Top 3 Barriers to Innovation in Higher Education

Dua hari bersama kawan-kawan Unsoed merancang kurilukum agar dapat menjadi wadah pembelajaran transformatif. Sesi-sesi ini selalu menjadi bahan retrospektif yang baik untuk menghasilkan beragam cara baru menghadirkan pembelajaran yang relevan dengan jamannya.

Menyitir sebuah tulisan di Forbes, 2018 “Mengapa dibanyak institusi pendidikan dimana banyak diisi oleh para individu brilian yang bermotivasi tinggi dalam mengelola pendidikan tinggi justru menghambat inovasi yang semestinya tumbuh subur di institusi ini?”

Pada sebuah riset, ternyata jika institusi pendidikan mengalami kesulitan menggelorakan inovasi dilingkungannya disebabkan karena 1) sistem internal, struktur proses pengambilan keputusan, 2) organisasi silo, 3) budaya & startegi. Hasil ini menggambarkan situasi mengapa institusi pendidikan justru kerap kali menghambat proses inovasi?

Jika dipikirkan memang beberapa tipe universitas justru kerap bangga dengan aturan, persyaratan, politik & tradisinya sendiri ketimbang apakah institusinya melahirkan inovasi yang by-design.

Banyak juga perguruan tersesat dimana pendidikannya tak berpusat pada pembelajar, karena lebih menghargai penelitian daripada proses pembelajaran. Tantangan ini banyak memicu kegelisahan. Kala dunia industri ingin menjadi lebih inovatif & responsif, tapi kebanyakan universitas justru tak mengajarkan cara ini, atau menumbuhkan kualitas seperti ini pada siswanya.

Mengajarkan cara berinovasi kebanyakan tak mendapat tempat dalam kurikulum formal, kondisi ini memaksa mahasiswa harus mencari suatu tempat antara kuliah & aktualisasi diluar kuliah untuk mengembangkan kemampuannya berinovasinya secara “ajaib”. Pendidikan yang berpusat pada pembelajar perlu jadi prioritas, ini akan mengarahkan proses pada prevalensi yang lebih tinggi pada hadirnya inovasi dari praktek-praktek pembelajaran yang user-centric, membuat pembelajaran yang menyenangkan, menantang & memberi ruang eksplorasi yang membuahkan inovasi.

Sebuah kerinduan melihat lebih banyak contoh pemikiran inovatif di kampus-kampus, memberi siswa lebih banyak ruang mengembangkan kemampuan bawaannya, lebih banyak fleksibilitas untuk siap menghadapi dunia yang menanti mereka dimasa depan.

Kolaborasi gila ini banyak dilakukan, kapan nih kita mulai?

Paradigma baru di era digital memang kerap kali membawa pada beragam kejutan yang luar biasa. Salah-satunya adalah semakin beragamnya bentuk-bentuk kolaborasi yang tumbuh, karena diera ini keterhubungan menjadi aspek paling berpengaruh terhadap sesuatu yang sebelumnya belum bisa terjadi.

Sifat dan kemampuan kolaborasi semakin menjadi-menjadi. Teknologi media sosial serta kecanggihan desain yang semakin tinggi ketika Ia dapat menarasikan secara tepat apa yang dibayangkan yang semula masih ide-ide dikepala, tersampaikan gagasannya pada banyak orang secara baik tervisualiasikan serta tersampaikan masif dengan media digital ke banyak pihak. Menyebabkan ide-ide gila yang sebelumnya sulit dinampakkan, digambarkan dan diwujudkan jadi lebih mudah terealisasikan!

Kolaborasi dulu hanya sebatas dua dimensi, menggabungkan satu dengan yang lainnya yang berada dalam satu dimensi yang sama, misal; satu dua produk yang saling komplementer, satu dua organisasi yang saling melengkapi dalam rantai nilai atau pasoknya, atau satu atau dua hal yang secara logika tradisional tak mungkin dirangkai.

Era digital membuat ide gila muncul justru dari kolaborasi yang semakin multi dimensi, hal-hal yang dulu tak mungkin bersatu justru kini dinantikan bentuk-bentuk barunya. Meski dulu bisa jadi tabu, tak mungkin atau bahkan tak ada pasarnya. Salah satu contoh kolaborasi yang unik dilakukan Burgreens dan Green Rebel  @greenrebelfoods misalnya, sekarang usaha ini mendunia dengan Green Rebel, coba liat model bisnisnya deh.

Kolaborasinya unik sekali bersama bisnis lainnya. Mereka tidak membuat toko, mereka titipkan menunya pada banyak bisnis lain, termasuk di resto saingannya. Proses kolaborasinya ngga terbayangkan sebelumnya. Keren! Sebelumnya mereka mengembangkan Burgreens yang sukses mengenalkan flexitarian (flexible vegetarian) yang mengajak #TryVegan dengan #OneVeganMealADay buat kamu yang masih setengah-setengah jadi vegan. Uniknya, value ini justru jadi peluang kolaborasi dengan mitra lain yang justru tak menjadikan vegetarian jadi jualannya. Kolaborasi yang keren!

Kolaborasi gila ini banyak dilakukan, kapan nih kita mulai?

Momentum yang “Life Changing”

Sepanjang perjalanan pulang bersama salah satu mahasiswa bimbingan bercerita panjang tentang kemana nanti kita setelah lulus?

Percakapan ini dimulai dengan begitu lazimnya menemukan lulusan-lulusan yang bingung setelah lulus, semestinya ini tak terjadi. Pasti ada sesuatu yang belum berhasil dalam proses pendidikannya, proses menemukan dirinya. Pendidikan memang kerap kali terperosok pada substansi yang tak kontekstual, prosesnya dipercepat untuk sekedar bisa, tanpa paham maksud, tujuan apalagi filosofinya. Membuat proses pendidikan jadi kehilangan makna, berakibat tak tumbuhnya energi yang membuncah dari dalam dirinya untuk mengaplikasikan ilmunya.

Kebingungan pasca kuliah kerap terjadi karena sepanjang pendidikannya, prosesnya tak kunjung mengerucut pada penemuan dirinya. Prosesnya jadi untaian kewajiban menuntaskan, hingga lupa menumbuhkan rasa cinta & maknanya. Tak heran kemudian mereka lulus & meninggalkan bidang yang dipelajarinya.

Lulus dengan keyakinan tujuan hidup yang jelas, adalah sebuah parameter penting sebuah pendidikan yang berhasil. Mahasiswa perlu makin yakin tentang arah tujuannya kelak. Seiring semakin menuanya mereka dikampus. “Tujuan” jadi penting ketimbang memilih “kamu mau jadi apa?”. “Menjadi sesuatu” adalah kendaraannya, jika meminjam istilah Comic Pandji, kamu boleh gonta-ganti angkotnya, asal kamu tau tujuannya. Saat ini yang terjadi kita jadi disibukkan mencari angkotnya, tanpa tau tujuannya.

Perjalanan pendidikan hendaknya jadi momentum yang “life changing” menjadikan dirinya individu baru. Proses empat tahun perlu benar-benar by-design menjadikan individu-individunya bertransformasi, bukan sekedar tergesa menghabiskan SKS.

Sore tadi, bersama 90an Dosen, mengingatkan kembali, bahwa kampus bukan hanya berkewajiban memberikan kredit semesternya, tapi juga menumbuhkan ekosistemnya yang hidup & positif. Membawa gairah pembaruan, inovasi & keberanian bereksperimen untuk melakukan beragam eksplorasi. Keberhasilan setiap individu memang adalah hasil yang dirancang dengan kesungguhan untuk melahirkan banyak individu berdampak kelak. Sudah sejauh mana kamu merasa bahwa kampus kamu benar-benar jadi wadah yang “life changing”?

Ekosistem yang baik bisa jadi pabrik kreatifitas, setiap orang bisa dibangun jadi kreatif.

Ekosistem ini memang unik! Meja-meja bergagasan makin penuh terisi. Biasanya hal ini terjadi di warung kopi, namun disini tak berjualan kopi, jika pun mau seduh sendiri.

Gagasan adalah ingredients terpenting dalam mencipta ekosistem dimana setiap individunya bisa meluapkan imajinasinya dengan bebas & mentaut-tautkannya dengan orang lain hingga melahirkan banyak kebaruan. Oleh karenanya, memastikan ekosistem kita tetap menjadi mimbar bebas bergagasan adalah penting. Hal ini penting bagi proses nurturing individual untuk tumbuh jadi orang yang kaya kapasitas.

Beberapa tempat yang semestinya jadi ruang-ruang tempat tumbuhnya gagasan justru menjadi redup kehilangan kebebasan berbicara. Redupnya nyawa bergagasan bukan hanya karena memang ditabukan karena dirasa bersebrangan, namun juga bisa karena kegemaran memelihara hierarki atas nama jabatan, senioritas atau bahkan pengalaman.

Nyawa bergagasan bisa redup karena dirancang / ketidaktahuan, akibatnya organisasi justru jadi tempat paling ideal menumpulkan inovasi, yang idealnya jadi wadah ideal menumbuhkan keberanian eksperimen & menerima umpan balik bagi proses pembelajarannya. Bagaimana untuk tetap menghadirkan keingintahuan & minat memang adalah hal yang paling menantang.

Ekosistem yang baik bisa jadi pabrik kreatifitas, setiap orang bisa dibangun jadi kreatif. Keyakinan umum di masyarakat adalah bahwa kita terlahir kreatif atau tidak. Namun, keyakinan ini sudah lama ditentang oleh temuan terbaru dalam ilmu saraf, terutama terkait dengan struktur syarat otak kita. Michael Merzenich, penulis Soft-Wired menjelaskan:

“Apapun keadaan awal kehidupan dari seorang anak & apa pun sejarah serta keadaan anak tsb saat ini, setiap manusia memiliki kekuatan bawaan untuk tumbuh, berubah jadi lebih baik, atau menjadi pulih dengan signifikan, dan bangkit berulang. Esok, individu yang kita lihat di cermin bisa menjadi orang yang lebih kuat, lebih mampu, lebih hidup, lebih fokus & berkembang”

Membangun wadah tumbuhnya kreatifitas adalah bagian penting atas keterjaminan tumbuhnya individu-individu berkekuatan & berkapasitas untuk memberikan dampak bersama pada lingkungannya. Ekosistem yang membuatnya tumbuh adaptif🚀

Creative Confidence

Sebuah buku bertajuk dua kata di atas menggambarkan bagaimana sebuah proses kreatif menumbuhkan “creative muscle” yang kuat untuk mendorong sebuah perubahan yang besar.

Terdapat delapan langkah bagaimana kita bermula untuk bergeser agar creative confindece membesar dan menguat;

1.Flip!
menjadi empati
(From Design Thinking to Creative Confidence)

2.Courage!
Mebangun Keberanian
(From Fear to Courage)⁣
Dari banyak gagal jadi berani

3.Spark!
Menggali Insight
(From Blank page to Insight)⁣

4.Leap!
Aksi!
(From Planning to Action)⁣

5.Seek!
Passionate!
(From Duty to Passion)⁣

6.Team!
Membangun Tin
(Creatively Confident Groups)⁣

7.Move!
Bergerak
(Creative Confidence to Go)⁣

8.Next!
Berlanjut.
(Embrace Creative Confidence)⁣

Menjadi kreatif selalu bermula dari cara berpikir dan kayanya imajinasi. Itu mengapa setiap perubahan yang terencana menjadi penting bermula dari mindset kemudian menuangkannya dengan pedekatan-pendekatan baru yang kontekstual.

Manajemen perubahan versi Tom dan David Kelley ini memang menarik, delapan langkah tadi jadi penting untuk menggabungkan kreativitas dan inovasi menjadi otot-otot perubahan. Kreativitas bukan semata-mata produk, namun lebih dalam adalah pola pikir, cara berpikir serta pendekatan yang proaktif menemukan solusi-solusi baru.

Saya pribadi bukanlah seniman, dan juga mungkin sebagian besar pembaca caption ini. Namun, tentu kita bisa menjadi lebih kreatif dalam peranan-peranan dan profesi kita. Sebuah Creative Confidence, atau Kepercaya-dirian atas kreatifitas akan memberikan pembeda dalam setiap langkah pergerakan, usaha atau bahkan karir kita.

Seperti halnya balon-balon biru ini, walau sederhana, namun jadi pembeda yang besar. Begitu juga kreatifitas, hal-hal kecil yang sederhanalah yang justru membawa banyak pembeda yang perlu digali hingga mendatanglan banyak kebaruan. Apalagi kita kita berkelompok, tentunya creative muscle kita akan semakin kaya, untuk melompat lebih jauh!

Selamat berkarya tim Komite Penataan dan Ekonomi Kreatif Kota Bandung🚀

Sudah sejauh mana dan seserius apa kita menyiapkan pendidikan masa depan?

Berbincang dengan mahasiswa dalam memulai penelitiannya, kami memulainya dengan pertanyaan, apa yang kamu inginkan dimasa depan? apa yang disukai & paling mendatangkan energi deras ketika kamu melakukannya? Jika belum tau masa depannya apa, eksplorasilah dulu, tak usah terburu-buru hingga kamu tau apa yang diinginkan.

Menuangkan kalimat diatas, nyatanya memang menantang kontekstualisasinya. Perlu keberanian ditabrakkan dengan kurikulum konvensional saat ini. Namun, merancang pendidikan bagi masa depan adalah hal yang tak bisa ditunda, perlu dipersiapkan & disegera-lakukan. Bagaimana memulai aksi-aksi nyata fundamental menuju inklusitiftas, ekosistem pengetahuan partisipatif. Terkait ini, sebuah konsep terkait Future of Eduction bertajuk “Near Future Education” menarik untuk disimak.

Masa depan memang belum nyata ada, tapi jadi sangat penting mencipta suspensi yang memungkinkan melakukan proses eksplorasi berbagai kemungkinan dimasa depan hingga dapat menarik beragam masyarakat dengan beragam latar belakang hingga memungkinkannya menjadi para performers masa datang, mengekspresikan dirinya bukan hanya pada hal-hal teknikal & teknologi, tapi juga dalam rangka menghadirkan masa depan yang Ia inginkan & disukainya.

Merancang pendidlikan masa depan perlu dimulai dengan memetakan dahulu peta masa depannya, kombinasikan aktivitas teknis, teknologi bersama hal-hal ethnografis lainnya agar kontekstual. Kemudian padukan dengan beragam kebaruan, tren, pola dan aspek-aspek lain seperti sosial, budaya, ekonomi dll. Penting juga untuk menggambarkan hal-hal yang tampak aneh hari ini, yakni hal-hal yang walau tak belum xdirasakan manfaatnya hari ini tapi dimasa depan hal-hal ini akan tampak jelas dan tumbuh.

Pendidikan masa depan tentu perlu mendapatkan redefinisi baru, karena variabel kontektualnya menjadi lebih kaya diera teknologi digital ini, yakni (RMIT, 2022)
1. Keterhubungan, kolaborasi, dan kreasi bersama
2. Di mana saja, kapan saja belajar
3. Kustomisasi untuk pendekatan yang mengutamakan pembelajar
4. Menguji coba, menitikberatkan pada proses dan perkembangan belajar.

Sudah sejauh mana dan seserius apa kita menyiapkan pendidikan masa depan?

Teoritis Vs Konkret

Selalu gemas dan tersenyum simpul dengan kawan-kawan yang bilang kongkretkan dong! Ah kamu kebanyakan konsep!

Ada sesuatu hal yang paling kami senangi dalam ekosistem ini, yakni bergagasan, kemudian merangkainya menjadi gambaran besarnya, melengkapi dengan strategi membangunnya dengan cara-cara baru serta menginventarisir simpul-simpul katalisatornya.

Sering kali juga kami dianggap teoritis, dan atau bahkan terlalu banyak nge-gas bereksperimen. Justru kami berupaya menyeimbangkan, menyandingkan gagasan dengan eksprimennya dengan segera.

Istilah kongkret justru sangat erat dengan ekosistem kaya gagasan ini. Namun yang membedakannya adalah, dibalik ini ada kerangka-kerangkan berpikir yang digunakan. Basis ilmu pengetahuan, pendekatan-pendekatan dan model yang teruji secara saintifik justru sangat bermanfaat untuk memastikan kerbehasilan sebuah implementasi gagasan.

Setiap eksperimen dibuatkan cakrawala waktunya, setiap kemenangan dirancang probabilitasnya agar semakin besar dengan memastikan simpul-simpul mana yang akan disentuh agar bisa tercapai percepatannya, serta yang paling penting juga dalam sebuah yang kongkret itu adalah kesungguhan merawat keberlanjutanya.

Kongkret itu bukan aktivitas tabrak lari atau langsung jadi, namun tertuang dalam konsistensi menjaga imajnasi hingga terwujud nyata. Ada proses membangun yang tak hadir dalam sekejap.

Satu hal lagi, proses & konsistensi itu penting dalam menghadirkan sebuah formulasi program kongkret, lebih penting lagi adalah memahami bahwa tak ada formulasi yang sama bagi setiap masalah yang berbeda. Kongkret itu adalah wujud nyata bahwa kita bersama-sama mewujudkan formulasi terbaik & mendekatkan dengan tujuannya masing-masing.

Kami tak suka mendikotomikan antara teori dan aksi, kami memilih memadukannya. Ilmu pengetahuan selalu menjadi bahan belajar terbaik diramu bersama dengan pengalaman. Agar proses dijalankan antara wisdom dan keberanian membuatnya bisa berakselerasi.

Bagaimana versi konkret kamu?

The Pygmalion Effect

Kami selalu yakin bahwa tiap orang terlahir jenius, artinya memiliki potensi untuk berkembang menjadi lebih baik. Dalam keseharian, kami menemukan banyak individu & mengikutkannya dalam banyak program nyaris tanpa seleksi karena ada selalu keyakinan bahwa terdapat potensi yang dapat dibangkitkan darinya. Walau di banyak tempat beberapa individu tak terwadahi karena aneka ragam kriteria tak fit dengannya.⁣

Tiap individu menjadi penting di-influence dengan hak dirinya untuk maju & berkembang, meyakinkan ada sesuatu luar biasa dalam dirinya. Memiliki pendekatannya berbeda-beda itu biasa, namun ada satu perlakuan yang sama perlu ditumbuhkan, yakni “harapan positif yang dilekatkan & dijaga untuk tumbuh pada setiap langkah memandirikannya”.


Efek Pygmalion. Fenomena psikologis yang menjelaskan kala harapan baik dilekatkan pada seseorang akan menyebabkan peningkatan performa. ⁣


Pygmalion berasal dari mitologi Yunani tentang pemahat yang mengukir patung wanita & jatuh cinta padanya. Karena tak mampu mencintai manusia, Ia mengimbau Aphrodite, Dewi Cinta yang menghidupkan patung tersebut, kemudian menikah & melahirkan seorang putri, Paphos.⁣

Efek ini menjelaskan siklus jika kita meyakini seseorang bisa berkemampuan positif, maka akan mempengaruhi sikap kita padanya. Sikap ini akan berdampak pada individu tersebut sehingga rasa percaya dirinya tumbuh & berdampak pada semakin baik kemampuannya. Perbaikan yang tampak tersebut menimbulkan efek pada diri kita yakni menguatnya validasi atas keyakinan awal, bahwa Ia benar memiliki mampu berkembang. Siklus ini penting dijaga keberlanjutannya sehingga terus menerus lebih baik.⁣

Dale Carnegie pun pernah merekomendasikan efek ini pada pembacanya dengan menuliskan “Giving others a great reputation to live up to” & “A wise man raise his expectations of others, and he will naturally do their best to satisfy those expectations”⁣

Menjadi semakin yakin, bahwa tiap orang berhak mendapatkan ekosistem yang mampu menguatkannya. Efek ini penting dipahami pada setiap orang melabeli dirinya sebagai enablers atau pemberdaya atau peranan lainnya sebagai bagian penting karakter leadership yang ditularkan.⁣

Awas! “Homogenous Teams Feel Easier, but Easy Is Bad for Performance”

Gimana rasanya punya tim kompak? Jika bertemu & berdiskusi makin cepat setuju , tak ada perlawanan/gagasan baru. Tim yang makin nyaman karena dirasakan semakin tak ada hingar bingar perselisihan lagi, sangat cepat setuju & lancar prosesnya, bukankah hal ini sangat didamba setiap tim?

Studi Personality & Social Psychology Bulletin,2009 mengungkap fakta terkait identitas kelompok yang homogen berakibat pada terciptanya rasa kesamaan/ketidaksamaan yang kuat dengan orang lain. Memang masuk akal jika tim yang kompak, aman & homogen maka orang-orang akan dengan mudah saling memahami , proses kolaborasi mengalir dengan lancar. Tapi, hati-hati ya, hal ini akan memberikan sensasi kemajuan semu. Karena beranggapan berurusan dengan beda yang akan menyebabkan gesekan, berasa kontraproduktif.

Awas! “Homogenous Teams Feel Easier, but Easy Is Bad for Performance”

Faktanya, bekerja dalam tim beragam akan menghasilkan hasil yang lebih baik, justru karena lebih sulit prosesnyalah yang bertentangan dengan intuisi banyak orang. Ada istilah Fluency Heuristic, dimana kita lebih suka informasi yang “diproses lebih mudah atau lancar” kemudian menilai hal ini lebih benar/indah”

Dampaknya tim jadi punya pemahaman bias atas proses pembelajaran yang dirasa benar. Kondisi ini mengarahkan apresiasi hanya ditujukan pada hal-hal yang semuanya menjadi lebih mudah diproses, tim jadi belajar dari proses yang kurang tepat. Menjadi lebih sering mengulang-ulang hal yang sama tanpa kebaruan, jadi lebih akrab tanpa banyak usaha, hingga merasa bahwa mereka berprogres.

Bekerja dengan tim yang heterogen justru akan berdampak dalam performa & inovasi yang lebih baik. Anggap aja seperti dalam berolahraga, no pain no gain. “Diversity Can Increase Conflict, but Not as Much as You Think”

Pastikan mempertahankan keberagaman ide, pengalaman, cara pandang & aspek lain. Belajar mengkapitalisasi perbedaan dalam tim. Kemampuan meramu perbedaan jadi racikan jitu adalah kreatifitas dalam tim. Harganya mahal, karena dinamikanya membawa pada iklim yang sehat dalam melahirkan berbagai kebaruan, baik cara maupun produk solusi.

“Capitalizing on Diversity Means Highlighting — Not Hiding from Differences”

Trusting; Being Guided By Values

Titik tertinggi dalam tim adalah saling percaya, sebuah kondisi dimana setiap individu memiliki keleluasaan berinisiatif seluas-luasnya dan menyelaraskannya bersama menuju goals yang disepakati.

Namun sesungguhnya ada puncak diatas titik tertinggi dalam tim, yakni trust pada ekosistem. Nah ini yang menjadi tantangan bisnis saat ini. Salah satu hal yang bergeser dalam transformasi digital adalah bergesernya penguasaan model bisnis menjadi ekosistem bisnis.

Coba perhatikan di era digital ini, kala banyak perusahaan merger dengan usaha-usaha yang justru tak sejenis. Mereka bergabung menjadi raksasa yang bukan tunggal pada satu bidangnya, tapi melengkapi jadi satu ekosistem dan bermitra strategis.

Gojek dan Tokopedia jadi Goto misalnya, atau Bank Mega + Salim Group + Bukalapak menjadi Allo Bank dan contoh-contoh lainnya begitu banyak. Menempatkan trust dan membentuk ekosistem bisnis hari ini menjadi salah satu kekuatan jika ingin menjadi pemenang. Berkolaborasi.

Hal ini menjadi penting mengapa kita perlu membangun trust, karena didalamnya ada hal yang menarik.

Trust akan menuntun proses inovasi yang dipandu oleh nilai luhur “being guided by the value” sebuah fundamental penting dalam proses inovasi, karena akan banyak berhadapan dengan proses eksperimen yang membuahkan banyak lompatan kecil dan kemudian menggurita menjadi disrupsi. Eksperimen akan banyak menghasilkan temuan berupa kesalahan-kesalahan yang menuntun pada cara-cara baru kemudian yang menjelma menjadi inovasi jika terjaga proses iterasinya. Hal ini tak mungkin terjadi jika trust tak tumbuh jua.

Bagaimana dengan tim kamu? Bagaimana proses membangun trustnya berjalan baikkah? Yok didorong sungguh-sungguh agar bisa kemudian melesat kepuncak membentuk ekosistem yang kuat, ekosistem yang sepakat untuk melesat dengan value yang kuat🚀