Complicated Vs Complex

Sesuatu yang rumit dapat dibagi menjadi dua, kompleks dan complicated. Jika dianalogikan sesuatu yang kompleks bisa digambarkan dengan contoh

1. Bubur ngga diaduk – complex;
Bubur dengan condiment yang terpisah.

2. Bubur diaduk – complicated;
Sedangkan kondisi yang complicated bisa digambarkan dengan bubur diaduk, dimana segala sesuatunya sudah tercampur dan sulit menguraikannya kembali menjadi komponen-komponen dasarnya🥳

Menjadi kompleks itu baik, tidak ada yang salah. Apalagi di jaman digital ini dimana segala hal dapat terhubung segala sesuatu menjadi kompleks, termasuk permasalahannya. Dalam sesuatu yang kompleks, pendekatan penyelesaiannya bisa diurai.

Bubur yang tidak diaduk akan jauh lebih mudah dan cepat menguraikan bahan penyusunnya satu per satu. Namun, jika kita terburu-buru melakukan beragam hal dengan mencapur adukkan segala elemen-elemennya tanpa berpikir panjang, kemungkinan besar masalahnya menjadi complicated, akan menjadi sulit terurai, jikapun bisa akan memakan waktu yang sangat lama😫

Jangan terburu-buru melakukan proses pengambilan keputusan, pastikan unsur-unsur pendukungnya tetap menjadi hal yang kompleks, jangan juga dicampur adukkan hingga menjadi sesuatu yang complicated.

Memang kita sering merasa tak sabar menyelesaikan sebuah permasalahan, namun justru dengan ketergesaan, tidak bekesadaran (mindful) dalam proses mengurainya membuat segala sesuatu jadi tambah runyam, complicated😫

Sesuatu yang kompleks, akan sangat baik jika kita pandai mengelolanya, setidaknya kita belajar mengelolanya. Pengelolaan yang tepat akan menghadirkan sesuatu yang kompleks menjadi kemajuan yang eksponesial. Namun sebaliknya, ketergesaan dan mencampuradukkan beragam komponen dalam sesuatu yang kompleks akan berujung pada complicated, menjauh dari solusi 🤯

Apa yang kita lakukan jika sesuatu hal kadang beranjak jadi complecated? tarik garis waktu lebih panjang, urai satu persatu dengan telaten, selesaikan satu persatu dengan mindful, berkesadaran penuh hingga satu persatu menghasilkan wisdom yang membawa pada solusi yang utuh🚀🚀

Cara Belajar yang Eksploratif

Pernah denger kasus PO Haryanto engga? dimana sang ayah & anaknya punya dinamika yang pelik hingga sang anak yang dipecat dari perusahaan sang Ayah🥲

Dalam perjalanannya PO Haryanto adalah PO bus yang mumpuni, sesungguhnya jika dilihat dari pendekatan manajemen, perusahaan ini bisa besar, sukses & dicintai oleh pelanggan, Bus-Mania karena tedapat kolaborasi yang unik diantara pengelolanya, dua generasi yang berbeda dalam sebuah perusahaan keuarga dengan nilai, karakter & budayanya yang beda karena memang terlahir dari dua jaman yang bebeda. Sang Ayah, Kopral (Purn) H. Haryanto kelahiran tahun 1953 Vs Rian Mahendra kelahiran 1983, Baby Boomer Vs Gen Y🤔

Perpaduan ini sesungguhnya adalah sebuah kekuatan yang baik, sang Ayah sebagai Baby Boomer punya rasa ingin tahu yang tinggi, mandiri & optimis dengan pencapaian, sedangkan sang anak sebagai Gen Y, Ia bisa diandalkan dalam hal kedisiplinan & soal pemanfaatan teknologi (tech-savvy).punya kepercayaan diri yang baik🤠

Walau kerap bertabrakan dalam hal cara & budaya. kerja Gaya Rian yang banyak belajar dilapangan, cara belajar yang eksploratif, cara kerjanya yang tanpa ruang memang kerap kali dinilai salah oleh generasi sebelumnya, dicap sebagai nakal / begajulan🥳

Keberanian Rian dalam melakukan eksplorasi menghasilkan enggagement luar biasa para penggemar bus, membesarkan usahanya dengan cara yang baru, namun tampaknya cara-caranya bereksplorasi ini tak tertangkap baik dari kaca mata lama yang lebih fokus untuk menghindari kegagalan😎

Padahal saat ini & masa depan, keberanian eksplorasi & gagal adalah modal penting inovasi, jangan dipandang sebagai kesalahan. Kebuntuan ini justru menghasilkan hal fatal bagi perusahaan besarnya😫

Dilema perusahaan keluarga memang lazim terjadi, jika Ia tak segera membenahi budaya organisasinya secara sungguh-sungguh, memisahkan hubungan keluarga dengan profesionalnya & memberikan kebebasan bereksplorasi. Saat ini kita bisa lihat beragam perusahaan yang bisa adaptif mengembangkan budayanya, hingga Ia tumbuh membesar dengan keberanian-keberanian eksplorasinya. Membagi peran adalah cara jitu, memberi ruang eksplorasi sekaligus menjalankan proses eksploitasi di saat bersamaan🤗

Subjektif Vs Objektif

Melatih objektivitas jadi sangat penting dalam organsiasi pembelajar, menumbuhkan sikap jujur yang tidak dipengaruhi pendapat & pertimbangan pribadi atau golongan dalam menilai sesuatu hasil 🎁

Objektivitas berarti hal-hal yang bisa diukur yang ada di luar pikiran / persepsi manusia. Sedangkan subjektivitas adalah fakta yang ada dalam pikiran manusia sebagai persepsi, keyakinan & perasaan🤔

Penilaiaan subjektif memang sah-sah saja selama didasarkan pada akal sehat, tahu konteksnya & kemudian memvalidasinya. Subjektivitas memang kerap dikaitkan dengan pandangan & perasaan seseorang, bisa bersifat jujur / tidak jujur, bisa sesuai / tak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Subjektifitas bisa membawa seseorang melihat bahwa pandangan & perasaannya kerap bertentangan dengan masyarakat disekitarnya, oleh karena itu, jika seseorang memiliki penilaian subjektif, maka Ia perlu memvalidasi pandangan & perasaannya🔍

Pandangan objektif akan cenderung bebas nilai sedangkan subjektif sebaliknya, hubungan kerja keduanya memiliki kelebihan & kekurangannya. Dalam tradisi ilmu pengetahuan objektivitas akan menghasilkan pengetahuan kuantitatif sedangkan subjektivitas akan menghasilkan pengetahuan kualitatif🥁

Subjektivitas yang tidak diuji kerap menimbulkan chaos, terlebih budaya-budaya kolot yang melanggengkan budaya takut bertanya, validasi hingga berakibat fatal kemudian. Menilai orang akan lebih jernih dari karyanya, bukan dari Individunya sebagai persona. Persona akan sangat tergantung perspektif penilainya, basisnya akan sangat relatif. Namun jika melihat karyanya akan sangat berbeda akibatnya, karena melepaskan aspek relativitas dan didasarkan pada fakta✅

Nilai yang dihasilkan oleh upaya penelaahan objektif menghasilkan kebenaran tunggal, kemudian akan runtuh jika ada hasil lain yang menunjukkan perbedaan. Sedangkan penelitian subjektif cenderung majemuk, bergantung konteksnya🖼️

Melatih kebenaran subjektifitas memang perlu waktu, tapi akan lebih mudah hidup jika kita menilai orang dari karyanya, tak perlu pusing memikirkan personanya, jangan-jangan karena terlalu sibuk memikirkan persona orang lain, malah kita yang lebih urgent membenahi diri daripada orang tsb❤️

Konsisten Membangun Momentum

Pernah ga mengalami kondisi organisasi dengan beragam kekhawatirannya, sedangkan timnya perlu energi bergerak ke depan? Sebuah dinamika organisasi memang kerap dihadpkan pada fakta-fakta di lapangan dengan beragam kondisi yang mengkhawatirkan, bisa tentang kondisi keuangan, pasar, tim yang kurang bahagia atau hal-hal lainnya.

Tidak selalu baik kita bersandar pada kekhawatiran, baiknya kita lebih condong untuk lebih banyak bersandar pada peluang, ketimbang kekhawatiran. Seberapa lebih beratkah neraca kekhawatiran kita? dibandingkan dengan semangat kita mewujudkan peluang? Lebih sering kekhawatiran timbul karena rujukannya terkait masa lalu, fakta dan data yang diperoleh hingga saat ini, kemudian meproyeksikannya pada masa depan. Namun, kondisi ini akan sangat berbeda jika kita mampu menggali dan mendapatkan peluang-peluang baru, kemudian bangun momentunya bertahap kemasa depan.

Neraca peluang perlu lebih berat dari neraca kekahawatiran. Peluang diraih dengan membuka beragam pintu yang berbeda. Konsistensi membuka pintu-pintu baru, bersua dengan beragam mitra dan memulai proses ko-kreasi diantaranya perlu dibangun. Konsistensi berarti membangun momentum secara bertahap ya, bukan bertemu berulang-ulang tanpa hasil tapi pastikan peluang itu menguat seiring konsistensi pertemuan.

Tahapannya pastikan
1. Connect, terhubung dulu
2. Colaborate, petakan kekuatan masing-masing
3. Cocreate, buat sesuatu, jadikan MVP, iterasi kemudian!
4. Commerce, pastikan mendapatkan manfaat finansial bersama
5. Celebrate, rayakan keberhasilan, pastikan keberlanjutan.
6. Capacity! eksponensialkan kapasitas dengan kolaborasi

Berangkat,cari peluang diluar, mulai dengan ngopi-ngopi & merawatnya dari langkah ke-1 hingga 6, jauhkan terlau banyak baca laporan keuangan yang bikin degup jantung lebih kencang, turunkan resikonya dalam manajemen resiko yang persisten. Coba sandingkan lagi neracanya, lebih berat mana?

Semestinya kita bergerak bermula dari peluang (healthy urgency) bukan karena khawatir (unhealthy urgency) karena energi dalam prosesnya pun akan berbeda, membangun momentum akan seperti perjalanan mengasyikkan layaknya eksplorasi penuh adrenalin, menjadikannya petualangan seru!

Radically New Prodact, New Experience

Beberapa tahun lalu menuliskan sebuah paparan dengan judul The Future Is Co, yang bahkan hari ini judul tersebut bukan sekedar slogan yang mencerminkan kolaborasi, kooperasi atau co lainnya. Co, atau dilakukan secara bersama-sama menjadi sebuah nyawa yang tak bisa dilepaskan dalam kehidupan sehari-hari✅

Apalagi di era digital, dimana setiap simpul terkoneksi satu sama lainnya. Konektivitas membuat segala sesuatunya tak bisa dihadapkan dengan silo dan ego. Akan berbahaya ketika dalam era konektivitas ini, cara pandang kita justru masih disconected🤩

Beberapa hal baru terkait dunia kolaborasi, dalam pengembangan model bisnis dan bahkan dalam merancang ekosistem bisnis ada beberapa gerakan kolaboratif yang penting untuk dipahami antara lain :

✅ Co-creative; bersama-sama tim internal melakukan proses kolaborasi, kerjasama, memastikan interaksi dan keterhubungannya menjadi pergerakan yang menghasilkan kekuatan yang eksponensial. Co-creative menghasilkan collective intelegence. Keterhubungannya menghasilkan efek jejaring berupa kekuatan inovasi yang kuat🥳

✅ Co-creation; bersama-sama mitra eksternal, baik yang dilakukan dalam konteks yang serupa dengan bisnisnya, atau bahkan diluar jalur bisnisnya sehingga Ia menghasilkan beragam bentuk kolaborasi radikal dalam menghasilkan preposisi baru bagi pelanggannya. Bentuk ini juga bisa diwujdkan dalam bentuk customer collaboration, dimana pelanggannya diajak bersama melakukan proses pendalaman dalam pengembangan produk dan layanan apa yang sesungguhnya diperlukan dalam menghasilkan solusi bagi pelanggannya❤️

✅ Co-Evolution; Jika kita sudah menemukan mitra dalam melakukan ko-kreasi, kemudian saling berdaptasi menyelaraskan tujuannya, maka mitra-mitra kolaborasi ini akan membentuk ekosistem dimana melakukan perubahan-perubahan dalam proses adaptasinya bersama. Istilah sederhananya, tumbuh dan berubah bersama🚀

“No one can whistle a symphony. It takes a whole orchestra to play it.” – H.E. Luccock #tleecosociopreneur

Mencipta Wadah Belajar Perbesaran Dampak

Perjalanan pembelajaran dalam sebuah institusi pendidkan memang idealnya menghasilkan proses trasnformasi diri bagi para pembelajarnya. Jadi wadah yang sistematis meningkatkan kapasitas diri, kekuatan berpikir & imajinasinya secara eksponensial. Namun, institusi pendidikan jadi sering terjebak dengan rutinitas, bekerja keras untuk mencapai output tertentu bagi siswa-siswinya ketimbang memastikan ekosistem belajarnya jadi wadah yang terbaik bagi anak-anak didik melakukan transformasi dirinya.

Padahal, pendidikan punya peranan penting dalam memutus kemiskinan. bukan sekedar jadi pabrikan masal meluluskan siswa-siswinya & memberikannya tanda Ia berpengetahuan mereka berikan dengan sehelai ijazah & atau keberhasilannya yang diukur dari ketepatannya lulus tepat waktu atau tidak, perkara Ia kemudian jadi apa & apakah Ia punya mimpi besar, tak peduli juga, yang penting lulus & bernilai baik.

Banyak mahasiswa bertanya, “Pak baiknya saya lanjut kemana?” Saya tentu menyarankan, jika melanjutkan pendidikan tidak hanya melihat dari apa saya yang akan dipelajari. Tapi juga lihat dengan seksama, apakah kampusnya punya ekosistem yang baik, matang & terhubung. Juga mau memastikan kelas-kelas pengetahuan & ekosistem pengajarannya memberikan ruang belajar dalam mengubah hidup para peserta didiknya.

Sekolah bukan hanya belajar per mata kuliah, tapi Ia harus hidup dalam ekosistem yang baik, lembaga penyelenggaranya berkomitmen menjadikan lembaganya sebagai organisasi pembelajar. Wadahnya memperkenankan tumbuhnya saling keterkaitan, akses, komunikasi, kolaborasi dan beragam proses saling mutual dala, mencipta wadah belajar perbesaran dampak.

Pastikan bersekolah dimana kampusnya juga paham bagaimana memberikan contoh sebagai organsasi pembelajar, jadi tempat belajar terbaik mengembangkan mindset, nilai & budaya karena, hal-hal yang tak mungkin jadi sejumlah sks karena Ia dilakukan dalam kesehariannya dalam wadah transformatifnya.

Jangan hanya sekedar berpendidikan, karena yang terdidik belum tentu kemudian jadi pembelajar, agar Ia tetap relevan dengan jaman& kondisinya, mau jadi pembelajar sepanjang hayat❤️

Terimakasih @upnveteranjakarta sesi quality dialognya🤩

Slow Thinking; Menekuni Mimpi

Jangan lupa untuk visualisasikan mimpi usaha kita dengan jelas. Imajinasi ini menjadi penting karena akan menuntun kita untuk mencapai tujuan yang diidam-idamkan. Kita sering mengenalnya dengan nama Visi. Visi tak perlu ditempelkan di dinding besar-besar, atau di laman website usaha kita, yang lebih penting justru pada bagaimana visi ini jadi imajinasi yang mendorong energi kita melangkah dengan kebahagiaan dan antusiasme yang menggebu-gebu.

Tapi kemudian dalam perjalannnya, kita perlu hati-hati jika mimpi ini kemudian menjadi beban dikemudian hari, bagi pendiri dan timnya. Idealnya, mimpi yang tervisualisasikan itu tetap menjadi energi pendorong perubahan, bukan kemudian tak terasa berubah sedikit demi sedikit menjadi beban.

Jika mimpi dan imajinasi masa depan kita dalam perjalanannya kemudian jadi beban, membuat kita lelah dan menguras energi, artinya ada yang kurang tepat dalam proses memelihara mimpinya, ada yang keliru juga dalam menurunkannya menjadi strategi-strategi kecilnya. Menjadi penting memahami bahwa imajinasi ini, pada saat ini bersifat imajiner, sesuai dengan namanya “imajinasi” Ia akan terwujud secara bertahap, jangan lupakan bahwa Ia akan dicapai dalam jangka waktu tertentu di depan.

Kelelahan akan sangat mungkin terjadi jika ternyata dalam perjalannnya kita tak sadar menyeret mimpi kita jadi lebih cepat & memaksanya hadir segera. Konsistensi sebenarnya adalah kunci utama, lebih lanjut kita bisa mengurai konsistensi dalam 6 spektrum, kira-kira seperti ini;

1. Urai mimpi dalam horison waktu
2. Tinggikan perspektifnya, hingga tau cara memandangnya dari atas
3. Luaskan pengetahuannya, baca referensinyam cari tau ilmu, pengetahuan dan ketermpilannya
4. Mantapkan kekuatan jejaringnya, resourcefulness-nya, intensifkan obrolan-obrolannya dengan banyak pihak
5. Dalamkan wisdomya, banyak filosofi dasar dan hikmah dari setiap langkah yang perlu ditempuh.
6. Belajar sejarahnya, hingga kita bisa belajar big why-nya

Jangan sampai mimpi berubah menjadi beban, tapi sebenarnya yang lebih ditakutkan adala ketika usaha, bahkan hidup tak punya mimpi.

Membangun “Systemic Leadership with Purpose”

Memastikan kembali bahwa kita berada dalam satu wadah yang terdiri dari simpul-simpul yang terkoneksi. Bukan sekedar simpul-simpul mandiri tanpa koneksi. Memastikan kembali bahwa kita berada pada sebuah ekosistem dimana simpul-simpulnya terkoneksi nyata, walau garis-garis interaksinya tampak maya dalam kehidupan. Garis imajiner interaksi ini perlu disadari penuh, bahwa inilah yang membawa kekuatan eksponensial bernama Network Effect🙌

Ekosistem yang simpulnya saling terkoneksi adalah wahana terbaik pembelajaran. Menjadi organisasi pembelajar dimana orang per orangnya tak perlu menunggu waktu lama mengenali purposenya. Dalam organisasi konvensional, proses pergeseran dari level awal berpikir ke level tinggi kematangan berpikir. Tingkatan kepemimpinan seseorang dibagi menjadi 6 tingkat kematangan (Digital Leadership, 2022) 1) Self-oriented Impulfsif, 2) Group-centric conformist, 3) Rationalistic-funtional, 4) Self-determining confident, 5) Relativistic-indiviadualistic, 6) Systemic-autonomous. 🙌

Tak mungkin kita menunggu usia tua untuk menghadirkan kematangan berpikir, itu pun jika beruntung. Menghadirkan ekosistem pembelajar adalah hal terpenting proses akselerasi kematangan berpikir, menggeser kebutuhan atas security menjadi purpose, menggeser “Preassure” jadi “Co-creative”🥳

Bisa saja sebuah komunitas hadir tapi minim interaksi, atau membiarkannya ketergatungannya pada satu pihak. Kesalahan umumnya adalah tidak memelihara terjadinya keterhubungan yang masif & interaksi antar simpulnya yang frekwentif. Jika sebuah komunitas terdiri dari kehadiran beragam simpul tapi hanya tergantung pada 1-2 pengerak, indikasinya komunitas ini terjebak pada kematangan tingkat dua, yakni Group-centric conformist. Perlu segera mengakselerasi menumbuhkan budaya co-creativenya, menciptakan zona aman belajar, berinteraksi dengan masing-masing otonominya. Membangun “Systemic Leadership with Purpose”🤩

Pembelajaran dengan konsepsi Network melahirkan proses pembelajaran & pematangan cara berpikir, bekerja & bertindak yang eksponensial, jadi sekumpulan pembelajar yang saling memajukan.

“Being a great place to work is the difference between being a good company & a great company.”

The Unite Perspectives on Organizations

Mengawal tim menjalani prosesnya jadi tim yang inovatif memang tak bisa dijalankan sebagai sebuah keajaiban yang tiba-tiba muncul. Tapi sangat mungkin diakselerasi. Perubahan era industri jelas memerlukan perubahan paradigma mendasar, hingga kita punya strategi tepat yang relevan dengan jaman. Jangan lupa, dalam 1 abad terakhir perubahan dan perkembangannya sangat pesat dimulai dari
1. Budaya agraris (1.0)
2. Budaya industri (2.0)
3. Budaya informasi (3.0 – 4.0)
4. Budaya holistik (5.0)

Sangat jelas pergeserannya kala dulu budaya erat dengan struktur yang feodal, perbudakan yang kemudian bergeser pada budaya birokrasi & struktur autoritarian. Pada Industri 2.0 menekankan pada proses efisiensi & munculnya unit-unit bisnis yang process driven

Era 3.0 muncul orgranisasi-organisasi yang flat, meningkatnya fleksibilitas, hingga era Industri 4.0 dimana digital membawa ketangkasan yang lebih tinggi karena saling terkait hingga banyak bermunculan proses co-creation dimana-mana.

Sejak pandemik, era digital terjadi dimana-mana, bertemu dengan momentum bumi yang makin terdegradasi lingkungannya, muncul urgensi dimana terjadinya Circular Organization, dimana tiap organisasi memungkinkan berelaborasi membentuk Inovasi Terbuka, berkontribusi bersama membentuk budaya holistik.

Berkaca pada tim kita, dengan perkembangan ini apakah kita masih ingin mempertahankan kompetisi, kerjasama (co-operation) /Co-creation? Perkembangan budaya kini bergeser dari;
✅ continuity jd disruption
✅ consistency -> agility
✅ power OVER people homogeneity, exclusion -> power WITH people heterogeneity
✅ external -> determination

Paradigma yang membedakan kita saat ini lebih lanjut adalah;
✅ Value creation tak lagi diciptakan oleh mesin dengan produksi masal yang terstandarisasi, tapi oleh manusia itu sendiri
✅ Bukan lagi line management yang hierarkis, tapi project management dengan perannya yang jelas.
✅ Bukan lagi management by control dengan superioritas dan subordinatnya, tapi tentang kepemimpinan dengan trust yang dibangun.
✅ Bukan lagi work-life balace tapi work-life blend.
✅ Bukan lagi centralized management tapi collegial leadership.
✅ Top-down structure jadi value creation structure🚀

Ekosistem Pembelajar

Mencipta pembelajar sepanjang hayat tentu perlu ekosistem pembelajar, punya kawan yang saling menuntunnya pada tiap tahapan kematangan berpikirnya & mengakselerasinya dengan baik✅

Bagaimana sebenarnya proses tumbuh seseorang dalam berpikir? Dalam The Unite Innovation & Transformation Model, diungkapkan beberapa tahap bagaimana perkembangan proses berpikir dengan melihat bagaimana perspektif individu melihat dunia;

I. Self-centric. Tingkat kematangan ini terjadi ketika seorang individu masih fokus pada kepentingan individual, perlu pengembangan kemampuan asertif, masih Impulse Driven / bertindak berdasarkan instingnya, kebutuhan hidupnya masih berkutat pada bagaimana mendapatkan rasa aman (Security)🤯

II Group-centric. Ia mulai fokus pada kolektivitas ketimbang pada kebutuhan seseorang saja, kebutuhan hidupnya bergerak pada hal-hal yang menyangkut kepemilikan😱

III. Skill-centric. Caranya berpikir mulai difokuskan pada bagaimana Ia bisa melakukan hal-hal yang rasional & terkukur. Kebutuhan dirinya adalah bagaimana Ia mengembangkan personalitasnya. Kebutuhannya adalah bagaimana Ia bisa memastikannya secara terukur😚

IV. Self-determining. Mulai fokusnya memberdayakan dirinya. Pada tingkat ini kebutuhan dirinya adalah terkait status dirinya😎

V. Multi-perspective. Persepsi dirinya ditandai dengan kematangan yang lebih lanjut, Ia fokus pada beberapa sudut pandang yang berbeda atas kebutuhan & perasaan yang beragam. Ia mulai memaknai nilai-nilai penting hidupnya yang fundamental & digunakan sebagai landasan berpikirnya😎

VI. Systemic. Kematangan berpikirnya akan membawanya untuk fokus pada sistem, keseluruhan yang integral, berpatok pada purpose, tujuan, otonomi & keterkaitannya antar simpulnya. Kebutuhan di level ini adalah pemenuhan akan Purpose🤩

Kebutuhan mendesak untuk beranjak ke level 6, tak bisa ditawar lagi & dilakukan serial dengan proses waktu lama. Dunia sudah tak lagi berada sekedar di era Industrial 4.0, tapi Earth 5.0 yang masif dengan Circular Organization dengan Open Innovationnya. Tak bisa elak lagi atas kebutuhan dusrupsi, agility, power WITH people heterogeneity, inclusion & self-determination. Wujudkan dengan ekosistem pembelajar!🤠