Superstar & Rock Star

Menurut Kim Scott, dalam buku Radical Candor, ada dua jenis “bintang” dalam tim, Superstar & Rock Star.

Rock Star, golongan yang bisa diandalkan & tak benar-benar ingin bergerak ke atas / depan, tak tertarik dengan peran baru / tanggung jawab tambahan. Mereka terus melakukan pekerjaan dengan senang hati & sungguh-sungguh selama kita tak mengacaukannya.

Kesalahan umum dalam menganggapinya adalah dengan menanggapinya sebagai individu kurang ambisus. Padahal justru Ia akan membantu mendorong keunggulan & stabilitas tim. Mereka konsisten & bisa diandalkan & melakukan pekerjaan hebat & puas melakukan hal yang sama dalam wakatu lama dengan konsisten.

Lain dengan Superstar, senang tantangan baru, ambisius adalah kekuatan penting pertumbuhan tim. Ia banyak menantang status quo, punya jalur karir yang tajam karena terdorong untuk menambah tanggung jawab. Mereka berada pada lintasan pertumbuhan yang sangat dinamis, hingga mereka biasanya tak bertahan lama di tim kita.

Anggota tim kita bisa masuk & keluar dari kategori mana pun, bisa berubah. Keduanya sama-sama mampu bekerja hebat. Perbedaan utamanya ada di jalur perkembangan yang diinginkannya.

Untuk Rockstar, jangan langsung mempromosikannya. Bergantung pada situasi hidup mereka, mereka mungkin punya alasan yang benar-benar sahih untuk tidak menginginkan promosi, yang mereka butuhkan adalah bisa memperdalam keahliannya.

Jika organisasi terfokus pada promosi, Rockstar akan merasakan tekanan yang tidak perlu untuk pura-pura jadi superstar, bisa merasa malu / gagal karena ingin tetap dalam peranannya. Kita perlu pastikan bahwa Rock Star dihormati (& diberi kompensasi) sama seperti superstar. Bayar secara setara & ingatlah untuk memuji Rockstar sama seperti rekan superstarnya.

Untuk Superstar, tawarkan mereka tantangan yang lebih besar. Dorong mereka untuk berpikir besar & jadi kekuatan perubahan. Pastikan tidak menekan ide-idenya & ketika tiba waktunya untuk mempromosikan, buatlah beberapa alternatif layak, pastikan punya rencana suksesi untuknya

Keduanya berharga, coba bedakan & buatlah rencana pertumbuhannya. Cari peluang bagi superstar u/menghadapi tantangan baru & Rockstars u/ memperdalam keahliannya.

Co-Creation, Radical Collaboration

Istilah Co-Creation tentu sudah familiar. Berkolaborasi bersama mitra & konsumen untuk menghadirkan solusi yang lebih kontekstual bagi kebutuhan pelangganā¤ļø

Dalam konteks bisnis, merujuk pada proses perancangan produk & jasa, proses ini melibatkan konsumen untuk mendapatkan input penting dari awal hingga akhir. Terminologi ini juga digunakan sebuah bisnis yang memperkenankan konsumennya memasukkan gagasan dalam desain & kontennya. Hingga usaha yang dibangun tak akan kehabisan ide produk yang ingin diciptakannya, mendekati masalah dari perspektif baru dan menghasilkan produk & proses yang lebih baikšŸ„‡

Beberapa jenis Co-creation yang sering dikemukakan antara lain ;
1. Collaborating: open contribution, customer-led selection
2. Tinkering: open contribution, firm-led selection
3. Co-designing: fixed contribution, customer-led selection
4. Submitting: fixed contribution, firm-led selection

Proses kolaborasi bukan hanya untuk mewujudkan sebuah produk yang dibuat bersama, namun lebih kompleks karena co-creation diwujudkan untuk melahirkan model bisnis baru yang diperlukan sebuah bisnis untuk dapat memenuhi kebutuhan pasar dengan segala keterbatasan & kelebihan pihak-pihak yang akan bersinergi. Uniknya, kolaborasi model bisnis dilakukan pada bisnis-bisnis yang bisa saling berbeda, bertolak berakangan atau bahkan kompetitor sekalipun dimana dimasa lalu ini dirasa tak mungkinšŸ¤Ø

Semakin banyak model bisnis individual akan membentuk ekosistem yang saling berhubungan, membentuk proses baru & menghasilkan layanan yang benar-benar berbeda.

Lebih menarik bahwa dalam ekosistem bisnis sangat memungkinkan bahwa bisnis akan saling mengakselerasi, tak sikut-sikutan saling mematikan (idealnya). Lebih menarik lagi bahwa dalam sebuah ekosistem tak perlu memaksakan ada yang perlu tampil jadi pemimpin, Ia akan berlomba menuju visinya masing-masing dalam lingkungan keterhubungan yang saling menyehatkanšŸ„³

Dimasa depan ini akan menjadi tren yang dinamakan Black Ocean, bukan lagi merah atau biru. Tempat dimana terjadinya beragam bentuk Radical Collaboration. Terhubungnya aktor-aktor yang semula tak berhubungan, jadi saling terkoneksi & melompatkan kemajuan eksponensialšŸš€

Bergagasan untuk Bersolusi

Percakapan menarik kemarin bersama kawan-kawan TLE Digital, ā€œGuys, jika duduk berhadap-hadapan baiknya tidak ada laptop diantara kalian, baiknya bergagasannya dilakukan dengan berinteraksi satu sama lainnya sambil berdiri, tunjukkan ekspresi wajah dan antusiasmenya. Biasakan juga sticky-notes dan spidolnya siap ditangan. Undang kawan lain untuk bergagasan, hadirkan ide-ide gila dan iterasikanā€šŸ˜µā€šŸ’«šŸ˜µā€šŸ’«

Proses bergagasan adalah proses yang penting, menghindari bias dan kebingungan yang sesungguhnya tidak perlu. Kebingunggan muncul karena biasanya kita membatasi diri dalam sumberdaya yang itu-itu aja, kurang divergen, atau bahkan tidak divergenšŸ¤ÆšŸ¤Æ

Proses bergagasan perlu diawali dengan ā€œThe Beginers Mindsetā€. Dalam pola pikir pemula biasanya akan banyak membuka peluang yang banyak, menghadirkan banyak pilihan tak banyak kebingungan hadir karena buntu. Jikapun merasa tidak buntu, bergasasan sendiri atau tak terhubung satu sama lainnya akan banyak mengundang asumsi. Umumnya 80% asumsi menunjukkan kekeliruan.šŸ˜±šŸ˜±

Proses kreatif memang selalu berawal dari ambiguitas, jangan menuntut kejelasan diawal. Jalankan prosesnya dengan mindful, nikmati proses pergeseran dari beragam ambiguitas pada kondisi clarity. Basic Design Thinking adalah menggeser ambiguitas ke clarity.

Proses yang kerap menyebabkan kebuntuan adalah ketika diawal kita tak komit melakukan proses penting ā€œCollecting Insightā€ Makanya disebut proses yang divergen. Cari orang lain, sudut pandang lain, referensi, beranjak dari kursi dan temui orang, angkat telp dan hubungi orang lain, buka pintu dan beranjaklah keluar temui banyak orang. Ini adalah proses awal riset penting pencarian insight, menajuhi asumsi yang kemudian paham konteks dan tantangannya.šŸ¤”šŸ¤”

Setelah itu baru bergerak cari gagasan untuk bersolusi, jangan lupa. Pada fase ini juga banyak libatkan orang lain, tanya dan validasi. Iterasi hingga matang, nilai dengan purwarupa hingga Ia cukup sempurna untuk menyelesaikan permasalahannya. Orang menjadi tertarik untuk bergabung karena akan banyak menghadirkan manfaat baginya. Jangan buru-buru bersolusi, jalanin aja prosesnya dengan mindful.šŸ˜‡šŸ˜‡

Radical Collaboration

Perkembangan teknologi tak dipungkiri sangat cepat membuat beragam perubahan terwujud. Baru saja kita digiring ke Blue Ocean Strategy, kita sudah disuguhi Black Ocean! Apa lagi ini?

Inovasi model bisnis kali ini tak lagi mempan dilakukan sendiri, meski kata-kata kolaborasi sudah lama didengungkan untuk senantiasa dilakukan. Bedanya saat ini adalah bentuk-bentuk Radical Collaboration. Menghubung-hubungkan aktor yang tak selalu harus berhubungan dalam proses bisnis kita saat ini, melompatkan kemajuan eksponensial.

Merancang sesuatu tak melulu terkait produk, level berikutnya adalah merancang model bisnis & level tertingginya adalah kemampuan merancang ekosistem bisnisnya. Merealisasikan Unique Value Proposition yang baru hasil kolaborasi beragam aktor dalam sistem, berinteraksi satu sama lainnya.

Bagaimana kita mampu merancang interaksi antara kekuatan ekosistem inovasi, ekosistem pengetahuan & ekosistem data hingga membawa beragam kemajuan di masa depan?

Untuk mendapatkan lompatan Radical Collaboration melalui eksosistem bisnis, memang setidaknya perlu menguatkan 5 pilar sbb (Lerwick,2022);

1. State of mind; Bagaimana mengasah kemampuan elaborasi Design Thinking Mindset & System Thinking Mindset. Mampu berempati sekaligus paham dari perspektif yang lebih tinggi, paham keterkaitan antar aktor & outcomes dari keterkaitannya.

2. Design Mindset; Bagaimana meyakini bahwa fungsi iterasi & eksperimen adalah bagian dari proses penting melahirkan solusi, memahami pengalaman langsung dari hati konsumennya.

3. Address Unknown Market Opportunity; Bagaimana kita berani melihat peluang pasar yang bahkan belum diketahui sekalipun. Eksplorasi berdasarkan perilaku dan kebutuhan konsumen, dikembangkan bersama aktor lain berhubungan & berkolaborasi.

4. Realization of Black Ocen Strategy; Aktor-aktor dalam sistem memiliki kerangka kerja terbaik untuk merealisasikan value proposition barunya.

Jangan tergopoh-gopoh berubah yaa,Ingat yaa, kita ini bertransformasi.

Ada sumbu waktu yang perlu diperhatikan, ada manusia yang perlu didampingi. Lakukan dengan strategi terkukur, bukakan pintu-pintu kolaborasi, tumbuhkan semangat belajar & pastikan konsistensi. Tetap semangat!

Difusi Inovasi

Menginisiasi sebuah usaha berbasis inovasi, atau Strat-up memang sebuah perjalanan yang bukan sekedar perubahan mindset. Ia bermula dari keyakinan bahwa temuannya dapat memberikan jawaban dari sebuah masalah atau peluang baik dimasa yang akan datang.

Dalam perjalanannya, justru Ia membawa mindset baru bagi sekelilingnya dan ini lah awal perjuangan panjang meyakinkan sekeliling, bahkan timnya untuk memiliki keyakinan dan mindsetnya yang sama. Belum lagi Ia kemudian perlu banyak menebarkan gagasannya, meyakinkan pihak lain, berargumen dan terkdang dengan berat hati menyesuaikan idealismenya dengan realita demi mewujudkan visinya.

Perjalanan panjang ini cukup terwakilkan oleh serial seru Netflix terbaru, The Playlist. Menggambarkan perjalanan panjang Spotify menjadi sebuah startup yang inovatif.

Rangkaiannya sangat menarik buat yang into sama pergerakan bagaimana membuat usaha yang inovatif bagaimana merangkai perjalanannya

1. Menuangkan Visi
2. Menemukan & meyakinkan industri
3. Memperjuangkan legal standing yang kuat
4. Mengandeng tim Hacker terbaik
5. Mencari mitra yang se visi
6. Merangkul artis & mempercepat influece.

Karena sifatnya adalah Inovasi, maka perjalanan mendifusikannya memang adalah perjalanan yang panjang, Kita perlu punya nyali & konsisten hingga tujuan.
1. Inovasi berawal dari rasa yakin, teknis mewujudkannya akan terurai dalam proses problem solving yang panjang.
2. Inovasi perlu ekosistem, sayangnya ditahap awal sekeliling dipastikan belum bisa menerima cara pandang & berpikir hal baru.
3. Kebaruan, sering kali bertentangan dengan hukum, karena konteks jamannya berbeda. Hukum seringkali tak relevan dengan jaman, apalagi diera VUCA.
4. Tim yang dibangun dengan pendekatan baru, tak ada hierarki & dibangun dengan rasa percaya. Ga semudah itu dalam perjalannya!
5. Puluhan atau ratusan kali akan presentasi depan mitra & gagal, tak usah khawatir, ini jalan belajarnya.
6. Seorang early adopters terkenal luas akan membantu poses difusi inovasi.

Valaupun kita bisa jadi founder atau bagian lainnya, siapkan kepala yang terbuka, keberanian yang dirawat dengan optimisme dan Grit! konsistensi yang kuat sepanjang perjalannnya. #tleecosociopreneur

Pastikan Redefinisinya Valid Ya!

Era Digital, era dimana banyak miskonsepsi karena semua tiba-tiba menjadi ā€œSi Paling Aplikasiā€ atau beragam pertanyaan terkait bagaimana ā€œmengakselerasi ads melalui proses marketing online?ā€

Sesungguhnya, ngga sesederhana itu, ada hal fundamental penting dipahami bahwa adalah bahwa:
1. Bagaimana sesungguhnya proses bisnis barunya?
2. Realita kondisi di lapangan bagaimana simpul-simpulnya terkoneksi?
3. Perubahan apa yang terjadi pada perilaku konsumennya?
4. Definisikan ulang kebutuhan konsumen yang relevan dengan jamannya.

Perubahan era akan berdampak pada perubahan banyak hal, apalagi era digital segala sesuatunya jadi terhubung. Bahkan banyak hal berbeda parameter keterhubungannya. Seperti contohnya
1. Jika dahulu ā€œjauhā€ solusinya “didekatkan”, saat ini jadi ā€œterhubungā€.
2. Jika dahulu ā€œlamaā€ solusinya ā€œdipercepatā€ , jadi ā€œdipastikanā€.
3. Jika dahulu ā€œlelahā€ solusinya berikan waktu, saat ini dijawab dengan ā€œeksplorasiā€
4. Jika dahulu ā€œbertemu, saat ini ā€œconnectedā€

Banyak hal perlu didefinisikan, era berubah dibersamai dengan perilaku yang juga berbeda, karena keterhubungan menjadikan segala sesuatu perlu dimaknai dengan cara barunya.

Perbicangan kemarin dengan @mashakmal Program Director di @thelocalenablers Bercerita tentang Cloud Kitchen pertama di Indonesia. Pizza Hut Delivery (PHD).

Mengapa Pizza Hut bertransformasi menjadi PHD bahkan jauh sebelum pandemik terjadi? Karena PHD berhasil meredefinisikan kebutuhan pelanggan saat ini, ā€œBahwa Pizza bukan lagi makanan yang enak dinikmati dengan cara Dine-in di restoran, tetapi Pizza adalah makanan teman kumpul-kumpul bersama keluarga atau teman, menemaminya nonton bersama di rumah atau acara-acara yang menitikberatkan bagaimana meningkatkan mood, kebahagiaan & kebersamaan pada pertemuan-pertemuan tsbā€

Keberhasilan PHD dalam memahami perubahan konsumen inilah yang membuat mereka bisa melesat dengan proses transformasinya & berhasil merajai pasar Pizza dengan perubahan perilaku konsumennya.

Yang lebih penting saat ini adalah paham dulu bagaimana konsumen melakukan shiftingnya, lalu pastikan hadir dengan inovasi proses bisnsnya, baru lakukan digitalisasinya.

Pastikan redefinisinya valid ya!

Innovation by Design

Ketika kreatifitas sulit bergeser jadi sebuah inovasi bisa jadi terdapat banyak aspek yang luput dari perhatian bahwa setelah kreatititas ada langkah lanjutan untuk memastikannya menjadi inovasi.

Sebuah inovasi memang perlu ditumbuhkan, kami menyebutnya sebagai Innovation by Design. Hal ini juga terkait kultur yang perlu dibangun, menghantarkan kreatifitas sampai hingga terwujdnya inovasi. Ada tiga tahap penting menggeser kreativitas menjadi inovasi, coba analisis ada gap dimanakah pergerakan kita hingga sulit menjadikan inovasi berkelanjutan?

Zana 1. Tempat Kerja
Mengapa perlu by design & apa kaitannya dengan kultur? Banyak Inovasi tidak dimulai karena justru wokspacenya tidak kreatif. Inovasi biasanya dimulai dari ruang tempat kita berkarya, apakah ruang-ruangnya berisi ambience krerativitas? Diamana inisiatif bisa tumbuh subur. Maka diruang-ruang itulah keterampilan kreatif, motivasi, mood, mindfulness, lingkungan & kompetensi bisa membuncah bebas. Apakah zona 1 ini sudah ada ditempat kamu bekerja?

Zona 2. Merawat.
Kreativitas perlu dirawat dalam perjalanannya agar kemudian menjadi kenyataan, terbangun monetisasinya.& terserap pasar. Nah pada zona ini kita perlu terampil menguatkan Why-nya, ritual & toolsnya. Memastikan proses validasinya dengan kerangka Design Thinkng, menguji pasarnya dengan Lean Startup, membumikannya dengan Design Sprint & memastikan gagasan tervalidasi dengan beragam iterasinya.

Zona 3. Mengembangkan
Gagasan yang berhasil divalidasi baik masalah & pasarnya tak berhenti disitu, karena dalam pengembangannya ada fase lain seperti founders-fit, market-fit & business model fit. Ini jadi tantangan selanjutnya bagaiman membuat gagasana berwujud, menjadi solusi, terserap pasar & memastikan kemandirian dan keberlanjutannya. Memonetisasinya & menjadikannya inovasi berkelanjutan.

Organisasi kita bisa saja organisasi yang kreatif tetapi tak sanggup memonetize di ujung karena Ia tak mampu merawatnya, tak adaptif & mengawalnya jadi inovasi. Begitu pula kebalikannya, bisa jadi kita menghasilkan inovasi, tapi bukan berasal dari kultur & skills yang dibangun, hingga inovasinya berasal dari satu pihak saja kemudian terancam keberlanjutannya.

Bagaimana, siap Going The Extra Miles?

Going extra miles. Bekerja di zona aman, tidak banyak dinamika, nyaman dan sentosa banyak jadi idaman karena tak banyak peluang terjadinya chaos. Namun dalam jangka panjang sering kali menjadi tantangan karena ternyata berada di zona nyaman lama kelamaan menjadikan kita menjauh dari eksplorasi, jauh dari momentum yang seharusnya terbangun dan melompatkan organisasi jadi lebih baik.

Going To The Extra Miles artinya melakukan sesuatu yang lebih, biasanya bentuk eksploratif demi tercapainya sebuah tujuan. Sering kali hal ini diluar jobdesc-nya tapi tentu ini akan membawa kita pada kondisi yang lebih baik, berhasil melakukan hal yang ā€œlebihā€, bukan karena cari muka ya! Agak sulit mengukur ini dengan KPI karena proses kualitatifnya tak tercatat dalam target. Hasilnya pun lebih sering berupa outcomes dari pada output yang seringkali organisasi tradisional lakukan.

Going the extra miles akan memacu kita untuk melakukan tanggung jawab & memompa kapasitas diri lebih besar lagi. Melakukannya secara konsisten akan menumbuhkan budaya baru, akan tercipta lingkungan kerja yang isinya bisa jadi saling dukung.

Dalam bidang psikologi & manajemen, ini disebut sebagai organizational citizenship behaviour (OCB), perilaku ini sangat menguntungkan dua pihak, baik individunya ataupun perusahaan. Individu yang go the extra mile cenderung mendapatkan outcomes yang lebih baik performanya dengan usaha lebih dalam bekerja sehingga Ia bisa melaju lebih depan daripada yang lain.

Bagaimana kita bersedia untuk melakukan hal-hal di arena baru yang konsekuensinya bisa mengeluarkan upaya lebih untuk bisa melaksanakannya yang ā€œtidak biasaā€

Tak banyak orang yang mau masuk ke wilayah ini, karena banyak tantangan & kemungkinan salah & risko yang tak bisa diantisipasi. Apalagi dengan bayangan akan banyak waktu, tenaga & biaya yang akan timbul.

Namun ketika kita berkata terkait hasil, maka tentu hasilnya akan sangat optimal dan berlipat dari sebelumnya. Akan banyak menemukan blind-area yang menantang, tapi memang banyak peluang yang bisa terbentuk. Gimana, siap Going The Extra Miles?

Creative Confidence

Sebuah buku bertajuk dua kata di atas menggambarkan bagaimana sebuah proses kreatif menumbuhkan ā€œcreative muscleā€ yang kuat untuk mendorong sebuah perubahan yang besar.

Terdapat delapan langkah bagaimana kita bermula untuk bergeser agar creative confindece membesar dan menguat;

1.Flip!
menjadi empati
(From Design Thinking to Creative Confidence)

2.Courage!
Mebangun Keberanian
(From Fear to Courage)ā£
Dari banyak gagal jadi berani

3.Spark!
Menggali Insight
(From Blank page to Insight)ā£

4.Leap!
Aksi!
(From Planning to Action)ā£

5.Seek!
Passionate!
(From Duty to Passion)ā£

6.Team!
Membangun Tin
(Creatively Confident Groups)ā£

7.Move!
Bergerak
(Creative Confidence to Go)ā£

8.Next!
Berlanjut.
(Embrace Creative Confidence)ā£

Menjadi kreatif selalu bermula dari cara berpikir dan kayanya imajinasi. Itu mengapa setiap perubahan yang terencana menjadi penting bermula dari mindset kemudian menuangkannya dengan pedekatan-pendekatan baru yang kontekstual.

Manajemen perubahan versi Tom dan David Kelley ini memang menarik, delapan langkah tadi jadi penting untuk menggabungkan kreativitas dan inovasi menjadi otot-otot perubahan. Kreativitas bukan semata-mata produk, namun lebih dalam adalah pola pikir, cara berpikir serta pendekatan yang proaktif menemukan solusi-solusi baru.

Saya pribadi bukanlah seniman, dan juga mungkin sebagian besar pembaca caption ini. Namun, tentu kita bisa menjadi lebih kreatif dalam peranan-peranan dan profesi kita. Sebuah Creative Confidence, atau Kepercaya-dirian atas kreatifitas akan memberikan pembeda dalam setiap langkah pergerakan, usaha atau bahkan karir kita.

Seperti halnya balon-balon biru ini, walau sederhana, namun jadi pembeda yang besar. Begitu juga kreatifitas, hal-hal kecil yang sederhanalah yang justru membawa banyak pembeda yang perlu digali hingga mendatanglan banyak kebaruan. Apalagi kita kita berkelompok, tentunya creative muscle kita akan semakin kaya, untuk melompat lebih jauh!

Selamat berkarya tim Komite Penataan dan Ekonomi Kreatif Kota BandungšŸš€

Masalah yang menghalangi pelanggan adalah ruang-ruang berinovasi

Mencintai masalah, sebuah paradigma yang kerap kali dianggap aneh. Masalah kok dicintai? Mental model kita kerap kali menjebak bahwa ide kita begitu cemerlang, padahal ada langkah penting terlupakan untuk benar-benar menurunkan ego, berempati & memvalidasi apakah konsumen menyukainya atau tidak?

Perangkap paling umum yang menjebak para inovator adalah jatuh cintanya mereka dengan solusinya, inilah yang kerap kali ā€œInnovatorā€™s Biasā€ yang sering kali memancing hal-hal berikutnya jadi buruk, bukan hanya selama pembuatan ide, tetapi sepanjang siklus hidup inovasi akan banyak menimbulkan hal-hal yang justru akan banyak mendatangkan hal-hal yang tak diharapkan. Untuk itu, menjadi penting meluangkan waktu, mengosongkan gelas & memasukkan beragam pemahaman mendalam tentang masalah sebelum menyampaikan solusinya.

Saat bergagasan, biasanya solusi terpampang jelas dalam imajiansi & menindaklanjutinya dengan menghabiskan sebagian besar energi untuk mengeksekusinya. Tetapi sayangnya sebagian besar produk justru gagalā€Šā€”ā€Šbukan karena gagal membangun solusinya, tetapi gagal dalam memecahkan masalah pelanggan karena tak jua paham, tak tervalidasi! Tugas kita justru merumuskan apa sebenarnya yang mereka permasalahkan, mensintesanya menjadi sebuah infomasi. Sebagian besar permintaan fitur dari pelanggan biasanya dibingkai sebagai solusi, tetapi ingat! pelanggan seringkali bukan perancang solusi yang baik. oleh karena itu penting untuk mencintai masalahnya, bukan solusinya.

Tugas kita yang sebenarnya adalah menciptakan pelanggan (bukan mencipta solusi kita). Pelanggan adalah hasil atau kegiatan yang Outcome Driven. ā€œItā€™s not the customerā€™s job to know what they want.ā€ -Steve Jobs

Cari hal-hal yang pelanggan coba selesaikan (jobs-to-be-done) & pelajari bagaimana sebenarnya mereka menyelesaikannya dengan membuat berbagai alternatif yang ada. Jika kita tak piawai menemukan masalah diantara pelanggan kita, nah justru itu akan jadi masalah untuk kita. No problems in your business model is a problem. Jika kita menemukan banyak hal tidak selesai dari pelanggan justru ini adalah berita bagus. Masalah yang menghalangi pelanggan adalah ruang-ruang berinovasi.