Business Acumen

Kemarin bersama tim membahas terkait Business Acumen. Bercerita bahwa idealnya seseorang dibayar bukan karena haknya saja telah menyelesaikan pekerjaanya, namun menjadi penting juga Ia juga didorong bersama-sama berkontribusi menemani proses membangun mimpi kedepan bersama organisasinya. Dilibatkan & terlibat membumikan visi bersama tim.

Dibayar sesuai dengan pekerjaannya. Kalimat ini sering muncul hingga jadi kerap terjadi beberapa bagian individu enggan “going to the extra miles” bertindak beyond, apalagi menemani organisasi mengakselerasi visinya masa depannya.

Mengelola tim untuk ikut berlari dan tidak sekedar bekerja menunaikan hal rutin adalah keterampilan yang perlu dikuasai leaders. Bagaimana membuat setiap anggotanya meletupkan energinya & bergerak maju bergerak karena purpose, juga bahagia karenanya.

Bukan sekedar bergerak karena kebutuhan survival atau kebutuhan dasar. Atau sekedar bergerak karena dipancing adanya reward & punishment semata. Mendorong tim untuk memiliki motivasi level 3 memerlukan ekosistem kerja berupa organisasi pembelajar. Dialog-dialog berkualitas menjadi syarat penting kala pekerjaan berlangsung, ketimbang sekedar menyelesaikan pekerjaan.

Mendorong tim untuk bergerak karena purpose menjadi skill wajib pada leaders. Menggerakkannya menuju imajinasi (visi) yang terinternalisasi serta dirasakan bersama kepemilikannya. Menjadi kebutuhan yang tak lepas dari semangat setiap individu dalam tim. Proses transisi ini dinamakan sebagai proses perubahan, jangan lupa ada waktu yang jadi perantara perubahan.

Jika digambarkan dalam garis lurus, ada dua bagian yakni bagian yang menggambarkan apa yang telah Ia kerjakan, dan bagian lainnya adalah apa yang Ia kontribusikan dan perjuangkan kedepan untuk visi bersama bisnisnya.

Bagi leaders, menjadi coach yang baik bagi timnya dengan memberikan ruang belajar dan ruang tumbuh untuk meningkatkan motivasi, keterampilan dan konsistensi pengembangan kapabilitas kontribusinya adalah hal yang tak bisa lagi dihindari.

Business acumen knowledge is far more than just financial acumen and is crucial for the workforce because it helps your team understand the impacts of their roles – Bill Hall

Menjadi Organisasi yang Lebih Adaptif

Tahun 2023 dikabarkan kurang sedap, ramalannya tahun depan akan terjadi resesi ekonomi besar di dunia, termasuk Indonesia! Tak bisa dipungkiri berita ini sangat membuat kita berdebar, baru saja Covid mereda, tahun depan apa lagi? Namun yang terbaik adalah kita bersiap sungguh-sungguh menyiapkan bahwa kita bisa adaptif💪

Cara yang konvensional bertransformasi seringkali menemui kesulitan karena tak jua relevan & semakin tertinggal. Perlu cara transformatif, radikal yang memaksa perubahan hadir & melesat menyesuaikan dengan perkembangan teknologi ditambah variable krisis masa di masa depan.

Saat ini banyak juga organisasi yang berhasil melakukan transformasi & ada benang merahnya. Jika terdapat kegagalan produk sebuah usaha, tidak melulu bermuara pada perbaikan produk, yang sering dilupakan adalah kita bisa rombak timnya, petakan kembali kemampuannya & telusuri lagi peluang-peluang barunya☝️

Jika produknya gagal, jangan dulu bubarkan timnya, tapi restrukturisasi timnya, buat squad-squad kecil / spin-off jadi unit-unit kecil jadi ekosistem yang berpadu berelaborasi satu sama lainnya. Saat ini organisasi tak semata-mata bertransformasi, tapi justru bagaimana untuk lebih banyak melakukan perubahan strukturalnya👊

Martec’s Law mengungkapkan peroses ini dilakukan dengan mereorganisasi bisnisnya. Hal revolusioner adalah dengan cara mereset ulang, spin-off / merelokasi sumberdaya untuk menghadirkan inovasi baru yang relevan dengan lompatan teknologi yang eksponensial🙌

Perubahan teknologi yang eksponensial jelas mengakibatkan perilaku konsumen yang sangat berbeda. Tak dipungkiri saat ini menyeimbangkan kemampuan kreativitas dengan teknologi✌️

3 Poin penting perubahan yang signifikan dalam perilaku konsumen antara lain (Gladly report, Stren, j. 2019)
👐Experience Matter More Than Channel
🫶Personalised dan personal,
🤝The Best Marketing is Service

Untuk mengakselerasi tiga pilar tsb ada hal penting jadi fundamental, yakni pola pikir & budaya organisasinya yang mudah beradaptasi jadi tombak utama perubahan. Menjadi organisasi yang lebih adaptif, agile melakukan praktek-manajemen yang ramping (lean) hingga koefisien perubahan organisasi melesat lebih cepat👏👏👏

Selamat mempercepat proses perubahan!

Bulan ini adalah bulan ke-9 setelah ekosistem kami melakukan reset total. Melakukan reorganisasi, spinn-off dan bahkan menutup unit-unit yang tak lagi bisa dipertahankan, apalagi setelah terhantam pandemik panjang kemarin. Sepanjang pandemik, perkembangan teknologi terasa menjadi sangat eksponensial, dipaksa berkembang dalam keterbatasan organisasi. “Melakukan spin-off bahkan mematikan unit-unit bisnis benar ngga ya?” pertanyaan yang meragukan kala itu.

Namun keadaan memaksakan perubahan tak terelakkan, apalagi faktanya memang perkembangan teknologi berubah secara eksponensial, tetapi organisasi berubah secara logaritmik bahkan sulit sekali beranjak.

Ternyata, teori ini dijelaskan dalam Hukum Martec! (Gb A) yang menjelaskan mengapa organisasi manusia justru tidak bisa berubah secepat teknologinya. Perubahan perilaku dan budaya jelas membutuhkan waktu.

Jadi bagaimana caranya agar perubahan juga bisa terjadi cepat pada organisasi, individu, kelompok, proses & teknologi yang dapat diserap oleh organisasi secara produktif sekaligus? setidaknya terwujud tanpa memicu gangguan yang besar.

Tantangan organisasi yang berasa lamban karena manusia dan organisasinya berubah pada tingkat logaritmik, jauh lebih lambat daripada perubahan teknologi yang eksponensial. Pertanyaannya adalah “bagaimana kita mengelola organisasi yang relatif lambat berubah dalam lingkungan teknologi yang berubah dengan cepat?”

Sejak era pandemik, gejala ini semakin menjadi. Teknologi sangat cepat mendisrupi organisasi. Bahkan beberapa organisasi jatuh, tapi beberapa diantaranya justru melesat jauh menjadi maju. Era ini adalah era belajar banyak, pada ekosistem tempat kami tumbuh kami belajar bahwa sebuah organisasi dapat di reset dengan melakukan reorganisasi, spinn-off dan atau ditutup serta merelokasi sumberdayanya pada organisasi-organisasi modern yang ramah teknologi (Gb. B).

Mau tidak mau, organisasi memang perlu me-reset jika ingin bertahan, manajemen perlu secara strategis mentransformasikan organisasi yang lebih agile dengan praktek-praktek agile & lean management, hingga kecepatan perubahan organisasi bisa meningkat (Gb. C).

Selamat mempercepat proses perubahan!

Ekosistem Perubahan

Ada pergeseran yang signifikan peranan pemimpin masa kini dan masa lalu. Pemimpin punya urgensi penting untuk berperan sebagai sponsor bagi perubahan itu sendiri, perubahan yang didorong oleh peluang.

Ada kalanya pemimpin & ekosistem yang dipimpinnya terjebak paradigma masa lalu dimana Ia adalah si paling inovatif, si paling bisa dengan segala kehandalannya. Bahkan, jika bisa Ia menjadi sumber inovasi dari segala pergerakan barunya. Hal ini yang kemudian membawa angin ketergantungan anggota tim pada pemimpinnya.

Paradigma saat ini tentu beda, karena inovasi diberikan keleluasaan untuk tumbuh dari bawah. Setiap individu yang terlibat diberikan ruang untuk inovasi. Pemimpin hanya perlu memastikan bahwa Ia benar-benar punya imajinasi yang kuat akan masa depan yang dituangkannya dalam narasi & arah yang jelas, melakukannya dengan compasiion & caring serta jadi role model atas agilitasnya. Walk the Talk.

Pemimpin saat ini adalah pemimpin yang terbuka atas gagasan-gagasan yang tumbuh dari bawah, sehingga setiap anggotanya bisa menjadi penggerak perubahan. Pemimpin dan ekosistem membantu menemukan simpul perubahannya hingga dapat terinternalisasi dalam setiap anggota sebagai pelaku perubahannya.

Organisasi menjadi motor penggerakannya, pemimpin berperan mengorkestrasi arah, kecepatan dan memastikan kondisi kendaraannya tetap sehat. Menjaga agar inovasi yang terwujud tidak terluka, memfasilitasi penyelarasan dan akselerasinya agar tetap fokus pada tujuan, setiap prosesnya dipastikan setia pada cita-cita. Memastikan organisasinya tidak melenceng atau bahkan menjadi “Follow The Money Organization”, pastikan organisasi kita masih jadi organisasi yang “Follow The Dreams”

Hindari juga munculnya beragam inovator yang terluka, yakni individu-individu yang sempat berkarya baik, semangatnya tinggi namun tempatnya berkarya jadi tempat yang tak lagi ideal dalam bereksplorasi & atau tak bisa mewadahi mimpinya hingga meski rindu terpaksa Ia memilih berpetualang diluar.

Menjadi pemimpin yang terbuka, menjalankan manajemennya dengan penuh kesadaran situasional, berkelanjutan membuka peluang inisiatif, menghadirkan otonomi & fleksibilitas, bertanggung jawab dan percaya.

Ada lima tipe seru menurut Cheryl Strauss Einhorn. founder & CEO of Decisive

Setiap orang punya karakter dalam pengambilan keputusan, berdasarkan kemampuan, pengalaman serta kapabilitasnya. Jika kita pernah bahas tentang enam topi berpikir, sekarang ada 5 persona pengambil keputusan coba, kira-kira kamu yang mana? Ada lima tipe seru menurut Cheryl Strauss Einhorn. founder & CEO of Decisive;

1. Petualang. si paling cepat & percaya atas keberaniannya. Jika dihadapkan pada tantangan besar atau kecil maka Ia akan memutuskan yang dirasakan benar daripada menghabiskan banyak waktu memikirkan banyak pilihan. Tipe ini juga dibilang sebagai si pantang takut! Cuma ada hal yang bias dengan tipe ini, sering kali Ia punya Optimism Bias & jika keterusan bisa membuatnya berbahaya!

2. Detektif. Kamu adalah tipe yang menghargai informasi, selalu meminta data & fakta, tak memutuskan basis perasaan. selalu merujuk pada kenyataan. Pecaya bahwa semakin Ia belajar makin semakin baiklah dia. Kurangnya tipe ini adalah Frame Blindness, yakni kurang punya pemahaman Big Picture, atau bahkan berlebih informasi. Kurangnya tipe ini adalah authority bias, suka bertentangan dengan inner voice dirinya.

3. Pendengar. Tipe ini paling dicintai penduduk bumi 🙂 Kala dihadapkan pada situasi kompleks, kita akan menyandarkan diri pada orang tipe ini & meminta pendapat & opini. Akan merasa nyaman bahwa kita tak perlu memutuskannya sendirian. Tapi tipe ini biasanya loss aversion, memilih jalan aman!

4. Pemikir. Banyak pertimbangan, menolak memutuskan cepat. Menimbang opsi, mempertimbangkan positif & negatifnya. Tak perlu banyak data, tapi perlu waktu &ruang berpikir & rasionalisasi mengapa ini perlu dilakukan. Cepat bukanlah tujuannya, tapi proseslah yang utama.

5. Visioner; Ia tak ingin yang biasa-biasa, lebih suka dengan caranya sendiri. Jika dihadapkan pada opsi yang jelas, Ia lebih suka memilih yang beda, yang belum pernah terjadi. Going Extra Miles! sering mengagetkan sekeliling dengan keputusannya! Tipe ini kekurangannya saliency bias, tendensi untuk fokus pada faktor paling mudah dikenalinya.

Ngga ada yang “sempurna” sih, tapi perlu keterampilan untuk menggabung-gabungkannya & membawa pada pemahaman yang lebih holistik & meramu kelima karakter diatas.

Ekosistem yang baik bisa jadi pabrik kreatifitas, setiap orang bisa dibangun jadi kreatif.

Ekosistem ini memang unik! Meja-meja bergagasan makin penuh terisi. Biasanya hal ini terjadi di warung kopi, namun disini tak berjualan kopi, jika pun mau seduh sendiri.

Gagasan adalah ingredients terpenting dalam mencipta ekosistem dimana setiap individunya bisa meluapkan imajinasinya dengan bebas & mentaut-tautkannya dengan orang lain hingga melahirkan banyak kebaruan. Oleh karenanya, memastikan ekosistem kita tetap menjadi mimbar bebas bergagasan adalah penting. Hal ini penting bagi proses nurturing individual untuk tumbuh jadi orang yang kaya kapasitas.

Beberapa tempat yang semestinya jadi ruang-ruang tempat tumbuhnya gagasan justru menjadi redup kehilangan kebebasan berbicara. Redupnya nyawa bergagasan bukan hanya karena memang ditabukan karena dirasa bersebrangan, namun juga bisa karena kegemaran memelihara hierarki atas nama jabatan, senioritas atau bahkan pengalaman.

Nyawa bergagasan bisa redup karena dirancang / ketidaktahuan, akibatnya organisasi justru jadi tempat paling ideal menumpulkan inovasi, yang idealnya jadi wadah ideal menumbuhkan keberanian eksperimen & menerima umpan balik bagi proses pembelajarannya. Bagaimana untuk tetap menghadirkan keingintahuan & minat memang adalah hal yang paling menantang.

Ekosistem yang baik bisa jadi pabrik kreatifitas, setiap orang bisa dibangun jadi kreatif. Keyakinan umum di masyarakat adalah bahwa kita terlahir kreatif atau tidak. Namun, keyakinan ini sudah lama ditentang oleh temuan terbaru dalam ilmu saraf, terutama terkait dengan struktur syarat otak kita. Michael Merzenich, penulis Soft-Wired menjelaskan:

“Apapun keadaan awal kehidupan dari seorang anak & apa pun sejarah serta keadaan anak tsb saat ini, setiap manusia memiliki kekuatan bawaan untuk tumbuh, berubah jadi lebih baik, atau menjadi pulih dengan signifikan, dan bangkit berulang. Esok, individu yang kita lihat di cermin bisa menjadi orang yang lebih kuat, lebih mampu, lebih hidup, lebih fokus & berkembang”

Membangun wadah tumbuhnya kreatifitas adalah bagian penting atas keterjaminan tumbuhnya individu-individu berkekuatan & berkapasitas untuk memberikan dampak bersama pada lingkungannya. Ekosistem yang membuatnya tumbuh adaptif🚀

merangcang produk-produk sukses dipasar dan dilakukan secara by-design.

Diskusi semalam bersama banyak kawan-kawan alumni bagaimana merangcang produk-produk sukses dipasar dan dilakukan secara by-design. Kebetulan pagi ini juga menyiapkan sebuah konsep pembelajaran atas permintaan sebuah perusahaan untuk mengajarkannya berbagai macam tools yang bisa membantu timnya berakselerasi.

Tools, idealnya adalah teknologi yang dapat membuat kita bekerja lebih baik, lebih cepat dan melahirkan lebih banyak hasil. Hanya memang kerap kali kita terjebak dengan tools tanpa memastikan apakah ini akan membantu kita menuju goals yang sebenarnya dan menjamin keberlanjutannya?

Mengenalkan tools kerap justru melelahkan, apalagi bagi usaha-usaha yang rajin berlanggan aneka tools baru hanya untuk memuaskan hasrat owners atas produktivitas yang dinginkan misalnya, tapi ternyata timnya justru kelelahan menggunakannya. Secara visual, memang teknologi, apalagi terkait aplikasi digital yang kini deras hadir justru ditangan organisasi yang menitikberatkan pada peningkatan produktifitas dibanding keberlanjutan akan menyebabkan kelelahan pada organisasinya.
Bukan hanya organisasi, ini juga terjadi pada individu-individu yang mengutamankan output ketimbang outcomes yang menggunakan tools yang berorientasi asal beres.

Tools menjadi penting memang untuk memastikan seberapa cepat kita bekerja dan seberapa dekat lagi dengan visi kita. Secara teknis juga mampu membantu kita mengatur tim yang dibuat dengan multi peran, mengartur penjadwalan dan perencanaan, manajemen sumberdaya, pengangaran & dokumentasi. Namun lebih dalam, memahami tools lebih dalam akan membawa pada kondisi organisasi atau individu yang lebih kuat secara kuktur, ketangkasan, ketajaman pola pikir, kemampuan inovasi dan menjadikan tim perlahan mejadi ekosistem canggih berupa collective genius.

Coba cek lagi tools yang digunakan, apa benar meningkatkan pada produktifitas, atau perlahan-lahan justru menjadi silent killers dibaliknya? Memangkas proses bisa menjadi lebih cepat namun disaat yang sama juga menumpulan kreatifitas. Jika dengan tools ini ternyata juga tumbuh tools fatique & berkurangnya interaksi antar tim hingga memudarnya kebahagiaan dalam tim maka segerakan mengevaluasinya❤️

Pemahaman pada Business Acumen

Seringkali dalam sebuah organisasi, perspektif pribadi bisa menjadi sangat lekat dengan cara berpikirnya, bekerja dan memahami sebuah hal dialaminya sehari-hari. Tentu tidak heran karena memang melekat pada dirinya.

Salah satu hal yang menjadi penting bagi anggota tim adalah pemahamannya pada keseluruhan organisasi, panjang cakrawala waktu dan besaran sumber daya yang terlibat. Karena cara berpikir yang berpusat pada diri sendiri, maka hasil pemikiran ini akan sangat rentan “self diagnose” yang membawa kesimpulan yang bias seperti, “saya adalah individu yang paling berperan, paling lelah dan paling penting dalam project ini”, atau kesimpulan-kesimpulan lain seperti “tampaknya yang lain tak banyak berkontribusi”

Simpulan-simpulan ini muncul memang kerap kali karena jam terbang serta pemahamannya pada Business Acumen yang kurang matang dan holistik. Bias yang muncul kerap memunculkan kenyataan yang tak sesuai ekspektasi. Ini berawal dari kesalahan ketika ekspektasi tak diturunkan menjadi data dan fakta tertulis yang merinci simpul-simpul keterlibatan, peran, lama waktu, kapasitas dan kapabilitasnya yang menjadi variabel-variable bilangan penyebut.

Keterlibatan, peran, lama waktu, kapasitas dan kapabilitas perlu diurai dalam dokumen, dikalkulasi dengan baik, uraikan menjadi fakta tertulis agar imajinasi dapat digambarkan dengan jelas dan menghilangkan bias perasaan yang kerap berpusat pada diri sendiri. Btw, ini ada toolsnya loh:) WBS!

You need to connect to your purpose to innovate in a meaningful way – Eric Roscom Abbing

Dalam Business Acumen, penting juga selain kepentingan jangka pendek untuk mau paham bahwa kita bergerak dalam wadah organisasi. Ada bahtera yang melaju berisi banyak orang & mengarugi lautan luas dalam tujuan jangka panjang. Organisasi penting untuk tetap mewadahi anggota timmnya belajar keluasan pemahaman, menyeimbangkan personal goals vs organizational purpose, menyeimbangkan manfaat, kesejahteraan & kepentingan jangka pendek dan panjangnya.

The urge to do what we do in the service of something larger than our selves
–Doniel H Pink – Drive

Aspek Culture, Capabilities dan Leadership tiga pilar inovasi dalam sebuah komunitas yang handal

Masih tentang Collective Genius. Membangun tim apalagi ekosistem memang menjadi penting untuk membinanya melalui proses yang memiliki proses yang mewadahinya bagi tempat tumbuhnya sense of purpose, shared value dan rules of engagement-nya. 

1. Purpose, mengapa kami hadir.
2.Shared Value, apa yang disepakati adalah hal penting
3.Rules of Engagement. Bagaimana kita bisa berinteraksi satu sama lainnya terkait masalah.

Seiring dengan itu, ekosistem ini akan sangat efektif dan melompat jika didorong untuk melakukan lompatan. Komunitas sangat bisa menumbuhkan kapabilitas inovasinya, bagaimana caranya? Linda Hill, mengungkapkan tiga hal penting membangun kapabilitas ekososistem Collective Genius;

1. Torehkan kreativitasnya (Creative Abrasion), kemampuan membangkitkan gagasan melalui berbagai diskursus dan perdebatannya. Apalagi jika kemudian Ia membangun kapabilitas inovasinya. Konflik ada dinamika, selesaikan dengan gagasan-gagasan gila yang sehat.

2. Tingkatkan ketangkasan kreativitasnya (Creative Agility) dimana mulai dibangun kekuatannya untuk melalukan eksperimen yang menghasilkan dengan cepat, merefleksikan kemudian memperbaikinya (Design Thinking)

3. Resolusi Kreatif. Kapabilitas untuk memiliki pengambilan keputusan yang integratif, yang menggabung-gabungkan gagasan dengan beragam cara serta memperluas perspektifnya hingga ia justru saling memperkaya.

Ketiga aspek ini penting dibangun untuk melakukan berbagai lompatan, dilakukan dengan serius dan konsisten. Jika ketiga hal ini dijalankan dengan konsisten, dengan innovative leadership yang sungguh-sungguh! Tak diragukan bahwa bersatu padu membangun kapasitas menjadi sebuah Collective Genius! 

Aspek Culture, Capabilities dan Leadership tiga pilar inovasi dalam sebuah komunitas yang handal. Culture, adalah minat yang kuat dalam melakukan upaya keras dan mengarah pada inovasi. Capabilities adalah kemampuan yang dimilikinya hingga Leadership terkait seni dan prakteknya dalam mencipta ragam inovasinya.

Selamat meracik Culture, Capabilities, Leadership di ekosistem kamu!

Melompat!

Digital Transformation adalah perkara Cultural shift!

Perubahan dilakukan diatas perubahan, sebuah ungkapan yang tak lagi bisa dielakkan. Berbeda dengan masa lalu bahwa sering kali kita banyak mempersiapkan segala sesuatunya hingga sempurna kemudian mulai melangkah.

Era perubahan saat ini tak lagi cukup waktu untuk melakukannya secara serial, satu persatu karena momentum perubahan begitu cepat hingga diperlukan strategi berbeda. Apalagi saat ini cara kerja, tata kerja & bagaimana mengelola organisasi menjadi sangat berbeda. Karena model bisnis dan proses bisnisnya sangat jauh berbeda dengan kehadiran teknologi informasi dan digitalisasi yang makin kencang, menjadi sangat penting melakukan proses transformasi budaya.

Digital Transformation adalah perkara Cultural shift, perlu merancang tangga perubahan yang terukur, membuat organisasi menjadi semakin lincah, matang dan pada setiap masanya akan semakin akseleratif. Setiap proejct atau program yang dilakukan idealnya akan membuat organisasi menjadi lebih paham dan lebih baik, selangkah lebih maju pada proses transformasinya.

Cultural shift menghasilkan layaknya gunung es yang membesar, semakin stabil. Semakin baik produk yang dihasilkan, semakin baik pula organisasinya, menyeimbangkan proses yang holistik, bahwa setiap perjalanan project membuahkan proses Cultural shift  semakin baik.

Untuk itu dalam memastikan proses transformasi, pendekatan & kerangka kerja yang digunakan pada setiap project perlu dipastikan relevan dengan zaman, memastikan proses pemberdayaan berjalan. Pendekatan masa lalu yang hierarkis misalnya, tak relevan lagi untuk melakukan Cultural shift karena perubahan tak tersebar pada semua lini organisasi, kunci inovasi hanya berada pada satu titik teratas, pimpinan. Pastikan kerangka kerja yang baik mampu secara perlahan membuat organisasi bergeser dari profit ke purpose, hierarki ke network, controlling ke empowering, planning ke eksperimentasi serta dari privasi ke transparansi.

Cultural shift adl sebuah proses, memulainya sesegera mungkin akan menjadi lebih baik ketimbang selalu merasa percaya diri atas keunggulannya saat ini sedangkan pihak lain berproses membenahinya sedikit demi sedikit, kemudian menemukan momentumnya & melesat🚀🚀