Bagaimana Mengelola Ketidakpastian

2021, tahun paling menantang era belajar paling berat! Ketidakpastian yang nyata jadi makanan sehari-hari bagaimana menemukan pola abstrak & mengantispasinya.

Belajar banyak mengarungi ketidakpastian, tapi jika berbicara ketidakpastian, justru uncertainty adalah karakteristik utama inovasi. Meskipun menghasilkan gagasan baru & menciptakan beragam cara & teknologi baru merupakan hal penting, justru lebih penting bagi para inovator untuk mengidentifikasi hal-hal yang tidak diketahui yang harus valid agar idenya berhasil di pasar.

Era pandemik, cerminan nyata ketidakpastian. Pada tingkat strategi, beberapa kerangka kerja yang perlu dikuasai yang banyak dikembangkan untuk membantu memahami portofolio produk & layanannya, membuat keputusan yang tepat. Sering kali beragam pihak abai akan kepentingan kerangka kerja ini, menggunakan dimensi berbeda yang tersembunyi, tantangan nyata yang dihadapi para pemimpin yakni bagaimana MENGELOLA KETIDAKPASTIAN.

Banyak kerangka kerja yang dipelajari, seperti Ansoff Matrix. Membawa kita memetakan apa yang perlu dilakukan dalam melakukan penetrasi & pengembangan pasar, atau apa yang perlu dikembangkan & didiversifikasi. Ini digunakan Google & Amazon ketike mereka menentukan strateginya di awal.

Atau Matriks Ambisi, cukup menarik memainkan ini, belajar mengelola dimana portofolio kita bermain & bagaimana memenangkannya. Atau Frameworknya McKInsey yang menjelaskan 3 tahap transformasi bisnisnya yakni 1) Extend the core, 2) Kembangkan peluang 3) Visi mengembangkan pilihan viable. Kerangka ini dikembangkan FB di tahun 2016 mengumumkan roadmap 10 tahunnya.

Salah satu yang terbaru, adalah Peta Portofolio Osterwalder & Pigneur menjelaskan dimensi inti pengelolaan inovasi. Dibedakanlaah antara eksplorasi model bisnis baru dengan tingkat ketidakpastian yang tinggi & eksploitasi model bisnis saat ini dengan tingkat ketidakpastian yang lebih rendah.

Peta Portofolio ini mengambil pendekatan garis bawah & fokus pada yang benar-benar diperhatikan: potensi ukuran pengembalian investasi & tingkat ketidakpastian yang terkait dengan mendapatkan pengembaliannya yakni risiko inovasi & risiko gangguannya. Selamat belajar mengelola ketidakpastian!

Digital Social Innovation

Bisnis Sosial, selalu menarik diperbincangkan, organisasi yang menggunakan praktik bisnis untuk mencapai misi sosialnya. Aspek sosial didahulukan, menghasilkan keuntungan yang menjadi alat untuk menjadi efektif mencapai tujuannya.

Tujuan Bisnis Sosial adalah membuat dirinya usang secepat mungkin (yaitu memecahkan masalah), sedangkan tujuan dari organisasi misi-laba harus ada selamanya dan terus meningkatkan produksi, pendapatan & laba sebanyak mungkin.

Saat ini, bisnis sosial banyak bertrasnformasi di era digital, hingga sangat penting bagi organisasi tipe ini untuk menunggangi dunia digital. Apalagi perkembangan Metaverse yang kini dimulai dengan karya-karya kreatif, kelak tak pelak juga akan menyentuh kontelasi dunia bisnis sosial hingga dampaknya pun makin luas dengan cara-cara baru mengakselerasi tujuan yang diharapkan datang lebih cepat.

Konsep paling pas terkait ini salah satunya adalah “Digital Social Innovation” pendekatan yang memadukan inovasi yang bersifat sosial dalam tujuannya dan dituju dengan cara digital dalam solusinya. Tak lupa fundamentalnya dibangun dengan pemikiran digital yang menembus dimensi pemikiran-pemikiran tradisional.

Menerangkan Inovasi Sosial pada khalayak sudah cukup menantang, aspek “Sosial” adalah yang paling samar kala pasar / pemerintah tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar masyarakatnya. Inovasi sosial ini juga adalah kegiatan dengan cara yang tak biasa, yakni lateral, beda dengan pendekatan formal vertikal.

Menyandingkan Sosial dengan Digital membuat dimensinya bukan hanya sekedar lateral dan vertikal tapi melompat menjadi 4 dimensi atau bahkan lebih. Tak pelak saat ini, Inovasi Sosial Digital tak bisa dipisahkan lagi tiga pilar penting nya menjadi satu kesatuan utuh

Dengan pendekatan digital bahkan Metaverse kelak, inovasi dapat berlangsung secara radikal, incremental dan dampaknya luas dicapai dengan segera. Membuka luas cara-cara baru memberikan solusi berdampak luas.

“The digital world has power because it has dynamic information, but it’s important that we stay human instead of being another machine sitting in front of a machine” -Pranav Mistry-

Berorientasi Kemanakah Usaha Kamu?

Diskusi seru hari ini dengan kawan-kawan ODP Bank BNI, terkait bagaimana shifting pemikiran ke Digital Mindset dengan titik beratnya mengubah paradigma dari produk sentris ke user centris.

Kala teknologi menyatukan banyak hal, dampak kolektif dari konvergensi sangat memengaruhi praktik pemasaran di dunia. Tren baru muncul seperti “Sharing Economy & ”Now Economy” terintegrasinya omnichannel, beragam konten pemasaran, CRM sosial, dll. Konvergensi akhirnya mengarah pada ‘keterpaduan’ antara pemasaran digital & tradisional.

Di dunia teknologi yang makin tinggi, setiap orang justru semakin merindukan sentuhan yang lebih tinggi, makin terhubung secara sosial, makin juga ingin hal-hal yang dibuat personal. Dengan dukungan data analitik, produk & layanan jadi lebih personal. Dalam ekonomi digital, kuncinya memang dengan bagaimana kita memanfaatkan paradoks ini.

Di era transisi ini, jelas diperlukan pendekatan berbeda.
1) Perubahan baru yang membentuk dunia kita saat ini adalah konektivitas & subkultur digital. Tak semua pelanggan diciptakan setara. Beberapa segmen mengandalkan referensi pribadi mereka sendiri dan apa yang mereka dengar dari iklan.

2) Adanya kerangka kerja baru yang akan meningkatkan produktivitas dengan memahami jalur-jalur baru yang menghubungkan dengan konsumen di era digital (metrik, industri, dll).

3) Mempelajari taktik utama dunia baru, semua dihasilkan dengan berpusat pada manusia (User Centric & content engagement)

Marketing 4.0 memang menggambarkan sebuah dunia di mana fitur & manfaat menjadi penting, menjadikan kemampuan memahami konsumen jadi pendorong utama inovasi. Kontekstualisasi User Centric dalam kehidupan digital membuatnya makin kompleks karena tidak sekedar human centric, tapi bagaimana individu ini terhubung & sukses menjalani hidupnya di era digital.

Aspek digital mendorong kita melakukan pendalaman erorientasi manusia dengan konteks digital, mencakup tiap aspek dari journey pembeliannya. Coba lihat lagi, apakah kita sudah beralih jadi 4.0, atau jangan-jangan paradigmanya masih berada di Marketing 1.0 Product Centric, atau 2.0 Consumer Centric, & 3.0 Human Centric? Saatnya sungguh-sungguh melompat ke 4.0 Digital Centric!

Memahami Substansi

Satu semester ini dibanjiri dengan pesan singkat, “Pak saya ngga bisa absen”, “Pak apa absen berpengaruh dengan nilai?”. “Pak, ini screen shootnya, bukti saya hadir”.

Menyelenggarakan kegiatan pembelajaran transfrormatif yang kolosal melibatkan ribuan mahasiswa adalah pengalaman menantang. Paradigma yang berbeda hingga teknis yang rumit serta bagaimana caranya mengakomodir pembelajaran daring dan luring dan berjibaku dengan dinamikanya yang luar biasa demi capaian pembelajaran yang optimal. Belajar banyak!

Bagi sebagian orang, “eksplorasi” adalah sebuah dinamika yang menantang, mengasikkan, seru! Namun sebagian besar lagi justru bingung karena tak tau apa yang akan terjadi kelak, takut gagal dan terjatuh lebih memilih balik kanan dan menggunakan best practice walau tak relevan dengan jaman, yang penting amaaaanâ˜ș

Bagian lain selain ketakutan “bereksplorasi” adalah tentang “memahamkan substansi”. Titik krusial dalam pembelajaran itu sebenarnya adalah memastikan secara substansi apakah mutu pembelajaran dapat melekat pada pembelajar. Sayangnya entah mahasiswa atau institusi masih menitikberatkan pada kehadiran, absensi! yang penting hadir, tapi lupa outcomes.

Cukup mengherankan memang, begitu gelisahnya kita menanyakan jumlah absensi, ketimbang Ia mementingkan untuk bertanya apakah Ia “memahami substansi perkuliahannya atau tidak”.

Atau jangan-jangan kita pengajar yang mementingkan kehadiran anak-anak saja untuk memenuhi kuantitas absensinya ketimbang memastikan apa yang kita ajarkan sampai diterima atau tidak.

Memahamkan substansi pada anggota ekosistem memang gampang-gampang susah. Dalam upaya menggiringnya kerap kali jadi terjebak pada output-output teknis, menghitung kehadiran, menghitung poin reward atau bagikan ppt 😀

Menawarkan outcomes seringkali menjadi sangat menantang dilakukan, karena cara berpikir seringkali berbelok dan terjebak dengan kebahagian berupa banyaknya output yang menimbulkan dampak semu, banyak kegiatan tapi tak berdampak, hanya senang sesaat.Berikutnya kita mulai kerja kembali dari 0, begitu seterusnya.

Lain kali, jangan lupa apakah diskusi-diskusi kita adalah diskusi substantif atau tidak, jangan lupa perjuangkan SUBSTANSI!

Memandu diskusi, memastikan keterlibatan setiap orang

Liberating Structure (LS), merujuk pada bagaiman proses berdiskusi yang inklusif, melibatkan setiap pihak yang hadir. Merujuk pada kebiasaan pertemuan-pertemuan membosankan kerap kali pertemuan hanya menjadi ajang menunggu giliran untuk berbicara. Diakhir acara bahkan tak tau apa yang dihasilkan melalui konsensusnya.

Kami sangat suka dengan diskusi, bergagasan, memastikan keterlibatan dan memastikan bahwa pertemuan tidak hanya melahirkan konsensus. Tapi justru melahirkan semangat baru pergerakan nyata setelah meeting-meeting serunya. Biasanya, pertemuan-pertemuan tradisional berjalan menjemukan karena hanya sebagian kecil yang memiliki otoritas, atau aktivitasnya terkontrol hingga tak ada kebebasan bersuara, enggagement yang minim dan hasil yang tak membumi.

Hari ini bersama warga desa Mekarwangi di Kabupaten Bandung Barat, menemukan hal menakjubkan dengan pendekatan Liberating Structure ini. Kami mengumpulkan warga desa, berkumpul dan duduk rapih berderet. Suasana tampak membosankan. Kemudian kami acak menjadi dua kelompok, siapkan kanvas, gerakkan kursi meja menjadi kelompok yang terpisah dengan letak kursi yang tak beraturan. Sontak suasana resmi pun berubah menjadi keriangan diskusi. Dua jam kami pandu diskusinya, setiap warga desa berlomba-lomba bersumbangsih idenya.

Kali ini kami menggunakan #RapidRoadmapping sebuah framework yang dirancang tim @thelocalenablers untuk membantu organisasi-organisasi yang ingin menata ulang peta jalan organisasinya. Membuat tahapan-tahapan yang terukur hingga mencapai visi yang disepakati bersama. Pendekatan LS, membuat usulan tidak dibuat top down, tapi benar-benar diperoleh dari sumbangsih pemikiran bersama yang diramu dengan baik dan kemudian menghasilkan semangat pergerakan selanjutnya.

LS adalah pilar penting untuk membuncahkan kultur inovasi, mengapa bisa? karena ini mudah! bahkan bukan ahlipun bisa melakukannya, fokusnya pada hasil, iterasinya berlangsung cepat & produktif, inovatif, inklusif, multiskala, serius tapi santai, mudah di copy dan bisa diadaptasi!

Kapan kita bergagasan seru lagi?
Jangan lagi rapat-rapat tegang!

Ruang Belajar dan Berkarya

Perjalanan ini layaknya proses kreatif yang memang diawali dengan perasaan takut. Apalagi bagi anak-anak muda ini yang terbilang baru bagi dunia-dunia nyata berhadapan langsung dengan dunia kerja, dunia nyata masyarakat. 

Ada excitement melakukannya di awal, kemudian dihadapkan pada pengalaman-pengalaman nyata yang jika dipelajari di kelas banyak variabel yang tak ditemukan.  Soal-soal di ruang kelas kerap kali variabel-variabel nyata sering diganti dengan asumsi, dan jumlahnya pun banyak. 

Sehingga persoalan di ruang kelas seringkali dihadapkan seolah-olah ideal, padahal kenyataannya jauh, tapi institusi pendidikan kerap mengatakan “ya bagaimana lagi, kami banyak keterbatasan sumber daya”

Memberikan ruang kreatifitas, bergera, berkarya dan mendampingi mereka seyogyanya adalah sumber energi jika memang orientasi kita pada tumbuh dan berkembangnya generasi penerus.

Memberikan pengayaan berupa panggung-panggung belajar bagi mereka sebenarnya bagi saya pribadi justru menjadi wadah belajar yang paling kontekstual yang melahirkan banyak hal-hal baru, bukan saja mengenal bagaimana semestinya kita berinteraksi dengan generasi ini, tapi juga menuai hal-hal baru dalam beragam pendekatan, perangkat, manajerial dan inovasi-inovasi pergerakannya.

Perbedaan generasi seyogyanya menghadirkan disrupsi. Disrupsi adalah gangguan yang menghasilkan inovasi. Jadi dikatakan disrupsi karena bergabungnya multi generasi dalam sebuah kolaborasi akan melahirkan kelengkapan.

Kalangan senior membawa wisdom, kematangan, network dan knowledge, kalangan muda membawa keberanian bereksperimen dan penguasaan akan jamannya yang berbeda.

“Tell me and I forget, teach me and I may remember, involve me and I learn” (Benjamin Franklin).

Retrospective Sailing

Akhir Tahun.
Desember menutup buku, melihat lagi pembelajaran yang dilalui selama satu tahu kemarin. Milestones apa yang sudah dilalui, sudah sejauh mana melangkah dan sedekat apalagi kita pada goals kita.

Tahun ke dua menggunakan OKRs dengan sungguh-sungguh menggunakannya, setidaknya ritual-ritual ceremoni dari sesi-sesi agile memang mengubah landscape culture ekosistem hingga cara bekerja, belajar dan berkolaborasi.

Menetapkan goals yang transformatif adalah cara kami membuat milestones baru, apakah goals yang dibuat cukup membuat “takut” & menantang untuk membuat nyala semangat cukup kuat untuk melejitkannya tahun depan.

Merawat goals sepanjang waktu memang hal yang paling berat, karena justu disitulah pertemuan-pertemuan yang konsisten menjadi wadah penyelarasan kembali apakah perjalanan ini sesuai dengan goals atau bahkan justru beyond!

Menjalankan proses agile sungguh-sungguh memang jadi jarang menemukan hal-hal yang sesuai goals, tapi justu jadi beyond the goals! Hanya perlu diingat, dibayar mahal dengan konsistensi dan komunikasi yang intens.

Dipenghujung tahun, saatnya
1. Melacak proses pembelajaran yang sudah dilalui
2. Rayakan pencapaian
3. Bangun kemitraan
4. Rancang langkah selanjutnya
5. Eratkan hubungan
6. Kuatkan pondasi
7. Ingatkan tim dan orang lain apa yang berubah
8. Bangun jejaring

Melompat lagi!

Purpose beyond Profit

Pernyataan yang sedang banyak bermunculan, terlebih dunia memasuki era dimana permasalahan sosial memuncak. PwC menunjukkan 79% pemimpin bisnis percaya bahwa purpose adalah pusat dari kesuksesan, tapi 68%nya menyatakan bahwa dalam perjalanannya tak digunakan jadi panduan pengambilan keputusan organisasinya. Era ini juga punya koneksi kuat dengan purpose, kemungkinannya 5,3 kali lebih besar untuk bertahan. Tapi sebagian besar karyawan tidak memahaminya, hanya 33% yang benar-benar paham purposenya. Dari sisi konsumen, justru dipandang bahwa mereka yang didorong purpose akan lebih loyal pada produk & usaha mereka.

Dari tulisannya C. Bulgarella, 2018 Ia mencontohkan 2 perusahaan jam tangan dengan 2 jenis purpose: Linear Vs.Transformatif

A; Membantu untuk tepat waktu.
B; Membantu mencapai kehidupan yang lebih seimbang

Purpose ke-1 mendorong mengembangkan aset teknis & membantu mencapai pertumbuhan linier, sedangkan kasus ke-2 tidak hanya memperdalam makna perusahaannya, tapi juga memperluas struktur hubungan, cakupan produk & dampak yang dapat ditimbulkannya pada kehidupan pelanggannya. Purpose adalah cerminan asli bagaimana perusahaan bermaksud untuk berkembang & mendorongnya mengatasi inkonsistensi & kesenjangan dalam budayanya sendiri.

Purpose diperlukan bukan lagi ditujukan bagi kemajuan linier/horizontal (bagaimana bisa maju & lebih baik daripada apa yang dilakukan hari ini?) Tapi, hal ini jadi satu transformasi evolusioner (pertumbuhan evolusioner/ke atas), yakni “Bagaimana apa yang dilakukan hari ini membantu kita memanfaatkan potensi transformatif & memberikan lompatan perubahan dari hari ini”

Purpose otentik perlu kedewasaan lebih tinggi. Frederic Laloux dalam bukunya “Reinventing Organizations”, menulis pertanyaan kunci ketika organisasi/individu naik skala kesadarannya Ia bertanya “Apakah saya jujur pada diri sendiri & sejalan dengan panggilan yang dirasakan?” Ini bukan hanya tentang kebenaran lahiriah, tapi kebenaran batiniah.

Bukan pertanyaan mudah memang, itulah sebabnya kesadaran adalah batu loncatan utama bagi organisasi yang ingin memanfaatkan kualitas Purpose yang transformatif.

Belajar dan Berkarya Di Ruang Nyata

Perjalanan ini layaknya proses kreatif yang memang diawali dengan perasaan takut. Apalagi bagi anak-anak muda ini yang terbilang baru bagi dunia-dunia nyata berhadapan langsung dengan dunia kerja, dunia nyata masyarakat. 

Ada excitement melakukannya di awal, kemudian dihadapkan pada pengalaman-pengalaman nyata yang jika dipelajari di kelas banyak variabel yang tak ditemukan.  Soal-soal di ruang kelas kerap kali variabel-variabel nyata sering diganti dengan asumsi, dan jumlahnya pun banyak. 

Sehingga persoalan di ruang kelas seringkali dihadapkan seolah-olah ideal, padahal kenyataannya jauh, tapi institusi pendidikan kerap mengatakan “ya bagaimana lagi, kami banyak keterbatasan sumber daya”

Memberikan ruang kreatifitas, bergera, berkarya dan mendampingi mereka seyogyanya adalah sumber energi jika memang orientasi kita pada tumbuh dan berkembangnya generasi penerus.

Memberikan pengayaan berupa panggung-panggung belajar bagi mereka sebenarnya bagi saya pribadi justru menjadi wadah belajar yang paling kontekstual yang melahirkan banyak hal-hal baru, bukan saja mengenal bagaimana semestinya kita berinteraksi dengan generasi ini, tapi juga menuai hal-hal baru dalam beragam pendekatan, perangkat, manajerial dan inovasi-inovasi pergerakannya.

Perbedaan generasi seyogyanya menghadirkan disrupsi. Disrupsi adalah gangguan yang menghasilkan inovasi. Jadi dikatakan disrupsi karena bergabungnya multi generasi dalam sebuah kolaborasi akan melahirkan kelengkapan.

Kalangan senior membawa wisdom, kematangan, network dan knowledge, kalangan muda membawa keberanian bereksperimen dan penguasaan akan jamannya yang berbeda.

“Tell me and I forget, teach me and I may remember, involve me and I learn” (Benjamin Franklin).

Pemimpin Masa Depan

Menemukan ini di QAspire, cukup memberikan validasi terkait bagaimana sesungguhnya kita membangun wadah belajar. Menyiapkan pemimpin masa depan dengan cara-cara baru yang relevan adalah penting. Bagaimana sesungguhnya mendefinisikan karakter yang dibutuhkan seorang pemimpin?

QAspire mencatatkan empat kriteria pemimpin yang dapat mencipta masa depan.

1.The Learning Person
Bagaimana individu dipersiapkan untuk tetap berenergi untuk selalu belajar, menerapkannya dan merefleksikan proses belajarnya (Learn, Apply, Relect) apakah Ia dilatih untuk belajar secepat dunia yang juga berubah?

2.The Personal Disruptor
Disrupsi adalah sesuatu yang “menggagu” tapi Ia mendatangkan inovasi dan kebaruan. Tak mungkin kita mencipta masa depan jika gagasan kita tak sesuai dengan jaman dan konteksnya. Individu didorong untuk menjadi The Personal Disruptor, membawa perubahan yang inovatif.

3.The Tough-Minded Optimist
Seorang optimis yang yang persisten, yang teguh pendiriannya. Masa depan diciptakan oleh seseorang yang antusias-bermotovasi tinggi yang menginginkan dan atau mempikan sesuatu dengan kuat. Pastikan kita juga memfasilitasi mereka untuk punya mimpi besar yang memotivasinya.

4.The Eager Experimenter
Seseorang yang gemar bereksperimen. Mendukung gagasan-gagasan yang dapt dieksekusi kemudian walau dengam probabilitas kecil sekalipun.

Gimana, siap jadi pemimpin masa depan? #percayaanakmuda