The Team Lead Model Part 2

Dalam bukunya Jim Collins, Good to Great salah satu hal penting adalah peranan dari pemimpin yang terbuka. Dalam prosesnya Ia memastikan timnya berisikan orang-orang yang tepat yang mampu memberikan kontribusi produktif lewat bakat, pengetahuan, keterampilan & kebiasaan kerja yang baik. Kemudian Ia mengorkestrasinya jadi anggota Tim yang secara harmonis berkontribusi dengan kemampuan individunya mencapai tujuan kelompok & bekerja secara efektif dengan orang lain.

Keunggulan organisasi terletak pada kualitas timnya, kepemimpin berada pada setiap level & bersinergi satu sama. Konsep TEAM-LEAD dari Joe Wolenmulu, 2022 mengungkapkan bahwa ada bermacam variable yang perlu dipastikan keberadaanya agar tim menjadi unggul.

1)Training -> Kompetensi
Training ditujukan untuk meningkatkan kompetensi anggota. Sering kali organisasi hanya mengandalkan hal ini bagi penguatan timnya, padahal ada banyak hal selain pelatihan untuk memastikan timnya jadi hebat!

2)Enterprising -> Resourceful
Enterprising adalah sikap yang kompetitif, enerjik, dinamis. Pastikan anggota tim terpetakan & dikenali dengan kekuatan diri & jejaringnya. Dihadirkan dengan keterbukaan & penguatan Interdependensi dalam grup. Hal ini akan membawa organisasi paham bahwa ekosistemnya adalah sumber resouce2 potensial yang kaya, kuat, terkait & saling membesarkan hingga bisa memandang banyak potensi didalam organisasinya yang menggerakkannya pada visi.

3)Authenticity -> Credibility
Punya value & keinginan kuat. Menjadi otentik diwadahi dengan menumbuhkan wadah belajar di organisasi pembelajar. Tempat menumbuhkan rasa saling percaya. Kondisi ini ngga tiba2 datang, tapi ditumbuhkan lewat ruang kreasi dimana tiap orang diberikan kesempatan untuk hadir dengan caranya & menyelaraskan hasilnya dengan visi. Pada setiap inisiasinya diberikan kesempatan untuk mereview pembelajarannya.

4)Mindfulness -> Resilence
Salah satu penyangganya tim yang kuat adalah ketika setiap anggota tim diajak untuk paham pemaknaan. Hal ini mendorong tim untuk tetap lekat dengan Big Why-nya, hingga energi dalam tim tetap besar untuk bergerak. Hal ini dapat ditumbuhkan dengan melatih dalam kesehariannya membangun ketangguhannya. Lets Lead!🚀

Enthusiast atau Inovator Penggerak Perubahan?

Dalam roda organisasi, visi adalah imajinasi yang tertanam kemana Ia menggerakkan ke masa depan. Lalu bagaimana implementasinya? Bagaimana juga secara konsisten melahirkan perubahan? Pastikan terkait 6 pilar penting Tim yang Agile.

1.Tujuan; Inovasi & efisiensi.
Tujuan organisasi yang adaptif adalah inovasi. Dalam proses bisnisnya dilakukan pula beragam tindakan efisiensi untuk memastikan keberlanjutan & kemampuan adaptasi. Melakukan hal-hal baru atau jadi lebih efisien dalam melakukan hal-hal yang sama dengan sumberdaya yang menipis.

2. Kunci: Communication & Knowledge
Era VUCA dengan ketidakpastiannya, menjadikan komunikasi jadi kunci.Interaksi dalam membangun realita yang baru. Pengetahuan dibangun melalui pengalaman pribadi & interaksinya.

3. Energi: Entrepreneurship & Proactivity
Di era ketidakpastian, memang lebih beresiko jika tak melakukan apa-apa, lebih baik melangkah walau salah arah. Proaktif, inisiatif & eskperimen akan menjaga pergerakan terus beradaptasi. Jadi bagian penting untuk menghasilkan beragam proses kebaruan & terobosan, memastikan setiap pelaku dalam ekosistem untuk belajar proaktif.

4.Magnet: Teamwork & Commitment
Apa yang membuat kita tetap betah & passionate? Tim yang bahagia diberikan kesempatan yang terbuka dengan eksplorasi. Memastikannya ikut dalam bereksplorasi, mengikutkannya pada setiap tahapnya diselaraskan hingga mencapai tujuan bisnis. Bersama-sama memastikan keterlibatan dan menjaga untuk tetap fokus pada prioritas utama.

5. Pendekatan: 
Distributed Leadership & Coordination
Pemimpin yang terbuka membuka jalan pada kepemimpinan kolektif. Kepemimpinan terdistribusikan untuk menciptakan kondisi yang tepat untuk munculnya desentralisasi, ruang-ruang inisiatif, tim yang self-coordinated & inisiatif yang spontan.

6. Kerangka Kerja: Complexity & Uncertainty
Era digital membuat cara kerja jadi seperti makin rumit & tak jelas. Maka memahami kerangka kerja dalam kondisi Complex & Uncertain. Kerangka yang jelas membuat ruang-ruang inisiatif lebih leluasa bergerak mencipta inovasi dapat meletup melompatkan perubahan.

Gimana, kamu siap jadi Enthusiast atau Inovator penggerak perubahan?

Selamat mempercepat proses perubahan!

Bulan ini adalah bulan ke-9 setelah ekosistem kami melakukan reset total. Melakukan reorganisasi, spinn-off dan bahkan menutup unit-unit yang tak lagi bisa dipertahankan, apalagi setelah terhantam pandemik panjang kemarin. Sepanjang pandemik, perkembangan teknologi terasa menjadi sangat eksponensial, dipaksa berkembang dalam keterbatasan organisasi. “Melakukan spin-off bahkan mematikan unit-unit bisnis benar ngga ya?” pertanyaan yang meragukan kala itu.

Namun keadaan memaksakan perubahan tak terelakkan, apalagi faktanya memang perkembangan teknologi berubah secara eksponensial, tetapi organisasi berubah secara logaritmik bahkan sulit sekali beranjak.

Ternyata, teori ini dijelaskan dalam Hukum Martec! (Gb A) yang menjelaskan mengapa organisasi manusia justru tidak bisa berubah secepat teknologinya. Perubahan perilaku dan budaya jelas membutuhkan waktu.

Jadi bagaimana caranya agar perubahan juga bisa terjadi cepat pada organisasi, individu, kelompok, proses & teknologi yang dapat diserap oleh organisasi secara produktif sekaligus? setidaknya terwujud tanpa memicu gangguan yang besar.

Tantangan organisasi yang berasa lamban karena manusia dan organisasinya berubah pada tingkat logaritmik, jauh lebih lambat daripada perubahan teknologi yang eksponensial. Pertanyaannya adalah “bagaimana kita mengelola organisasi yang relatif lambat berubah dalam lingkungan teknologi yang berubah dengan cepat?”

Sejak era pandemik, gejala ini semakin menjadi. Teknologi sangat cepat mendisrupi organisasi. Bahkan beberapa organisasi jatuh, tapi beberapa diantaranya justru melesat jauh menjadi maju. Era ini adalah era belajar banyak, pada ekosistem tempat kami tumbuh kami belajar bahwa sebuah organisasi dapat di reset dengan melakukan reorganisasi, spinn-off dan atau ditutup serta merelokasi sumberdayanya pada organisasi-organisasi modern yang ramah teknologi (Gb. B).

Mau tidak mau, organisasi memang perlu me-reset jika ingin bertahan, manajemen perlu secara strategis mentransformasikan organisasi yang lebih agile dengan praktek-praktek agile & lean management, hingga kecepatan perubahan organisasi bisa meningkat (Gb. C).

Selamat mempercepat proses perubahan!

Bagaimana dengan kamu bisa jadi sponsor perubahan?

Seseorang bercerita pada saya, suatu saat Ia pernah mengemukakan kegelisahannya pada pimpinan, yang pada awal asumsinya Ia akan didukung pimpinan dalam memegang teguh prinsip manjemen perubahan. Biasanya Pimpinan akan berperan jadi sponsor dalam perubahan, dan Ia sangat percaya itu.

Namun tampaknya realita tak sesuai dengan kenyataan, membukakan matanya ketika ternyata masih jadi peer panjang berharap seorang pemimpin yang menjadi bumper perubahan ketika ada dinamika hadir dalam prosesnya.

Budaya yang suportif memang menjadi tantangan masif terutama pada organisasi-organisasi konvensional yang masih mengharap zona nyaman dalam menghadapi era perubahan.

Pemimpin yang sadar betul bahwa proses perubahan itu penting maka Ia perlu melatih dirinya dengan sungguh-sungguh menjadi “Visionary Leaders”, punya mimpi yang kuat menghadirkan gagasan baru di masa datang. Dibalik proses tranformasi, agile leaders adalah salah satu kunci penting, Agile comes from the top. Mengarahkan Ia dan timnya menjadi “Being Agile” dengan memahamkan pentingnya;

1. Urgensi
2. Koalisi
3. Visi
4. Komunikasi
5. Aksi dan Pembedayaan
6. Kemenangan-kemenangan
7. Konsolidasi
8. Institusionalisasi
Membangun kedelapan hal ini adalah proses transformasi, dibangun dan dirawat yaa, karena ini bukan sulap.

Dalam prosesnya, yang terbaik adalah menumbuhkan budaya yang suportif, ini yang kerap kali tak ditumbuhkan tapi ingin segera menghasilkan. Pimpinan mendorong dukungan atas perubahan dengan menumbuhkan Awareness, Desire, Ability, Promote & Transfer. Ingat lagi bahwa ini transformasi, bukan sulap! Lakukan inspeksi pada setiap perubahan dan adaptasi secara terus menerus.

Setelah hal ini dilakukan, maka bantulah dengan perangkat-perangkat bantuan. Melengkapi Being Agile dengan Doing Agile dengan memandu tim untuk paham bahwa proses adopsi dipastikan berawal dari 1) Problem Driven, 2) Adopsi Praktek Agile dan 3) Memastikan increment2nya terwujud.

Perubahan dilakukan diatas perubahan memang memancing dinamika, disini perlu hadir para pemimpin yang menjadi sponsor perubahannya, bagaimana dengan kamu bisa jadi sponsor perubahan?

Tapi jangan salah, menjadi Agile juga tidak menjadikan kita chaos

Era VUCA atau BANI, satu kata yang menggambarkannya “Ruwet”. Kata ini muncul dalam diskusi kami kemarin, hingga era ini memang sangat fundamental untuk memahaminya dengan cara berpikir yang baru dan relevan terhadap perkembangan yang serba cepat. Berubah menjadi ruwet ya memang karena konstelasi proses, sistem dan mekanisme menjadi baru yang tak bisa dipahami dengan paradigma tradisional.

Menjadi Agile, sebuah terminonologi yang sedang sering terkemukakan, namun memaknainya memang menantang. Apalagi jika populasi masyarakatnya mayoritas masih terkungkung dalam pola pikir tradisional yang menuntut berbagai kejelasan pada setiap langkah yang Ia ingin jalankan. Hal ini timbul karena memang Ia terbiasa dengan proses bisnis lama dan mendarah daging dalam kehidupannya dan membentuk pola pikirnya saat ini.

Era dimasa pandemik melandai ini juga menjadi penanda makin jelasnya sesuatu yang unclear atau tak jelas semakin banyak ditemui diberbagai ruang kehidupan, hingga hal ini membawa pada prasyarat yang juga tak jelas. Sementara masyarakat masih nyaman dengan sesuatu hal yang pasti dan jelas.

Menjadi Agile, tak lagi membawa pada hal-hal yang pasti dan jelas yang dapat dideskripsikan. Tapi jangan salah, menjadi Agile juga tidak menjadikan kita Chaos. Mengupayakannya untuk mengeksplorasi ruang antara clear dan unclear, antara simple dan chaotic, antara kompleksitas dan simplisitas. Memastikan outcomes dan dampaknya terwujud.

Dalam mencapai tujuan, maka ada upaya yang kompleks & unik dimana tak ada satu ukuran yang cocok untuk semua pendekatan, hingga dalam menyelesaikannya kita perlu menyesuaikan metodologi pada setiap tujuan yang berbeda.

Coba petakan permasalahan dan kondisinya, matriks Stacey ini mungkin bisa membantu kamu dimana kita menggunakan pendekatan Agile atau Waterfall. Petakan lagi kondisi, prasayarat dan kaitannya dengan teknologi. Ada dimana mereka. Agile memang berada pada kompleks, maka jalan bersolusinya adalah dengan ko-kreasi, bergagasan yang kolaboratif, visioning, eksplorasi, pengembangan yang iteratif hingga knowledge management.

Bereksplorasilah hingga kamu lebih dekat dengan tujuan!

Creative Confidence

Sebuah buku bertajuk dua kata di atas menggambarkan bagaimana sebuah proses kreatif menumbuhkan “creative muscle” yang kuat untuk mendorong sebuah perubahan yang besar.

Terdapat delapan langkah bagaimana kita bermula untuk bergeser agar creative confindece membesar dan menguat;

1.Flip!
menjadi empati
(From Design Thinking to Creative Confidence)

2.Courage!
Mebangun Keberanian
(From Fear to Courage)⁣
Dari banyak gagal jadi berani

3.Spark!
Menggali Insight
(From Blank page to Insight)⁣

4.Leap!
Aksi!
(From Planning to Action)⁣

5.Seek!
Passionate!
(From Duty to Passion)⁣

6.Team!
Membangun Tin
(Creatively Confident Groups)⁣

7.Move!
Bergerak
(Creative Confidence to Go)⁣

8.Next!
Berlanjut.
(Embrace Creative Confidence)⁣

Menjadi kreatif selalu bermula dari cara berpikir dan kayanya imajinasi. Itu mengapa setiap perubahan yang terencana menjadi penting bermula dari mindset kemudian menuangkannya dengan pedekatan-pendekatan baru yang kontekstual.

Manajemen perubahan versi Tom dan David Kelley ini memang menarik, delapan langkah tadi jadi penting untuk menggabungkan kreativitas dan inovasi menjadi otot-otot perubahan. Kreativitas bukan semata-mata produk, namun lebih dalam adalah pola pikir, cara berpikir serta pendekatan yang proaktif menemukan solusi-solusi baru.

Saya pribadi bukanlah seniman, dan juga mungkin sebagian besar pembaca caption ini. Namun, tentu kita bisa menjadi lebih kreatif dalam peranan-peranan dan profesi kita. Sebuah Creative Confidence, atau Kepercaya-dirian atas kreatifitas akan memberikan pembeda dalam setiap langkah pergerakan, usaha atau bahkan karir kita.

Seperti halnya balon-balon biru ini, walau sederhana, namun jadi pembeda yang besar. Begitu juga kreatifitas, hal-hal kecil yang sederhanalah yang justru membawa banyak pembeda yang perlu digali hingga mendatanglan banyak kebaruan. Apalagi kita kita berkelompok, tentunya creative muscle kita akan semakin kaya, untuk melompat lebih jauh!

Selamat berkarya tim Komite Penataan dan Ekonomi Kreatif Kota Bandung🚀

Digital Transformation adalah perkara Cultural shift!

Perubahan dilakukan diatas perubahan, sebuah ungkapan yang tak lagi bisa dielakkan. Berbeda dengan masa lalu bahwa sering kali kita banyak mempersiapkan segala sesuatunya hingga sempurna kemudian mulai melangkah.

Era perubahan saat ini tak lagi cukup waktu untuk melakukannya secara serial, satu persatu karena momentum perubahan begitu cepat hingga diperlukan strategi berbeda. Apalagi saat ini cara kerja, tata kerja & bagaimana mengelola organisasi menjadi sangat berbeda. Karena model bisnis dan proses bisnisnya sangat jauh berbeda dengan kehadiran teknologi informasi dan digitalisasi yang makin kencang, menjadi sangat penting melakukan proses transformasi budaya.

Digital Transformation adalah perkara Cultural shift, perlu merancang tangga perubahan yang terukur, membuat organisasi menjadi semakin lincah, matang dan pada setiap masanya akan semakin akseleratif. Setiap proejct atau program yang dilakukan idealnya akan membuat organisasi menjadi lebih paham dan lebih baik, selangkah lebih maju pada proses transformasinya.

Cultural shift menghasilkan layaknya gunung es yang membesar, semakin stabil. Semakin baik produk yang dihasilkan, semakin baik pula organisasinya, menyeimbangkan proses yang holistik, bahwa setiap perjalanan project membuahkan proses Cultural shift  semakin baik.

Untuk itu dalam memastikan proses transformasi, pendekatan & kerangka kerja yang digunakan pada setiap project perlu dipastikan relevan dengan zaman, memastikan proses pemberdayaan berjalan. Pendekatan masa lalu yang hierarkis misalnya, tak relevan lagi untuk melakukan Cultural shift karena perubahan tak tersebar pada semua lini organisasi, kunci inovasi hanya berada pada satu titik teratas, pimpinan. Pastikan kerangka kerja yang baik mampu secara perlahan membuat organisasi bergeser dari profit ke purpose, hierarki ke network, controlling ke empowering, planning ke eksperimentasi serta dari privasi ke transparansi.

Cultural shift adl sebuah proses, memulainya sesegera mungkin akan menjadi lebih baik ketimbang selalu merasa percaya diri atas keunggulannya saat ini sedangkan pihak lain berproses membenahinya sedikit demi sedikit, kemudian menemukan momentumnya & melesat🚀🚀

Banyak kegagalan justru jadi modal mahal menjadikan “creative muscle” makin bersar

Melesatkan kembali kapal oleng adalah pembelajaran mahal, namun prosesnya memunculkan banyak hal baru yang justru semakin dicintai karena prosesnya membuahkan banyak hal yang beyond! Banyak kegagalan justru jadi modal mahal menjadikan “creative muscle” makin bersar.

Perjalanan bersama tim menuju Jakarta hari ini mengemukakan dinamika dalam sebuah organisasi adalah hal penting. Justru jika organisasi terasa dingin dan senyap bisa jadi Ia dalam keadaan genting, karena tak ada lagi yang perlu digagas dan dituju. Hipotesa yang menarik!

Dalam perjalanan membuahkan kebaruan kegagalan-kegagalan sudah pasti perlu dilewati, menjadikannya lesson learn berharga. Lihat saja usaha sekelas Google, begitu banyak kegagalan sebelum sebuah produk meluncur sukses. Hanya saja aktivitas mencari kesalahan itu mereka namai sebagai eksperimen.

Eksperimen tak mencari keberhasilan, juga tak mencari keberhasilan, Ia menuntun pada sesuatu yang baru, persistensi pengulangannya membuat hal menjadi beyond & luar biasa!

Eksperimen yang semakin terpola, mengarahkan pada “creative confidence” yang membesar. Jadi teringat kisah Thomas Alva Edison yang diundang berbicara dalam pertemuan para ilmuwan & bangsawan Inggirs, ia mendapat sindiran;

“Hai Thomas ku dengar engkau gagal sampai 1448 kali dalam mengadakan uji coba menemukan bola lampu listrik ya?” Tanya seorang bangsawan

“Tuan maaf saya tak pernah gagal ,saya hanya menemukan cara yang tak bisa menbuat bola lampu menyala lewat listrik sebanyak 1448 kali & hingga kali ke 1449 kali saya temukan cara untuk menyalakan bola lampu dengan listrik”

Dalam konsep inovasi, Alex Osterwalder menjelaskan untuk mendapatkan satu inovasi, ada explorasi yang intens dilakukan dibaliknya dalam jumlah yanh banyak. Bukan gagal, tapi eksperimen yang mendatangkan pembelajaran hingga hadir kesempurnaan inovasi yang semakin baik dan semakin baik lagi. Proses ini tak akan berakhir, ujungnya adalah keberlanjutan yang terpelihara.

Selamat bereksplorasi!

Waktunya beralih dari Egosystem ke Ecosystem!

Salah satu pilar terpenting dalam proses transformasi digital adalah ekosistem dan interaksinya, setelah sebelumnya adalah perubahan cara berpikir dari produk sentris ke user sentris, organisasi yang hierarkis ke organisasi network yang agile.

Jika dulu kita berupaya sedemikian rupa membangun model bisnis dengan segala keunggulannya, justru saat ini kita perlu tau bagaimana sebenarnya kepingan puzzle kita berbentuk, dan layak mencari yang seperti apakah pasangan yang pas untuk mengelaborasinya. Ekosistem! Tentu berbeda dengan Egosistem.

Membentuk ekosistem secara ideal memang mudah terucap, namun sejatinya idealismenya akan terlihat dari bagaimana Ia berinteraksi, bagaimana Ia melakukan perbaikan komunikasinya secara terus menerus, melakukan perbaikan bentuk kolaborasinya, menyempurnakan bentuk puzzlenya untuk menjadi klop satu sama lainya.

Untuk kapitalis besar, memang begitu mudah Ia mengucurkan modal dan membentuk ekosistemnya sendiri, namun buat kamu yang kecil, justru ini keunggulan kamu melakukan kolaborasi yang lebih fluid.

Organisasi-organisasi yang lean akan lebih fleksibel membentuk ekosistem, bersama-sama menciptakan ekosistem yang dinamis, beda dengan kapitalis besar walau mereka bisa membentuk ekosistem yang lengkap, belum tentu mereka bisa dinamis mereka justru kerap terjebak dengan rigiditas ekosistemnya.

Masih ingat dengan rumus P=MxV, Kekuatan gerak dikali dengan kecepatan akan melahirkan momentum yang besar. Maka tak usah ragu jika kecil, karena kecil kita bisa bergerak cepat dan membuat momentum yang besar, apalagi jika pergerakan ini berbondong-bondong dan banyak dalam sebuah ekosistem, hasilnya akan menjadi kekuatan yang sangat besar!

Waktunya beralih dari Egosystem ke Ecosystem!

“Collaboration is about so much more than a tool for achieving business goals or personal dreams. Collaboration is about compassion, love, support, kindness, and the power that we gain when we share with each other and lean on each other”

Purpose beyond Profit

Pernyataan yang sedang banyak bermunculan, terlebih dunia memasuki era dimana permasalahan sosial memuncak. PwC menunjukkan 79% pemimpin bisnis percaya bahwa purpose adalah pusat dari kesuksesan, tapi 68%nya menyatakan bahwa dalam perjalanannya tak digunakan jadi panduan pengambilan keputusan organisasinya. Era ini juga punya koneksi kuat dengan purpose, kemungkinannya 5,3 kali lebih besar untuk bertahan. Tapi sebagian besar karyawan tidak memahaminya, hanya 33% yang benar-benar paham purposenya. Dari sisi konsumen, justru dipandang bahwa mereka yang didorong purpose akan lebih loyal pada produk & usaha mereka.

Dari tulisannya C. Bulgarella, 2018 Ia mencontohkan 2 perusahaan jam tangan dengan 2 jenis purpose: Linear Vs.Transformatif

A; Membantu untuk tepat waktu.
B; Membantu mencapai kehidupan yang lebih seimbang

Purpose ke-1 mendorong mengembangkan aset teknis & membantu mencapai pertumbuhan linier, sedangkan kasus ke-2 tidak hanya memperdalam makna perusahaannya, tapi juga memperluas struktur hubungan, cakupan produk & dampak yang dapat ditimbulkannya pada kehidupan pelanggannya. Purpose adalah cerminan asli bagaimana perusahaan bermaksud untuk berkembang & mendorongnya mengatasi inkonsistensi & kesenjangan dalam budayanya sendiri.

Purpose diperlukan bukan lagi ditujukan bagi kemajuan linier/horizontal (bagaimana bisa maju & lebih baik daripada apa yang dilakukan hari ini?) Tapi, hal ini jadi satu transformasi evolusioner (pertumbuhan evolusioner/ke atas), yakni “Bagaimana apa yang dilakukan hari ini membantu kita memanfaatkan potensi transformatif & memberikan lompatan perubahan dari hari ini”

Purpose otentik perlu kedewasaan lebih tinggi. Frederic Laloux dalam bukunya “Reinventing Organizations”, menulis pertanyaan kunci ketika organisasi/individu naik skala kesadarannya Ia bertanya “Apakah saya jujur pada diri sendiri & sejalan dengan panggilan yang dirasakan?” Ini bukan hanya tentang kebenaran lahiriah, tapi kebenaran batiniah.

Bukan pertanyaan mudah memang, itulah sebabnya kesadaran adalah batu loncatan utama bagi organisasi yang ingin memanfaatkan kualitas Purpose yang transformatif.