Influence Behaviors

Ngga ada tim yang tiba-tiba hebat atau kuat🤩

Hal paling menantang dalam pertumbuhan bisnis atau organisasi adalah menumbuhkan tim. Menumbuhkan Tim yang sehat menjadi esensial, hingga dalam prosesnya dapat mengaktivasi beragam keahlian dan ide, meningkatkan produktivitas, berbagi beban kerja, meningkatkan kreativitas, dan memberikan dukungan emosional, semuanya berkontribusi pada kesuksesan perusahaan yang lebih besar.

Penumbuhan tim ini dimulai dengan bagaimana kita mau mempercayakan sesuatu pada anggota tim, delegate istilahnya. Delegasi adalah media terbaik proses pemberdayaan tim, hingga tim bisa tumbuh baik dan kuat. Namun proses delegasi punya konsekwensi unik, yaitu mendampinginya, menemaninya belajar dan tumbuh. Bukan sekedar lempar tanggung jawab🥸

Proses mengembangkan tim adalah pilar utama pertumbuhan, membuat organisasi makin dekat dengan tujuan. Untuk makin dekat dan makin lekas sampai, tentu ada banyak konsekwensi yang tumbuh🎉

Jika ingin semakin nyata dan tumbuh probabilitas keberhasilannya, tentu konsekwensinya adalah waktu yang perlu ditekuni dengan kesabaran. Jika ingin kompak dan kuat, tentu ada totalitas mengawalnya jadi konsekwensinya.

Sesuatu mimpi individu atau organiasai kerap loncat kedepan, hingga lupa ada proses yang harus ditekuni. Tim tak bisa tiba-tiba tumbuh dan jadi hebat, leaders yang baik dia akan turun menemani proses tumbuh anggotanya. Bersabarlah. Biarkan mereka belajar dan berkembang, ada waktu yang ngga bisa diskip buat tumbuh, menyelami dinamikanya lah yang membuat tim itu jadi kuat dan kokoh, masih yakin kan mau berdinamika?✔️

OKR

Pengetahuan tentang parameter kemajuan adalah kunci untuk mencapai tujuan dengan efektif dan efisien🚀

Terlalu sering, dalam upaya untuk mencapai kemajuan, kita justru bisa terjebak dalam perangkap-perangkat yang fokusnya justru fokus pada ukuran-ukuran yang tidak relevan😄

Ini adalah kesalahan yang sering terjadi dalam berbagai konteks, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam dunia bisnis, individu atau organisasi lain pada umumnya😣

Masalahnya muncul ketika kita mulai terlalu terobsesi dengan parameter-parameter ini hingga hilang fokus pada tujuan utama✔️

Sebuah organisasi, mungkin ada tekanan untuk mencapai pertumbuhan pendapatan yang cepat. Memang sih, tujuan ini yang baik, tetapi masalahnya timbul ketika organisasinya terlalu fokus pada pertumbuhan pendapatan tanpa mempertimbangkan dampaknya pada keberlanjutan jangka panjang🤗

Parameter kemajuan yang sering salah dipilih adalah terkait pendapatan, yang seharusnya hanya menjadi salah satu dari banyak indikator yang digunakan untuk mengukur kesuksesan💲💲💲

Ada bahaya dalam mencari sumber daya sebanyak-banyaknya dalam upaya untuk mencapai kemajuan. Kita jadi cenderung berpikir bahwa dengan memiliki lebih banyak sumber daya, kita akan lebih mungkin mencapai tujuan kita. Padahal akibatnya justu bisa mengakibatkan pemborosan yang tidak perlu dan ketidakfokuskan dalam mencapai tujuan semula.

Parameter-parameter ini harus memberikan wawasan yang jelas tentang apakah kita berada di jalur yang benar atau perlu melakukan perubahan.🎉🎉

Menjaga keseimbangan antara mencari sumber daya yang diperlukan & operasional yang efisien. Mencari sumber daya ngga boleh menjadi obsesi yang mengganggu fokus pada tujuan. Sebaliknya, sangat penting memastikan bahwa sumber daya yang ditemukan digunakan dengan bijak untuk mendukung pencapaian tujuan🤝

Salah satu yang sering diungkapkan, adalah penggunaan OKR untuk memastikan tujuan dengan menyediakan kerangka kerja yang jelas, terukur, dan fokus untuk merumuskan, mengukur & mencapai tujuan, memahami prioritas, memonitor kemajuan, meningkatkan transparansi, dan meningkatkan akuntabilitas dalam pencapaian tujuannya!🚀🚀🚀

Transformasi Digital

Transformasi digital bukan hanya tentang teknologi, tetapi juga tentang bagaimana teknologi tersebut dapat memberikan nilai tambah kepada pengguna dan organisasi secara keseluruhan.
Pendekatan Design thinking memprioritaskan pemahaman mendalam tentang kebutuhan pengguna dan berfokus pada menciptakan solusi yang memenuhi kebutuhan tersebut.


Design thinking membantu organisasi yang ingin bertransformasi dalam beberapa hal :
1.Empati dengan Pengguna:
Desain thinking dimulai dengan pemahaman yang mendalam tentang pengguna, masalah, dan tantangan yang mereka hadapi. Ini melibatkan wawancara, observasi, dan penelitian untuk memahami perspektif pengguna secara lebih baik.
2.Keterlibatan Tim Lintas Fungsi:
Design thinking mendorong kolaborasi tim lintas fungsi, yang melibatkan orang-orang dengan beragam latar belakang dan kompetensi. Ini membantu dalam menciptakan beragam ide dan solusi yang lebih kreatif.
3.Prototipe dan Uji:
Sebelum mengembangkan teknologi secara lengkap, design thinking mendorong pembuatan prototipe yang cepat dan murah. Ini memungkinkan perusahaan untuk menguji ide-ide mereka dengan pengguna sebelum menginvestasikan banyak sumber daya.
4.Iterasi:
Design thinking melibatkan siklus berulang dari prototyping dan pengujian. Ini memungkinkan perusahaan untuk terus memperbaiki dan mengembangkan solusi mereka berdasarkan umpan balik dari pengguna.
5.Fokus pada Masalah, Bukan Teknologi:
Salah satu kesalahan umum dalam transformasi digital adalah terlalu fokus pada teknologi tanpa memahami masalah yang harus dipecahkan. Design thinking memulai dengan memahami masalah dan kebutuhan pengguna, kemudian mencari teknologi yang sesuai untuk mengatasinya.
6.Budaya Inovasi:
Design thinking mempromosikan budaya inovasi dengan mendorong berpikir kreatif, eksperimen, dan pengambilan risiko yang terkendali. Ini membantu perusahaan untuk lebih terbuka terhadap perubahan dan inovasi.
7.Fokus pada Solusi yang User-Centric:
Dalam proses design thinking, solusi yang dikembangkan selalu berpusat pada pengguna. Ini berarti bahwa teknologi yang dibangun memiliki fokus yang kuat pada memenuhi kebutuhan dan keinginan pengguna.
8.Perubahan Budaya Organisasi

Tiga Mindset Penting Dalam Proses Inovasi

Era digital membawa perubahan yang makin pesat, tak terduga hingga rasanya cepat sekali sebuah perubahan berlangsung dari satu titik ketitik lainnya.

Proses inovasi tak lagi berjalan linear, hingga sering kali menimbulkan kebimbangan, ragu & membingungkan!

Perubahan baru perlu pendekatan cara berpikir baru, cuma memang tak berdiri sendiri, saling menyandingkan beragam kemampuan berpikir & meramunya, nah loh! nambah bingung kaan 🙂

Yuk coba kita urai terkait tiga mindset penting dalam proses inovasi;

✔️The Lean Mindset:
Fokus pada efisiensi & penghapusan pemborosan dalam proses & sistem. Lebih mendorong untuk mengidentifikasi aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah & mengeliminasinya untuk mencapai produktivitas & efisiensi yang lebih tinggi.

Kerap Lean Manufacturing yang mengoptimalkan aliran kerja & proses sehingga hanya elemen-elemen yang penting & bernilai tambah yang dipertahankan dengan mengedepankan konsep “kaizen” yakni perbaikan yang terus-menerus & pengurangan hal-hal yang tidak efekif.

✔️Design Thinking Mindset:
Menempatkan pengguna sebagai fokus utama dalam proses inovasi & pengembangan solusi. Berempati terhadap pengguna, pemahaman mendalam terhadap masalah mereka & berpikir kreatif dalam menghasilkan solusi yang memenuhi kebutuhan & keinginannya.

Pendekatan ini akan mendorong pendekatan berulang menggali pemahaman, definisi masalah, ideasi, prototipe & pengujian yang menekankan pentingnya kerjasama antardisiplin & keterlibatan pengguna dalam seluruh proses.

✔️The Agile Mindset:
Fokus pada kemampuan adaptasi dengan perubahan & kompleksitas. Melibatkan kolaborasi intensif dalam tim, komunikasi terbuka & fleksibilitas dalam merencanakan & melaksanakan tugas. Dilakukan iterasi & inkrementalisme dalam pengembangan solusinya, timnya mendapatkan umpan balik & mengubah arah jika diperlukan & mendorong untuk fokus pada pengiriman nilai ke pelanggan secara cepat & berulang.

Ketiga pendekatan ini bisa saling melengkapi, kombinasinya menciptakan pendekatan holistik yang memungkinkan inovasi terjadi, hanya saja proses transformasinya jadi jalan panjang perubahan. Selamat berproses!

Radical Candor

Kerap tumbuh rasa takut ketika berterus-terang menyampaikan sesuatu dalam sebuah organisasi karena psychological safety tak terpenuhi, kerap terbentur dengan lingkungan di mana individu tidak merasa nyaman untuk berbicara, berbagi ide, mengajukan pertanyaan, dan mengungkapkan pandangan, bahkan Ia takut dihakimi, dikritik, atau menghadapi konsekuensi negatif😩

Kondisi ini banyak kasus dimana orang-orang didalamnya takut Dihukum atau Dikritik, khawatir jika berbicara terus terang akan membuat mereka dihukum atau dikritik oleh atasan atau rekan kerjanya. Takut juga pendapat mereka akan diberi label negatif atau bahwa hal itu akan berdampak pada evaluasi atau promosinya🙄

Ketakutan lain yang lazim lainnya adalah takut Merusak Hubungan: Khawatir bahwa memberikan kritik atau umpan balik yang jujur dapat merusak hubungan kerja atau interpersonal. takut terjadi konflik atau perpecahan yang mungkin timbul dari berbicara terus terang😭

Dilain sisi, bisa jadi berbicara seadaanya mengakibatkan Ia takut dianggap tidak kompeten, khawatiran bahwa memberikan pandangan kritis atau pertanyaan tentang keputusan atau tindakan tertentu dapat membuat mereka terlihat tidak kompeten atau tidak mengerti. Lebih lanjut bisa jadi Ia takut menghadapi konsekuensi negatif, jika terus terang akan berdampak pada karir atau status pekerjaan mereka, seperti dipecat atau diisolasi dari tim🥲

Jika bertemu dengan para senior biasanya ketakutan ini berupa ketakutan di luar norma budaya kerja, Jika budaya organisasi tidak mendorong atau mendukung komunikasi terus terang, seseorang bisa saja mungkin takut keluar dari norma dan aturan yang ada🫡

Membiasakan Radical Candor memang menantang, namun sekalinya ini tumbuh akan sangat baik dalam proses menumbuhkan Psicological Safetynya. Ini jadi sangat penting dalam menciptakan lingkungan di mana orang merasa nyaman berbicara terus terang🤩

Organisasi yang aman tentunya akan mendorong untuk mau berbicara terus terang dan menghargai kejujuran dan umpan balik konstruktif. Ini mengarah pada budaya kerja yang lebih inklusif, kreatif, dan produktif🚀

The Wisdom of Teams

Cek deh sudah sejauh mana tingkat kematangannya! Sebuah tulisan yang diambil dari “The Wisdom of Teams” tulisannya Jon R. Katzenbach dan Douglas K. Smith mengidentifikasi ada empat tahapan evolusi tim, coba cek dimana tim kamu berada dalam tahapan ini;

1. Pseudo Teams (Tim Semu):
Pada tahap ini, individu-individu bekerja sendiri-sendiri, tetapi secara formal dikelompokkan sebagai “tim.” Mereka mungkin berbagi informasi, tetapi masih kurang kolaboratif dan paham atas tujuan bersama, hingga juga belum bisa dianggap sebagai tim yang sesungguhnya.

2. Potential Teams (Tim Potensial):
Pada tahap ini, anggota tim mulai mengenali manfaat kerjasama dan kolaborasi. Meski masih ada tantangan dalam hal dinamika kelompok, anggotanya mulai mengembangkan rasa saling percaya dan paham bagaimana cara terbaik untuk berkontribusi satu sama lainnnya.

3. Real Teams (Tim Nyata):
Pada tahap ini, tim mencapai tingkat kerja sama yang lebih tinggi. Mereka punya tujuan bersama yang jelas dan tanggung jawab yang dibagi dengan baik. Kolaborasi, komunikasi terbuka, dan saling dukung menjadi ciri utama tim pada tahap ini. Udah sampe sini belum?

4. High-Performance Teams (Tim Berkinerja Tinggi):
Pada tahap ini, tim mencapai puncak kinerjanya. Anggota tim punya komitmen kuat terhadap tujuan bersama, mengatasi perbedaan dengan efektif, dan terus berinovasi untuk mencapai hasil yang lebih baik. Tim ini bisa mengatasi tantangan dengan lebih baik dan menjadi sumber keunggulan yang kompetitif.

Setiap tahapan ini memiliki ciri khas dan tantangan yang beda-beda, dan evolusi tim ini engga selalu linear. Prosesnya bisa bahkan mundur terus maju lagi maju. Penting banget buat tim untuk tau tahapan yang sedang mereka alami dan saling bekerjasama agar bisa berkembang menuju tahapan yang lebih tinggi.

Ayo melompat!🚀

Mindset Shifts for Organization Transformation

Mentransformasikan budaya menjadi tantangan paling berat karena melibatkan perubahan sikap, nilai, dan kebiasaan yang telah terbentuk selama bertahun-tahun. Manusia cenderung terikat pada rutinitas & pola pikir yang sudah familiar, sehingga mengubah cara berpikir & bertindak dapat sulit diterima oleh sebagian besar orang.

Selain itu, proses transformasi budaya juga melibatkan banyak aktor & elemen beragam. Koordinasi & konsistensi dalam menghadapi tantangan ini bisa menjadi sulit karena masing-masing entitas memiliki kepentingan dan tujuan yang berbeda-beda.

Selain itu, resistensi juga sering muncul. Orang-orang mungkin takut / tidak percaya terhadap perubahan tersebut, terutama jika mereka merasa perubahan tersebut akan mengancam posisi, keamanan, atau identitas mereka.

Tantangan lain adalah dalam mengukur keberhasilan transformasi budaya karena sifatnya yang abstrak & kompleks. Perlu komitmen jangka panjang & upaya bersama untuk mencapai perubahan yang signifikan & berkelanjutan.

Mentrasformasikan budaya organisasi, terutama dalam mindset shifting, menjadi tantangan paling berat karena adanya faktor-faktor kompleks yang terlibat di dalamnya. Kenapa ini menjadi tantangan yang berat?

✔️Keberlangsungan & konsistensi: Proses mindset shifting memerlukan kesabaran dan konsistensi dalam menghadapi perubahan sikap, keyakinan, dan perilaku karyawan.

✔️Resistensi terhadap perubahan: Mindset shifting bisa dianggap mengancam stabilitas dan rutinitas yang sudah dikenal, sehingga resistensi terhadap perubahan sering muncul.

✔️Budaya organisasi yang kuat: Budaya organisasi yang telah ada sejak lama & terkonsolidasi dengan baik dapat menghambat perubahan mindset.

✔️Kompleksitas manusia: Setiap individu punya pandangan, pengalaman &kepercayaan yang berbeda.

✔️Kepemimpinan & komitmen: Proses mindset shifting memerlukan dukungan penuh dari kepemimpinan tingkat atas.

✔️Pengukuran & evaluasi: sulitnya mengukur kemajuan & keberhasilan perubahan mindset secara objektif.

Meskipun tantangan ini nyata, upaya mindset shifting adalah langkah krusial untuk itu kesabaran, kerjasama & komitmen dari seluruh organisasi jadi penting agar berhasil proses transformasinya🚀

Kooperatif Vs Kolaboratif

Kekuatan kelompok akan tercermin dari seberapa kuat kualitasnya untuk saling terhubung, kolaborasi akan memacu tim bergerak eksponensial. Beda dengan kooperatif ya, walau mirip, dua pendekatan ini berbeda dalam kerja sama & interaksinya. Jika kamu punya tim yang inovatif, proporsi mana yang lebih banyak dieksekusi, kooperatif atau kolaboratif. Bedanya apa?

✔️TUJUAN:
🚀Kooperatif, singkatnya “bagi tugas”. Tujuannya menyelesaikan tugas / mencapai hasil dengan membagi tugas & tanggung jawab & bekerja secara independen.
🚀Kolaboratif, singkatnya, “punya tujuan yang sama”, mencapai pemahaman bersama yang mendalam, berbagi pengetahuan & mencapai hasil bersama dengan diskusi.

✔️STRUKTUR:
🚀Kooperatif, atau “punya job desk masing-masing” Bekerja mandiri pada bagian masing-masing. Tidak ada interaksi intensif / tukar ide yang signifikan.
🚀Kolaboratif, singkatnya “meramu bersama”. interaksi lebih intens, saling berbagi ide, pandangan & pengetahuan, bekerja bersama.

✔️FOKUS:
🚀Kooperatif, sederhananya “kerjaan gw” 🙂 fokus pada kontribusi individu & pencapaian pribadi dalam kerangka kerja kelompok. Tiap anggota mencoba menyelesaikan tugas sesuai dengan tujuan pribadinya.
🚀Kolaboratif, singkatnya “kerjaan kita” lebih fokus pada kerjasama & kontribusi kelompok yang saling melengkapi, mendukung & bekerja bersama untuk mencapai tujuan bersama.

✔️KOMUNIKASI:
🚀Kooperatif, singkatnya “koordinasi” komunikasi antara anggota kelompok mungkin terbatas pada memberikan arah & petunjuk, banyak melakukan koordinasi tugas, atau pembaruan progres individu masing-masing.
🚀Kolaboratif, singkatnya “bagaimana solusi kita?” komunikasinya lebih terbuka & intensif. Lebih sering berbagi ide, berdiskusi, memberikan umpan balik & menjalin interaksi lebih dalam untuk mencapai pemahaman & hasil bersama.

✔️KEUNTUNGAN:
🚀Kooperatif, singkatnya “terkontrol” bisa meningkatkan efisiensi, tiap anggota punya tanggung jawab jelas & kontrolnya masing-masing.
🚀Kolaboratif, singkatnya “terlibat aktif. Mengusung kreativitas, penuh diskusi hingga bisa memperluas perspektifnya, saling belajar & mencapai hasil yang lebih baik daripada jika dicapai secara individu.

Semoga bermanfaat ya!❤️

Melampaui Mimpi yang Hadir Lebih Cepat🚀🚀

Sebuah mimpi pastilah sebuah kondisi ideal, gambaran utuh sebuah cita-cita yang dituliskan dalam sebuah visi, diturunkan dalam langkah-langkah berupa misi. Visi Misi merupakan bentuk pemikiran strategis jangka panjang. Kemudian, bagiamana menurunkan dari kondisi ideal ke kondisi nyatanya?

✔️Thinking
Pemikiran, jelas perlu dituliskan & tergambarkan, hingga setiap orang memahami imajinasi yang inspiratif yang membuatnya sebagai sumber bernergi bagi setiap anggota tim menjalaninya, meski dengan dinamika yang tinggi. Jadi bahan bakar perjalanan merajut mimpi. Pemikirian (Thinking) diturunkan dalam perencanaan (Planning) & dituangkan dalam aktivitas (Doing). Thinking atau pemikiran dituangkan dalam rumusan visi yang menginspirasi & misi berupa langkah-langkah yang kemudian diiterasi dalam tahapan lanjutnya.

✔️Planning
Planning atau perencanaan, merupakan penuangan visi dalam bentuk bagaimana perjalanan dilakukan hingga tindakan / taktik apa yang akan diambil. Perencanaan yang baik memerlukan pemikiran yang matang, fleksibilitas & komitmen untuk menjalankan rencana. Dengan mengikuti langkah-langkah di atas, kita dapat memperbaiki peluang keberhasilan & mengurangi risiko yang mungkin timbul dalam pelaksanaan rencana tersebut.

✔️Doing
Visi diturunkan menjadi strategi, dan diturunkan menjadi tujuan, ketiga hal ini perlu didefinisikan secara inspiratif. Doing terdiri dari kesepakatan akan Tujuan/ Aim / Destinasi yang diterjemahkan menjadi objective yang merupakan kumpulan hasll-hasil dari inisiatifnya.

Beragam hal praktikan dalam menurunkan mimpi, terdiri dari rumusan misi (langkah-langkah), Taktik (tindakan) & Tujuan (hasil) adalah hal-hal praktikal yang secara konsisten dilakukan, dijaga presistensinya dalam ritual-ritual menjaga keselarasan tujuannya.

Ya memang, mimpi tak bisa tiba-tiba hadir dalam bentuk keajaiban, tapi punya keterampilan menurunkannya dalam jangka waktu tertentu jadi penting! dengan tim yang senantiasa berbernergi karena jelas visi misinya, diperlihara dalam kesehariaannya & presisten mengiterasi akan melahirkan hasil-hasil yang tidak sekedar menghasilkan visi, tapi bisa jadi beyond, dalam bentuk melampaui mimpi yang hadir lebih cepat🚀🚀

Lean UX & Agile UX

Lean UX & Agile UX adalah 2 pendekatan yang berbeda dalam pengembangan desain user experience/UX. Meskipun keduanya punya fokus pada kerja tim, keterlibatan pengguna & iterasi, bedanya dimana?🥳

Lean UX fokus pada pengurangan pemborosan dan efisiensi dalam proses desain UX, pengujian cepat & pembuatan prototipe untuk memvalidasi hipotesis desain sebelum membuat produk secara keseluruhan. Tujuannya untuk memastikan bahwa solusi UX bisa memenuhi kebutuhan pengguna & pasar secara efisien🤓

Sementara Agile UX fokus pada pengembangan iteratif & kolaboratif dengan menggabungkan praktik Agile dalam pengembangan produk, menekankan pada pengembangan produk secara cepat dan adaptif, dengan berfokus pada pengembangan minimum viable product (MVP) & perbaikan berkelanjutan berdasarkan umpan balik dari pengguna😘

Keduanya punya keuntungan & kekurangan masing-masing & pilihan tergantung pada tim & proyeknya. Tapi juga keduanya saling melengkapi & dapat digabungkan untuk menciptakan proses desain UX yang kuat & efektif.

Meski Agile UX bisa memberikan banyak manfaat, ada beberapa kesulitan yang mungkin muncul saat implementasinya. spt:

✔️1. Perlu keterlibatan & kolaborasi yang tinggi dari seluruh tim dan pemangku kepentingannya. Hal ini dapat menjadi sulit jika tim tidak terbiasa / terpisah secara geografis.

✔️2. Hambatannya biasnya berupa struktur organisasi, kebijakan dan prosedur yang kaku, serta kurangnya dukungan dari manajemen & pemangku kepentingan lainnya.

✔️3. Integrasi Agile dengan proses bisnis yang ada: Agile UX sering kali memerlukan perubahan dalam proses bisnis yang ada, yang mungkin sulit diimplementasikan secara cepat atau tanpa mengganggu operasi yang sedang berjalan.

✔️4. Implementasi Agile UX memerlukan keterampilan dan pengalaman yang khusus dari seluruh anggota tim. Hal ini menjadi sulit jika tim tidak punya memiliki pengalaman dan keterampilan yang diperlukan.

✔️5. Dalam upaya untuk mengembangkan produk dengan cepat, tim bisa mengabaikan kebutuhan pengguna / fokus pada solusi yang lebih mudah untuk diimplementasikan, daripada pada solusi yang paling efektif / inovatif.

Menantang memang mewujudkannya, coba dilatih lagi kesabaran berprosesnya!🦾🤩