaan menjadi lebih baik kemudian. Tahapan ini adalah tahapan dimana seseorang melalui proses kreatifnya menuju perubahanšŸ¤
ā£


Perasaanā€‘perasaan ini memang lazim terjadi seiring dengan proses manajemen perubahan dimana fasenya terdiri dari 1) Discover, 2) Visualize, 3) Engage, 4) Enable dan 5) Embed. Dalam sebuah perubahan memang perlu diawali dengan mendatangkan proses transformasi, yakni halā€‘hal baru seperti Tools, Proses, Budaya dan Restrukturisasi dan berakhir pada kesiapan dimana tim menjadi berdaya, komit, tercapainya ROI dan terwujudnya berbagai benefit.šŸ¤øā€ā™‚ļø
ā£
Pada setiap fase perubahan, memang setiap organisasi perlu menghadirkan program deliverabelsnya, hingga penting mencapai outcomes yang ditarget pada setiap tahapannya hingga ia berhasilšŸ™Œ
ā£
Bagaimana menarik garis merah berupa jembatan agar kita tak terlalu mengeluarkan energi terlalu extra dan berujung kelelahan. Disinilah kita perlu membangun dan terjalin dengan ekosistem dimana dalam setiap perjalanan sebuah perubahan perlu menghadirkan ā€œChange Initiationā€ yakni ikut aktif berpartisipasi, mau memahami, berinteraksi, bertahan dan komit pada proses.ā£
ā£
Gimana, siap melakukan perubahan?

Inovasi!

Apa itu ekosistem inovatif, makhluk apa ini?ā£
ā£
Pernah dengar kata kolaborasi kan? Paling mudah mengemukakannya, hanya memang menantang tak semudah membalikkan tanganšŸ™Œ Ada proses panjang menumbuhkannyašŸŒ“
ā£
Sering kali kita juga gontokā€‘gontokan merasa paling unggul di wilayahnya masingā€‘masing. Merasa paling maju dibidang keilmuannya, paling hebat teknologinya, paling keren solusinya atau hebat karena memiliki talentaā€‘talentanya unggul.ā£
ā£


Pendekatan Inovasi Itu dapat dibagi menjadi 4 wilayah & bisa jadi ide kamu ngga jadiā€‘jadi solusi & kenyataan karena ternyata kita hanya fokus pada salah satunya saja. Wilayah itu meliputi ā£
ā£
1) Kecerdasan, menyangkut kemampuan berpikir & analisa serta kemampuan memahami realitas, ā£
ā£
2) Teknologi mencakup pendekatan & teknologi seperti alat, digitalisasi, metode, data sehingga memungkinkan sebuah inovasi dilakukan,ā£
ā£
3) Solusiā€‘solusi, menyangkut penguasaan methodologi, pendekatan baru serta tools yang membantu pada proses ā€œreality shapingā€ & ā£
ā£
4) Talenta, berfokus pada bagaimana memobilisasi para talentaā€‘talenta potensial mengembangkan keterampilan dan meningkatkan kesiapan timnya untuk membuat perubahan dengan mengadopsi caraā€‘cara belajar paling cocok untuk diberdayakan dengan meningkatkan kapasitasnya.ā£
ā£
Keempat wilayah tersebut ternyata memiliki irisannya šŸ§Jika ditelaah irisan kolaborasi ini menitikberatkan pada kemampuan kita untuk menguasai berbagai keterampilanā€‘ kolaboratif yang sudah tidak bisa dihindarkan lagišŸ„³
ā£
Nesta 2018 dalam tulisannya mengungkapkan kemampuanā€‘kemampuan ini meliputi; ā£
1) menyelenggarakan inovasi yang terbuka,
2) perkembangan yang positif, ā£
3) open making policy,ā£
4) action research,ā£
5) System thinking, ā£
6) kegiatan trandisipliner, ā£
7) Design Thinking, ā£
8) Human Centered Design, ā£
9) Living Labs,ā£
10) Service Design, ā£
11) UX Design & ā£
10) transformasi digital. ā£
ā£
Hal inilah yang menjadi kunci kemampuan kolaborasi interdisipliner kita, nyawa utama kolaborasi. Yuk belajar lagi!šŸš€šŸš€šŸš€ #agilitytransformation