Menjadi Tim yang Agile

Menjadi tim yang Agile sangat erat dengan konsistensi, sangat tidak erat dengan chaos. Tapi bagaimana semestinya menerapkan praktik Agile secara konsisten? Dimulai dari mana untuk membangun kebiasaannya?

1. Pahami dulu prinsip agilenya✔️
Dalam prosesnya memastikan semua anggota tim memahami praktik dan prinsip Agile, serta melakukan retrospeksi secara teratur untuk mengevaluasi konsistensi dan perbaikan yang dapat dilakukan memang sebuah tantangan tersendiri!

2. Gunakan tools dan prosesnya✔️
Untuk membantunya, maka dalam pendekatan ini banyak tools & proses yang perlu digunakan untuk membantu tim memahami dan mengikuti praktik Agile. Pilih alat yang sesuai untuk manajemen proyek dan cara kerja kolaborasi tim, serta memastikan bahwa proses yang digunakan konsisten melahirkan outcomes.

3. Komunikasi yang jelas dan teratur ✔️
Hal lain yang penting adalah bagaimana menjaga komunikasi secara teratur dan jelas sangat penting terkait kemajuan, masalah, dan perubahan, sehingga semua anggota tim dapat bekerja dengan cara yang konsisten dan efektif menuju goals yg disepakati.

4. Kerjasama dan Transparansi✔️
Hal fundamental lain adalah kerja sama dan transparansi, bekerja sama dengan cara yang konsisten dan berbagi informasi secara terbuka, sehingga semua anggota tim bisa memahami dan mengikuti prosesnya.

Selamat berproses jadi lebih agile!🚀

Formula Kritik & Menanggapi Kritik

Mengapa kritik sangat baik bagi kreatifitas & inovasi? Salah satu resep paling populer pada era konvensional untuk melakukan inovasi adalah dengan “menghindari kritik” karena diyakini kritik akan membunuh aliran kreativitas & antusiasme sebuah tim.

Tumbuhnya aversi terhadap kritik telah menyebar secara signifikan dalam 20 tahun terakhir, terutama melalui para Design Thinkers. Sekitar tahun 1999, gerakan Design Thinking meluas karena menjelaskan aturan utama dari proses bergegasan adalah kita perlu bisa “menunda penilaian” / “defer judgment”

Contoh praktisnya, ketika seseorang mengusulkan sebuah ide, sudut pandang / temuan yang berbeda, hindari menjawabnya dengan ‘Ya, tapi…’ yang menunjukkan kekurangan dalam gagasan tersebut. Formula kalimat “Ya, Tapi” akan sangat memungkinkan melewatkan gagasan yang inovatif.

Kita coba formula tanggapan lain berupa “Ya, dan”, meski formula ini bisa memperkaya ide aslinya, dampaknya adalah pada hilangnya umpan balik kritis. Berbahaya bagi proses inovasi. Tim akan kehilangan kesempatan mendalami ide aslinya, membawanya bergerak maju tanpa kemajuan. Kalimat yang terbentuk akan mengarahkan pada rasa kolaborasi dangkal & kompromi yang melemahkan ide. Padahal hasil studi menunjukkan bahwa tim yang efektif tidak akan menunda refleksi kritis, mereka justru mencapai efektifitas dengan meciptakan ruang-ruang kritik.

Verganti & Norman, 2019 menuliskan formula “Ya, tapi, dan.” Formula ini akan mengundang bergabungnya kritik terbaik dengan ide terbaik. Sebuah gagasan akan mendapatkan umpan balik yang konstruktif atas kekuranannya (“tetapi”), kemudian menyarankan cara yang mungkin untuk mengatasinya & menghasilkan Ide baru (ini adalah “dan”). Hal yang sama juga bisa dilakukan oleh penggagas hingga bisa mengembangkan hasil baru yang lebih baik.

Kritik itu sangat baik, jika dilakukan dengan semangat berdialog yang sehat. Tiap orang bisa ikut serta dengan ragam sudut pandangnya. Interaksi semestinya berlangsung konstruktif, dengan siklus dialog kritis yang dalam, mengarah pada ide terobosan koheren. Jangan anti juga dengan pengkritik apalagi melabelinya dengan “sugan teh pinter” 😀 hingga menutup ruang-ruang diskusi hangat & membangun!

Menjadi Organisasi yang Lebih Adaptif

Tahun 2023 dikabarkan kurang sedap, ramalannya tahun depan akan terjadi resesi ekonomi besar di dunia, termasuk Indonesia! Tak bisa dipungkiri berita ini sangat membuat kita berdebar, baru saja Covid mereda, tahun depan apa lagi? Namun yang terbaik adalah kita bersiap sungguh-sungguh menyiapkan bahwa kita bisa adaptif💪

Cara yang konvensional bertransformasi seringkali menemui kesulitan karena tak jua relevan & semakin tertinggal. Perlu cara transformatif, radikal yang memaksa perubahan hadir & melesat menyesuaikan dengan perkembangan teknologi ditambah variable krisis masa di masa depan.

Saat ini banyak juga organisasi yang berhasil melakukan transformasi & ada benang merahnya. Jika terdapat kegagalan produk sebuah usaha, tidak melulu bermuara pada perbaikan produk, yang sering dilupakan adalah kita bisa rombak timnya, petakan kembali kemampuannya & telusuri lagi peluang-peluang barunya☝️

Jika produknya gagal, jangan dulu bubarkan timnya, tapi restrukturisasi timnya, buat squad-squad kecil / spin-off jadi unit-unit kecil jadi ekosistem yang berpadu berelaborasi satu sama lainnya. Saat ini organisasi tak semata-mata bertransformasi, tapi justru bagaimana untuk lebih banyak melakukan perubahan strukturalnya👊

Martec’s Law mengungkapkan peroses ini dilakukan dengan mereorganisasi bisnisnya. Hal revolusioner adalah dengan cara mereset ulang, spin-off / merelokasi sumberdaya untuk menghadirkan inovasi baru yang relevan dengan lompatan teknologi yang eksponensial🙌

Perubahan teknologi yang eksponensial jelas mengakibatkan perilaku konsumen yang sangat berbeda. Tak dipungkiri saat ini menyeimbangkan kemampuan kreativitas dengan teknologi✌️

3 Poin penting perubahan yang signifikan dalam perilaku konsumen antara lain (Gladly report, Stren, j. 2019)
👐Experience Matter More Than Channel
🫶Personalised dan personal,
🤝The Best Marketing is Service

Untuk mengakselerasi tiga pilar tsb ada hal penting jadi fundamental, yakni pola pikir & budaya organisasinya yang mudah beradaptasi jadi tombak utama perubahan. Menjadi organisasi yang lebih adaptif, agile melakukan praktek-manajemen yang ramping (lean) hingga koefisien perubahan organisasi melesat lebih cepat👏👏👏

Bagaimana Melatih Kesabaran Leadernya?

Pertanyaan menarik saya dapatkan dari beberapa sesi diskusi dan konten IG kemarin. “Bagaimana melatih kesabaran leadernya “

Seorang leader, founders atau inisiator biasanya memiliki imajinasi yang muncul dikepalanya. Mau kemana dan ditambatkan dimana kelak kapal ini? Bagaimana caranya dan harus seperti apa mengelolanya? Bagaimana kesabaran itu dibangun apalagi melihat tim tak sesuai dengan kehendak hati.

Pertanyaan-pertanyaan ini banyak muncul, apalagi terkait kesabaran. Pertanyaan ini muncul bisa jadi karena kita tak punya gambaran besar dari purpose, visi dan misi kita yang diturunkan menjadi ukuran-ukurannya. Menurunkan ukuran-ukurannya menjadi ukuran kuantitatif dan kualitatif yang dalam tahapan-tahapan waktunya.

Dalam manajemen modern ini diturunkan dalam pertemuan-pertemuan efektif rutin yang dapat dilakukan harian, mingguan, bulanan, tiga bulanan hingga tahunan. Pertemuan ini berisi sesi evaluasi dan retrospetif bukan saja tentang seberapa besar kita menghasilkan tapi disandingkan dengan seberapa dekat dengan deskripsi visi kita.

Kesabaran juga kadang terkuras karena kita memaksakan cara yang sama yang perlu dilakukan anggota tim, padahal bisa saja tim memiliki cara yang lebih baik dan relevan yang tinggal kita perlu orkestrasi. Kesabaran juga terkuras jika kita tak memberikan ruang dan waktu bagi anggota untuk belajar bertahap, menemaninya belajar dan kemudian melompat sebagai tim.

Biar lebih sabar coba 10 tips ala DIP ini;
1)Frekwentifkan untuk menyampaikan gambaran imajinasi tujuannya, 2) Tetapkan ukurannya, 3)Jelaskan tahapan langkahnya, 4) Berikan ruang dan warktu belajar, 5) orkestrasi inisitifnya, 6) Fokus pada hasil yang penting, 7)Akselerasi hasil penyerlasarannya, 8) Sepanjang jalan pastikan Claritynya 9) Ingat lagi BIG WHYnya , dan 10) rayakan keberhasilan sekaligus kegagalannya

Salah satu kerangka kerja penting yang bisa bikin tim kita melangkah menuju tujuan, terukur keberhasilannya, terbuka akan inovasi dan menajdi wadah belajar adalah Objective Key Results (OKRs). Nah kebetulan hari ini akun IG @thelocalenablers ngebahas lagi tentang OKR. merapat kesana yaa!

The Team Lead Model Part 1

Meja bergagasan kami memang selalu mengundang gelak tawa dan ide-ide yang membuat percakapan terhenti sejenak, berpikir dan meledakkan tawa. Dalam perbincangan kemarin saya kemukakan, “Pekerjaan itu yang penting selesai, bukan yang penting dikerjakan”.

Perlu waktu sebentar kawan-kawan berpikir memaknainya, hal ini disampaikan dalam konteks sesungguhnya kita bisa meningkatkan kapasitas individu dan tim dengan mengetahui beragam metode kerja dengan tujuan membuat pergerakan menyelesaikannya dengan baik.

Membangun tim, percaya untuk mendelegasikan, mau membangun kepercayaan & mendampinginya adalah kunci bagaimana kita dapat memperbesar skalabilitas kerja dan percepatannya. Proses ini justru akan menguntungkan organisasi.

Sebuah percakapan bersama para mentee mengingatkan lagi tentang pentingnya proses nurturing. Membangun kekuatan tim yang terdiri dari individu-individu yang dibersamai dengan memberinya panggung-panggung belajar, akses-akses istimewa pada sumber-sumber daya & jadi sponsor bagi proses pengembangan dirinya. Menjadi wadah dalam proses transfer nilai, keterampilan, kapabiltas, jejaring hingga Ia menjadi individu-individu yang tumbuh dan berkembang.

Kerap seseorang yang memiliki tingkatan lebih baik pada saat ini, lupa bahwa dirinya pun dulu berkembang, lebih lupa lagi bahwa proses ini pun perlu diberikan seluas-luasnya bagi tim dan sekelilingnya hingga Ia tumbuh jadi individu yang kaya dampak karena Ia bisa mengelola dengan baik dalam menumbuhkan kapasitas diri & timnya.

Hal terpenting adalah bagaimana kita sampai tujuan dengan sukses. Tau cara efektif & jadi wadah belajar setiap insan yang terlibat didalamya. Inklusif. Memberikan kesempatan, mempercayai tim, mendelegasikan sekaligus mengawalnya adalah proses paling efektif dalam nurturing.

Memberikan tim keleluasaan berinovasi mencari cara paling inovatif dan meramunya bersama. Terlihat mudah, namun sesungguhnya disinilah seorang leader diuji kesabarannya. Ada proses panjang menuju kapasitas baik, investasi di Human Capital dilakukan di organisasi pembelajar memastikan probaliltas sebuah organisasi semakin besar dalam berinovasi & kepastian keberlanjutannya.

Pembelajaran terbaik menjadi pemimpin adalah menjadi pemimpin sekaligus sponsor perubahan

Pertemuan sore kemarin belajar langsung dari mentor terbaik saya, yang selama kurang lebih satu dekade ini menjadi panutan dengan beragam contoh baik kepemimpinannya.

Pembelajaran terbaik menjadi pemimpin adalah menjadi pemimpin sekaligus sponsor perubahan, memberikan waktu agar timnya belajar dan berproses, memberikan kesempatan menggagas ide dan memvalidasinya, merangsang timnya untuk menjadi peka pada sekeliling dan mencipta ragam imajinasi agar senantiasa bergerak ke depan namun tak lupa asal akar dan asal muasal.

Support
Ekosistem tumbuh sehat, berani bereksplorasi dengan memberinya dukungan membantunya berprogres dan bergerak kedepan.

Inovasi dan Ekspansi
Ekosistem diprovokasi untuk selalu berhadapan dengan kebaruan, ditantang berinovasi dan mengekspansi dengan berani hal-hal baru. Tujuan sesungguhnya adalah membuahkan inovasi, membuahkan jawaban-jawaban atas setiap tantangan yang hadir dengan cara yang lebih baik.

Re-Resonate
Pemimpin senantiasa hadir juga untuk mengingatkan, melakukan kalibrasi dan iterasi ulang dan menyelaraskan beragam inisiatif yang tumbuh didalam timnya. Ia melakukan proses orkestrasi dengan cara memberinya wadah belajar, menyinergikan serta mengakselerasinya.

Follow
Pemimpin selalu hadir, connected, membagi hal-hal baik dan membangun setiap anggotanya untuk berkontribusi pada bagian-bagiannya, memastikan bahwa perjalanan selalu menjadi lebih dekat dengan imajinasi.

Connect
Keterhubungan dibangun dengan melatih tim untuk bertransformasi dari “individual sef-interest ke “team conciousness” kesadaran berkelompok dan dari kompetisi bergerak ke kolaborasi hingga mencipta ekosistem kokreasi dengan cara kolateral yang maksimal.

Membawa ekosistem pada common bonds dimana ruang karyanya berisi saling terhubung dan mencipta dampak yang lebih besar serta terjaga kesinambungannya.

“Coming together is a beginning, staying together is progress, and working together is success.” – Henry Ford.

Innovation by Design

Ketika kreatifitas sulit bergeser jadi sebuah inovasi bisa jadi terdapat banyak aspek yang luput dari perhatian bahwa setelah kreatititas ada langkah lanjutan untuk memastikannya menjadi inovasi.

Sebuah inovasi memang perlu ditumbuhkan, kami menyebutnya sebagai Innovation by Design. Hal ini juga terkait kultur yang perlu dibangun, menghantarkan kreatifitas sampai hingga terwujdnya inovasi. Ada tiga tahap penting menggeser kreativitas menjadi inovasi, coba analisis ada gap dimanakah pergerakan kita hingga sulit menjadikan inovasi berkelanjutan?

Zana 1. Tempat Kerja
Mengapa perlu by design & apa kaitannya dengan kultur? Banyak Inovasi tidak dimulai karena justru wokspacenya tidak kreatif. Inovasi biasanya dimulai dari ruang tempat kita berkarya, apakah ruang-ruangnya berisi ambience krerativitas? Diamana inisiatif bisa tumbuh subur. Maka diruang-ruang itulah keterampilan kreatif, motivasi, mood, mindfulness, lingkungan & kompetensi bisa membuncah bebas. Apakah zona 1 ini sudah ada ditempat kamu bekerja?

Zona 2. Merawat.
Kreativitas perlu dirawat dalam perjalanannya agar kemudian menjadi kenyataan, terbangun monetisasinya.& terserap pasar. Nah pada zona ini kita perlu terampil menguatkan Why-nya, ritual & toolsnya. Memastikan proses validasinya dengan kerangka Design Thinkng, menguji pasarnya dengan Lean Startup, membumikannya dengan Design Sprint & memastikan gagasan tervalidasi dengan beragam iterasinya.

Zona 3. Mengembangkan
Gagasan yang berhasil divalidasi baik masalah & pasarnya tak berhenti disitu, karena dalam pengembangannya ada fase lain seperti founders-fit, market-fit & business model fit. Ini jadi tantangan selanjutnya bagaiman membuat gagasana berwujud, menjadi solusi, terserap pasar & memastikan kemandirian dan keberlanjutannya. Memonetisasinya & menjadikannya inovasi berkelanjutan.

Organisasi kita bisa saja organisasi yang kreatif tetapi tak sanggup memonetize di ujung karena Ia tak mampu merawatnya, tak adaptif & mengawalnya jadi inovasi. Begitu pula kebalikannya, bisa jadi kita menghasilkan inovasi, tapi bukan berasal dari kultur & skills yang dibangun, hingga inovasinya berasal dari satu pihak saja kemudian terancam keberlanjutannya.

Merawat Organisasi dengan Kepemimpinan Kolektif

Merawat organisasi dengan kepemimpinan kolektif. Menjadi tantantan memang dalam merawat sebuah organisasi yang sehat menjadi ruang inovasi bagi setiap insannya.

Ada beberapa hal yang menjadi variabel apakah organisasi kita sudah cukup ideal menjadi wadah bagi tumbuhnya Collective Leadership. Ruang-ruang invasi ditumbuhkan dengan memberikan kesempatan bagi setiap orang untuk tumbuh dan menumbuhkan hal-hal berikut, oh ya coba kamu berikan nilai 1-5 pada setiap poinnya, dan lakukan proses retrospektif setelahnya bersama tim kamu pada bagian mana yang perlu diperbaiki.

1.KEBERSAMAAN
-Berkontribusi
-Saling mendukung
-Berlatih kontekstualitas

2.KECERDASAN BERSAMA
-pembelajaran iteratif
-keragaman
-dialog berkualitas

3.KEMANUSIAAN
-Empati
-Keseimbangan
-Mindfulness

4.INOVASI
-Agility / ketangkasan
-Keunggulan
-Kreativitas

5.KETERIKATAN
-Aksi kolektif
-Keterhubungan
-Aksi bersama

6.PELUANG MASA DEPAN
-Ketegasan
-Pemberdayaan
-Berorientasi masa depan

Kepemimpinan di era kompleksitas ini, ada pergeseran yakni “a shift from thinking of a leader as a ‘hero’ to thinking of a leader as a ‘host’” Ketika seorang pemimpin adalah ‘pahlawan’, dia diharapkan memiliki semua jawaban, menyelesaikan semua masalah, dan memperbaiki segalanya untuk orang lain. ‘Pahlawan’ itu dinamis, karismatik, dan brilian. Tantangan dengan dengan pola pikir ini adalah bahwa model perintah & kontrol sering menggunakan solusi cepat yang dibuat oleh segelintir orang yang berkuasa & seringkali solusi ini tidak cocok untuk masalah kompleks yang dihadapi sekarang

Alih-alih menjadi ‘pahlawan’ kita membutuhkan pemimpin sebagai ‘tuan rumah’ yang memiliki keterampilan mempromosikan pembelajaran bersama, pengambilan keputusan kelompok yang efektif, refleksi, visi dan penetapan tujuan & akuntabilitas bersama.

Bagaimana tim bergerak menuju pendekatan kepemimpinan kolektif akan berbeda untuk setiap organisasi, tergantung pada seberapa mengakarnya pendekatan tradisional, seperti yang tercermin dalam struktur, prosedur pelaporan, praktik pengambilan keputusan & banyak lagi.

Saatnnya kita bisa bergerak menuju pola pikir kepemimpinan kolektif, kapan nih kita diskusi dan berbersamai shifting organisasimu?

Collective Leadership

Perbincangan menarik di sebuah tim yang membandingkan tim lain terkait leadershipnya. Ia berkata “Tim disana leadershipnya kuat, anggota timnya punya petunjuk & menurutinya, timmnya selalu tertib & berjalan sesuai kehendak pemimpinnya” Kemudian saya menjawab, “jika kamu berada di tim tsb, apakah kira-kira kamu berkenan mengikuti arahan leadernya hingga detail?”

Perbincangan ini mengarah pada pertanyaan, mana yang lebih baik? Keduanya baik, kita tak bisa memaksakan kultur yang sama pada organisasi yang beda, terlebih sejarah & kulturnya beda. Yang terbaik adalah dimana organisasi berjalan bahagia menuju visinya. Disinilah kita bisa memaknai mana organisasi yang memang baik menggunakan Traditional Leadership atau Collective Leadership.

Collective Leadership, ketika sekelompok individu bekerja bersama & berbagi tujuan. Anggota di dalamnya secara internal & eksternal termotivasi bekerja bersama menuju visi bersama dalam sebuah kelompok menggunakan talenta-talenta uniknya dengan beragam keterampilannya untuk saling berkontribusi bagi kesuksesannya. Kepempimpinan kolektif merekognisi bahwa kesuksesan yang langgeng tidak mungkin terjadi tanpa perspektif & kontribusi yang beragam.

Sebuah proses yang tergantung pada keterhubungan antarbagian yang saling bekerja sama.Bagaimana kelompok bisa bekerja bersama dengan keunikan tiap oranglah yang membedakannya dari kepemimpinan tradisional.

Ada pembagian tanggung jawab, pengambilan keputusan, akuntabilitas & ikatan otentik. Semua dilibatkan dalam mencipta visi & berkomitmen bekerja untuk mencapai visinya. Asumsinya bahwa tiap orang dapat & perlu memimpin. Hanya saja, jika kamu memilih tipe ini maka perlu kondisi khusus untuk memastikan keberhasilan secara keseluruhan, yakni membangun kepercayaan, shared power, komunikasi transparan, efektif, akuntabilitas & pembelajaran bersama. Hal ini didasarkan pada pengakuan bahwa tanpa karunia, bakat, perspektif & upaya banyak pihak, perubahan berkelanjutan akan sulit dicapai.

-A key aspect of collective leadership is that the success depends on the leadership within the entire group rather than the skills of one person- -Follett-

Ada lima tipe seru menurut Cheryl Strauss Einhorn. founder & CEO of Decisive

Setiap orang punya karakter dalam pengambilan keputusan, berdasarkan kemampuan, pengalaman serta kapabilitasnya. Jika kita pernah bahas tentang enam topi berpikir, sekarang ada 5 persona pengambil keputusan coba, kira-kira kamu yang mana? Ada lima tipe seru menurut Cheryl Strauss Einhorn. founder & CEO of Decisive;

1. Petualang. si paling cepat & percaya atas keberaniannya. Jika dihadapkan pada tantangan besar atau kecil maka Ia akan memutuskan yang dirasakan benar daripada menghabiskan banyak waktu memikirkan banyak pilihan. Tipe ini juga dibilang sebagai si pantang takut! Cuma ada hal yang bias dengan tipe ini, sering kali Ia punya Optimism Bias & jika keterusan bisa membuatnya berbahaya!

2. Detektif. Kamu adalah tipe yang menghargai informasi, selalu meminta data & fakta, tak memutuskan basis perasaan. selalu merujuk pada kenyataan. Pecaya bahwa semakin Ia belajar makin semakin baiklah dia. Kurangnya tipe ini adalah Frame Blindness, yakni kurang punya pemahaman Big Picture, atau bahkan berlebih informasi. Kurangnya tipe ini adalah authority bias, suka bertentangan dengan inner voice dirinya.

3. Pendengar. Tipe ini paling dicintai penduduk bumi 🙂 Kala dihadapkan pada situasi kompleks, kita akan menyandarkan diri pada orang tipe ini & meminta pendapat & opini. Akan merasa nyaman bahwa kita tak perlu memutuskannya sendirian. Tapi tipe ini biasanya loss aversion, memilih jalan aman!

4. Pemikir. Banyak pertimbangan, menolak memutuskan cepat. Menimbang opsi, mempertimbangkan positif & negatifnya. Tak perlu banyak data, tapi perlu waktu &ruang berpikir & rasionalisasi mengapa ini perlu dilakukan. Cepat bukanlah tujuannya, tapi proseslah yang utama.

5. Visioner; Ia tak ingin yang biasa-biasa, lebih suka dengan caranya sendiri. Jika dihadapkan pada opsi yang jelas, Ia lebih suka memilih yang beda, yang belum pernah terjadi. Going Extra Miles! sering mengagetkan sekeliling dengan keputusannya! Tipe ini kekurangannya saliency bias, tendensi untuk fokus pada faktor paling mudah dikenalinya.

Ngga ada yang “sempurna” sih, tapi perlu keterampilan untuk menggabung-gabungkannya & membawa pada pemahaman yang lebih holistik & meramu kelima karakter diatas.