WHY

Seringkali, konflik terjadi karena orang-orang berfokus pada perbedaan yang tampak di permukaan—pada tindakan atau pada hal-hal yang terlihat secara eksplisit.

Memfokuskan perhatian pada “Why” dalam setiap diskusi atau pemahaman sebuah topik tidak hanya penting, tetapi sering kali menjadi kunci untuk membuka wawasan yang lebih dalam dan menyeluruh. Di dunia yang kompleks, di mana setiap individu dan kelompok datang dengan latar belakang, nilai, dan motivasi yang berbeda, memahami “Why”—alasan mengapa orang bertindak, berpikir, atau merasa tertentu—memberikan wawasan yang lebih substansial daripada sekadar mengetahui “What” (apa yang terjadi) atau “How” (bagaimana sesuatu terjadi).

Mendiskusikan “Why” mengangkat kita ke level pemahaman yang lebih emosional & psikologis. Pendekatan ini tidak hanya sekadar mengetahui fakta atau prosedur, tetapi juga menggali lebih dalam ke dalam motivasi dan konteks yang membentuk perilaku dan kepercayaan.

Pendekatan ini membantu kita mengidentifikasi titik temu dan perbedaan pada tingkat yang lebih mendasar.

Memahami “Why” seseorang atau kelompok bertindak tertentu membuka jalan bagi empati. Empati adalah kemampuan untuk memasukkan diri kita ke dalam posisi orang lain dan melihat dunia melalui pandangan mereka. Ketika kita memahami alasan di balik tindakan atau kepercayaan seseorang, kita cenderung mendekati mereka dengan rasa hormat dan keterbukaan, bukan prasangka atau ketidaksabaran.

Lebih lanjut, pendekatan berbasis “Why” juga penting dalam memperkaya literasi antarkelompok, memperkaya pemahaman kita sendiri dan mengurangi kesalahpahaman. Literasi ini mencakup bukan hanya pembelajaran fakta baru, tetapi juga pengembangan kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain secara lebih efektif.

Oleh karena itu, mengarahkan diskusi atau analisis dari perspektif “Why” tidak hanya membantu dalam memahami isu yang lebih luas, tetapi juga mempromosikan toleransi, kerjasama, dan koeksistensi antarkelompok yang lebih harmonis. Setiap pribadi punya cerita; tiap cerita memiliki alasan; dan menghargai alasan tersebut adalah kunci untuk membangun masyarakat yang lebih terbuka dan inklusif🤩

Skill Will Matrix

Dalam konteks organisasi pembelajar, tidak cukup hanya memiliki individu yang kompeten; yang lebih penting adalah bagaimana ekosistem organisasi mendukung pertumbuhan setiap individu, baik mereka yang memiliki skill rendah, will rendah, atau kombinasi keduanya. Organisasi pembelajar mengakui bahwa pertumbuhan & pengembangan adalah proses berkelanjutan, & ini di mana “Skill Will Matrix” menjadi sangat relevan.

Organisasi pembelajar menekankan pada pembelajaran terus-menerus & adaptasi. Dalam konteks ini, Matrix ini bukan hanya alat untuk manajemen kinerja, tapi juga untuk pengembangan pribadi & profesional. Dengan mengidentifikasi di mana setiap anggota tim berada dalam matrix, pemimpin bisa menyesuaikan strategi pembelajaran & pengembangan mereka untuk memaksimalkan potensi tiap individu.

🤩 High Skill-High Will: 
Model ideal. Anggota tim ini dapat diandalkan untuk berbagi pengetahuan & membimbing rekan-rekannya. Mereka harus diberi kesempatan untuk memimpin proyek / inisiatif pembelajaran.

😩 Low Skill-High Will: 
Anggota tim ini memiliki keinginan kuat untuk belajar. Mereka harus diberikan akses ke pelatihan & mentorship untuk membangun keterampilan mereka. Lingkungan yang mendukung & kesempatan untuk belajar dari kesalahan sangat penting.

😳 High Skill-Low Will: 
Tantangan di sini adalah menemukan cara untuk memotivasi. Ini bisa melalui proyek yang lebih menantang, peran kepemimpinan dalam inisiatif pembelajaran, atau menghubungkan pekerjaan mereka dengan tujuan yang lebih besar dari organisasi.

😓 Low Skill-Low Will: 
Ini mungkin yang paling menantang. Pendekatan yang mungkin efektif adalah melalui pembinaan intensif, memberikan umpan balik konstruktif, & menetapkan tujuan pembelajaran yang jelas & terukur.

Ini bukan hanya tentang mengelola kinerja, tapi tentang memahami & mendukung perjalanan pembelajaran setiap individu, tentang menciptakan budaya di mana pembelajaran dihargai, kesempatan untuk tumbuh diberikan kepada semua, & di mana tiap anggota tim dilihat sebagai aset yang berharga dengan potensi unik mereka sendiri, berkembang bersama dengan anggota timnya✨✨✨

Stages Of Team Development

Boleh delegate! Tapi empowering ya!
Sekelumit percakapan yang sering muncul di @rumahkolaborasi.tle@thelocalenablers dalam setiap projectnya.

Menjadi organisasi yang selalu ingin belajar itu penting, terutama di dunia bisnis & teknologi yang cepat berubah. Organisasi seperti ini harus selalu siap belajar & menyesuaikan diri agar bisa tetap bersaing. Salah satu cara penting untuk melakukannya adalah dengan delegasi tugas yang baik dan juga memberdayakan anggota tim.

Delegasi tugas di sini bukan cuma memberikan pekerjaan pada anggota tim, tetapi juga memberi mereka kesempatan untuk tumbuh. Saat tugas diberikan, anggota tim belajar hal baru dan mengambil tanggung jawab yang lebih besar. Ini membantu mereka menjadi lebih baik dalam pekerjaan mereka.

✅ Memberdayakan anggota tim juga penting. Ini berarti memberi mereka kepercayaan dan alat yang mereka butuhkan untuk membuat keputusan sendiri dan berinisiatif. Hal ini ngga cuma membuat mereka lebih termotivasi, tetapi juga mendorong mereka untuk datang dengan ide-ide baru dan kreatif🤩

✅ Organisasi yang ingin terus belajar juga menekankan pada pentingnya belajar sepanjang waktu. Ini menciptakan suasana di mana semua orang menghargai pengetahuan dan belajar. Ini membantu perusahaan untuk terus tumbuh dan beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di sekitarnya.

✅ Kerjasama tim juga jadi lebih baik di organisasi yang terus belajar. Saat semua orang belajar dan berbagi pengetahuan, tim bisa bekerja sama dengan lebih efektif, menciptakan solusi yang lebih baik dan meningkatkan produktivitasnya🚀

Akhirnya, organisasi yang selalu belajar itu kuat. Mereka bisa menghadapi tantangan dan cepat bangkit dari masalah. Dengan delegasi yang baik dan memberdayakan anggota tim, perusahaan tidak hanya bekerja lebih baik sehari-hari, tetapi juga terus berkembang dan membangun dasar yang kuat untuk sukses di masa depan🥳

Jadi, menjadi organisasi yang selalu ingin belajar membuat perusahaan lebih dinamis, inovatif, dan mampu bersaing. Dengan menggabungkan delegasi tugas yang efektif dan pemberdayaan anggota tim, perusahaan tidak hanya meningkatkan cara mereka bekerja, tetapi juga bagaimana mereka tumbuh bersama sebagai sebuah tim.

The Orchestrator Model

Di Rumah Kolaborasi, tempat dimana belajar jadi energi setiap harinya. Dalam satu sesi kami coba mengevaluasi proses marketing dan coba mencari rujukannya.

Satu rujukan menarik hati untuk dibahas, memastikan tiga elemen kunci – Think, Feel, dan Do – menjadi satu alur naratif yang harmonis tak terbantahkan. Proses ini dimulai dengan ‘Think’, di mana analisis data dan pemahaman pasar menjadi pondasi dalam merumuskan strategi marketing. Seorang market data analyst bukan hanya mengumpulkan data, tetapi juga mengekstrak wawasan berharga untuk memahami kebutuhan dan perilaku pelanggan.

Kemudian, elemen ‘Feel’, menghubungkan hati dan pikiran pelanggan dengan merek. Ini bukan cuma tentang memahami pelanggan secara statistik, tetapi juga membangun koneksi emosional melalui PR, media sosial, dan komunitas. Pada tahap ini, marketing bertransformasi dari sekedar penyampaian pesan menjadi pembangunan hubungan. Cerita merek yang disampaikan harus menarik emosi, membangun rasa kepercayaan dan kesetiaan, yang tak terukur harganya.

Akhirnya, ‘Do’ menyatukan semuanya. Setelah strategi dibangun dan emosi pelanggan tergugah, saatnya untuk beraksi. Tim kreatif mengambil alih, mengubah wawasan dan perasaan menjadi konten yang nyata. Mereka menciptakan kampanye yang menarik, memproduksi materi pemasaran yang kreatif dan efektif, yang tidak hanya memukau mata tetapi juga mendorong pelanggan untuk bertindak. Dari konsep hingga kenyataan, setiap aspek konten diproduksi dengan tujuan yang jelas – untuk memenuhi strategi yang telah dirumuskan dan untuk beresonansi dengan pelanggan.

Dalam sinergi Think, Feel, dan Do ini, marketing bisa jadi lebih dari sekedar menjual produk atau jasa; itu menjadi tentang menciptakan pengalaman yang kaya dan memuaskan bagi pelanggan. Setiap elemen saling terkait dan mendukung satu sama lain, menciptakan strategi marketing yang holistik dan efektif, yang pada akhirnya mendorong pertumbuhan dan kesuksesan bisnis dalam jangka panjang.

Sejauh mana kamu memadukannya saat ini?✨

Kamu bergerak karena apa?

Kamu bergerak karena apa? ✨

Menavigasi dunia kerja dan organisasi sering kali memerlukan pemahaman yang jelas tentang Visi, Misi, dan Tujuan kita. Ketiganya memiliki peran penting dalam memberikan arah dan motivasi, tetapi bagaimana kita membedakan di antara ketiganya?

🚀Vision Driven
Adalah sebuah pergerakan yang didahului dengan pandangannya pada masa depan, fokusnya pada apa yang ingin kita capai di masa depan. Ini adalah pandangan idealis dan inspirasional yang kita cita-citakan, sering kali didorong oleh hasrat dan perasaan kita. ‘vision driven’, dimotivasi oleh gambaran akhir yang diinginkan, bergerak maju berdasarkan apa yang kita yakini secara pribadi sebagai tujuan yang paling penting.

🚀Mission Driven
Pergerakannya berorientasi pada tindakan dan respon terhadap kebutuhan saat ini. Misinya berfokus pada apa yang perlu dilakukan sekarang dan bagaimana kita dapat berkontribusi. Organisasi atau individu yang ‘mission driven’ diarahkan oleh faktor eksternal, seperti permintaan pasar atau kebutuhan masyarakat. Keputusan mereka didasarkan pada rasionalitas dan logika untuk memenuhi tujuan-tujuannya

🚀Purpose Driven
Tipe ini merupakan sintesis dari visi dan misi. Tujuan mencakup keinginan batin dari visi dan tanggapan praktis dari misi, menggabungkan dorongan pribadi dengan pemahaman akan kebutuhan yang lebih besar. ‘Purpose driven’ akan menghasilkan tindakan yang didasari oleh apa yang kita rasakan penting secara pribadi maupun apa yang diperlukan oleh dunia di sekitar kita.

Mengidentifikasi apakah pergerakan kita didorong oleh visi, misi, atau tujuan bisa membantu kita memahami motivasi kita dan membuat keputusan yang lebih sejalan dengan apa yang kita nilai. Apakah kita mencari inspirasi dari dalam, serta membiarkannya membentuk jalan kita ke depan (Vision Driven), apakah kita menanggapi kebutuhan sekitar dan bertindak berdasarkan hal tsb (Mission Driven), dan atau apakah kita mengintegrasikan keduanya untuk menciptakan dampak yang punya makna lebih luas dan bertujuan dalam menjamin berkelanjutannya, (Purpose Driven)?

Nah, dengan ini kamu jadi paham kamu bergerak karena apa sekarang?✨

What is design accountable for in a product company?

Sebuah tulisan Thomas Sutton dalam UX Collective 2024 bertajuk What is design accountable for in a product company? menarik sekali untuk dibahas, terkait bagaimana sebuah produk melahirkan outcomes bagi penggunanya?✨

Di balik setiap desain yang kita cintai, terdapat perpaduan seni dan sains yang memikat hati dan pikiran. Desain bukan sekadar tentang estetika; ia adalah jembatan yang menghubungkan kegunaan (usability) dengan keterjangkauan (accessibility),menciptakan pengalaman tanpa batas (barrier-free) bagi setiap pengguna. Kita berbicara tentang sintesis antara kebermanfaatan (usefulness) dan kesenangan (enjoyment), di mana setiap sentuhan dan interaksi dengan produk tidak hanya memenuhi kebutuhan, tetapi juga menumbuhkan kecintaan❤️

Lebih jauh, desain yang efektif adalah tentang menciptakan kesesuaian kontekstual (context-fit) dengan kesederhanaan jaringan (net-simplicity), mengubah realitas yang kacau menjadi pengalaman yang harmonis dan intuitif. Setiap elemen dirancang untuk meningkatkan kehidupan pengguna, mendorong mereka menjadi versi terbaik dari diri mereka sendiri🤩

Namun, perjalanan untuk mencapai hasil produk (product outcomes) yang luar biasa ini tidaklah sederhana. Di balik layar, ada kerumitan yang harus ditaklukkan – mulai dari penjualan (sales), pemasaran (marketing), layanan pelanggan (customer services), desain, ilmu pengetahuan (science), hingga teknologi. Semua elemen ini berkolaborasi, berinovasi, dan terus-menerus beradaptasi untuk menciptakan nilai bisnis (business value), manfaat pengguna (user benefit), dan dampak sistemik yang berarti🎯

Ketika desain bertemu dengan kecintaan, kegunaan, dan inovasi, kita tidak hanya mendapatkan produk yang luar biasa; kita mendapatkan pengalaman yang mengubah kehidupan. Desain yang hebat adalah tentang menciptakan produk yang tidak hanya kita gunakan, tetapi juga kita cintai, yang pada akhirnya membawa kita ke masa depan yang lebih cerah dan lebih baik🚀

Empati

Empati adalah kemampuan esensial untuk mengerti dan merasakan emosi serta keadaan orang lain dari sudut pandang mereka, seakan-akan kita yang mengalami situasi itu sendiri. Ini adalah kunci dari pemahaman antarmanusia, sebuah proses dimana kita menempatkan diri kita dalam sepatu orang lain untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam🍎

Compassion, atau kasih sayang yang aktif, adalah perluasan dari empati. Ini bukan hanya tentang pemahaman emosi, tetapi juga tentang hasrat untuk mengurangi atau mengeliminasi penderitaan yang dirasakan oleh orang lain. Compassion adalah manifestasi dari empati yang berujung pada tindakan, sebuah keinginan untuk tidak hanya mengakui tetapi juga untuk mengambil langkah konkrit dalam mengatasi kesulitan yang dihadapi orang lain🍊

Dalam Design Thinking, empati adalah fondasi dari pendekatan desain. Desainer menggunakan empati untuk menyelami kebutuhan, hasrat, dan tantangan pengguna, memungkinkan mereka untuk mengungkap masalah yang benar-benar perlu diatasi dengan solusi yang tepat dan berpengaruh🍒

Namun, Design Thinking mengusung tujuan yang lebih besar daripada sekadar empati. Ini berambisi untuk mencapai compassion melalui proses desain—menciptakan solusi yang tidak hanya memenuhi kebutuhan tetapi juga menghormati dan meningkatkan kesejahteraan manusia. Desain yang didorong oleh compassion mempertimbangkan efek jangka panjang pada individu dan masyarakat, menghasilkan produk, layanan, atau sistem yang mendukung pertumbuhan, kesehatan, dan kebahagiaan secara keseluruhan🍉

Sehingga, sementara empati adalah langkah awal yang memungkinkan kita untuk memahami pengguna dengan lebih mendalam, compassion adalah puncak dari Design Thinking, di mana solusi yang dihasilkan tidak hanya berorientasi fungsi tetapi juga dipandu oleh nilai-nilai humanistik dan etis, yang menunjukkan kepedulian nyata terhadap kebutuhan kemanusiaan di balik setiap tantangan desain🍓

Dari empathy hingga compassion

Servant Leadership

Bergesernya pola kepemimpinan transformatif, menjadikan konsep Servant Leadership jadi makin populer, Servant leadership itu ibarat seorang kapten yang tidak hanya memerintah kapalnya dari dek atas tetapi turun ke bawah untuk membantu awaknya🚢🚢🚢

Pemimpin jenis ini tidak cuma memikirkan tentang bagaimana caranya bisa tiba di tujuan, tapi juga memastikan seluruh awak kapal ikut berkembang dan merasa penting dalam perjalanan tersebut⚓️

Bayangkan seorang pelatih sepak bola yang tidak hanya memberi strategi permainan, tetapi juga mendengarkan dan memahami kebutuhan pemainnya. ⛹️‍♂️🤾🏻‍♀️Dia melatih tidak hanya untuk memenangkan pertandingan, tetapi juga untuk membuat setiap pemain menjadi yang terbaik. Itulah esensi dari servant leadership: memimpin dengan hati, bukan hanya dengan perintah⚽️🏀🏈

Servant leadership mengajarkan kita untuk menjadi pemimpin yang membantu anggota tim kita menemukan kekuatan mereka, mengatasi ketakutan, dan bersinar. Ini tentang menunjukkan kepedulian yang sebenarnya kepada orang-orang yang kita pimpin dan bekerja sama dengan mereka untuk mencapai tujuan yang lebih besar 🎯🎯🎯

Ketika kita memimpin dengan cara ini, kita tidak hanya mencapai target kita, tetapi juga membangun tim yang kuat dan setia yang merasa dihargai dan didengarkan. Di dunia di mana semua orang ingin didengar dan diakui, servant leadership adalah kunci untuk menciptakan lingkungan kerja yang positif & produktif🚀

Pengembangan diri

Pengembangan diri yang kita lakukan sejatinya berakar pada tujuan mulia: membesarkan kebermanfaatan bagi orang lain.

Proses belajar dan meningkatkan diri bukanlah semata untuk kepuasan atau pencapaian pribadi, tetapi lebih penting lagi, untuk memastikan bahwa keterampilan yang kita miliki dapat ditransfer secara efektif kepada penerima manfaat.

Konsep ini menekankan pada pentingnya tidak hanya memiliki pengetahuan atau keterampilan, tetapi juga kemampuan untuk memastikan bahwa pengetahuan tersebut dapat melekat dan berkembang dalam diri orang lain.

Dalam konteks ini, belajar menjadi lebih dari sekadar menambah wawasan; ini adalah tentang mengasah cara kita mengkomunikasikan dan membagikan ilmu tersebut pada siapapun. Misalnya, seorang pendidik yang terus-menerus memperbaiki metode pengajarannya tidak hanya meningkatkan kualitas pendidikannya sendiri, tetapi juga memperkuat pemahaman dan keterampilan murid-muridnya. Ini menciptakan lingkaran positif dimana peningkatan kemampuan pendidik langsung berdampak pada keberhasilan pembelajaran muridnya.

Selain itu, pengembangan diri dalam konteks ini juga melibatkan pemahaman mendalam tentang kebutuhan dan tantangan yang dihadapi oleh penerima manfaat. Dengan memahami ini, seseorang dapat menyesuaikan pendekatan dan metode pembelajaran atau transfer keterampilan untuk memastikan bahwa mereka relevan dan efektif. Tujuannya bukan hanya transfer pengetahuan, tetapi juga membekali penerima manfaat dengan kemampuan untuk menggunakan pengetahuan tersebut dalam praktik.

Pendekatan ini memandang keberhasilan tidak hanya dari pencapaian pribadi, tetapi dari seberapa besar dampak positif yang bisa dihasilkan bagi orang lain. Ini adalah tentang menciptakan nilai tambah yang berkelanjutan, di mana pengembangan diri kita secara langsung berkontribusi pada kemajuan dan keberhasilan orang lain. Dengan cara ini, pengembangan diri menjadi sebuah perjalanan yang tidak hanya memperkaya diri sendiri, tetapi juga membawa manfaat yang lebih besar bagi masyarakat.

Individu dikembangkan bukan dengan pendekatan sulap, tapi proses transformasi yang panjang, tapi sungguh-sungguh dirancang. Change by Design✨

Selamat menebar manfaat!

Psychological Safety

Ruang bermain atau bekerja sih?

Ruang bermain sangat erat dengan Psychological Safety yang baik, konsep penting dalam psikologi organisasi, terutama dalam konteks kerja tim dan inovasi🤯

Pertama kali diperkenalkan oleh Amy Edmondson, seorang profesor di Harvard Business School. Psychological Safety merujuk pada sebuah lingkungan dimana individu merasa aman untuk mengambil resiko, berbicara terbuka, dan mengekspresikan ide-ide mereka tanpa takut akan penilaian negatif atau hukuman🤩

Konsep ini sangat relevan dalam membentuk ‘Learning Zone’, yang merupakan keadaan di mana individu dan tim merasa termotivasi dan mampu untuk belajar, bereksperimen, dan berkembang. Dalam Learning Zone, orang merasa nyaman untuk mencoba hal-hal baru, membuat kesalahan, dan belajar darinya. Ini berbeda dengan ‘Comfort Zone’ di mana seseorang mungkin merasa aman tapi tidak termotivasi untuk berkembang, ‘Apathy Zone’ yang ditandai dengan kehilangan minat dan motivasi, dan ‘Anxiety Zone’ di mana tekanan dan ketakutan menghalangi kinerja dan pembelajaran😓

Mengapa Learning Zone penting? Dalam lingkungan yang mendukung Psychological Safety, individu lebih cenderung:

✅ Berinovasi dan Kreatif
Ketika tidak takut gagal, individu lebih cenderung mengambil risiko dan berpikir di luar kotak.

✅ Belajar dari Kesalahan
Kesalahan dilihat sebagai bagian dari proses belajar, bukan sebagai kegagalan pribadi.

✅Berbagi Pengetahuan
Orang merasa lebih nyaman untuk berbagi ide dan pengetahuan, yang memperkaya seluruh tim.

✅Bekerjasama dengan Efektif
Meningkatkan keterbukaan dan kepercayaan antara anggota tim, menghasilkan kolaborasi yang lebih baik.

Untuk menciptakan Learning Zone yang kaya akan kreativitas, penting untuk membangun budaya organisasi yang menghargai keberagaman pemikiran, menerima risiko dan kegagalan sebagai bagian dari proses, dan mendorong komunikasi terbuka. Ini menciptakan lingkungan yang kondusif untuk inovasi, di mana setiap orang merasa dihargai dan terlibat dalam pekerjaannya.

Seberapa tinggi Psicological Safety tampat kamu bekerja?