Inovasi dan Usaha di Sektor Sosial

Perjalanan jaman jelas mengubah banyak cara berpikir. Askes pada pengetahuan juga semakin tak terbatas. Makin banyak pihak yang terpanggil hidupnya untuk tampil berdampak sebagai “purpose-driven individuals”🚀

Social entrepreneurs, saat ini tampil dimanapun untuk memberikan solusi nyata dengan isunya masing-masing, menggunakan kekuatan lokal & jejaringnya membangun bisnis-bisnis sosial atau lebih banyak disebut sebagai “social enterprises”

Beragam usaha juga mulai merekognisi betapa signifikannya inovasi sosial untuk menangkap objek konsumennya sebagai “socially-conscious customers”

Bagaimana seorang social entreprenuer membangun Social Enterprise untuk menghasilkan inovasi sosial & membangkitkan dampak sosial.

Pada awalnya biasanya seorang Social Entrepreneur, memiliki visi & gagasan dari masa depan yang ideal. Dituangkan dalam niatan untuk berfokus pada kelompok sosial hingga melahirkan peninglatan kapasitas individunya. Untuk itu Ia merancang dan tampil dengan beragam solusinya, hingga Ia membuatdampak, dimana usahanya memberikan sumbangsih keadaan masyarakat yang lebih baik.

Customer Journey

Mengamati perjalanan konsumen selalu menyenangkan, cuma kalo cari contoh kasus belum begitu banyak yang pas & bisa dirasakan banyak orang. Nah kebetulan nemu ini, Starbucks! Sebagian besar tentu bisa membayangkannya.⁣

Memetakan perjalanan konsumen menjadi menarik, jadi tau dititik mana saja perlu perbaikan pain points secara berkelanjutan.⁣

Ada dua kategori touchpoints secara vertikal yakni ⁣
1) Semakin menggembirakan ⁣
2) Semakin menyedihkan ⁣

Sedangkan secara horizontal sumbu Y menggambarkan perjalanan seorang konsumen selama Ia akan, menikmati, & setelah Ia menikmati serta mendapatkannya.⁣

Ilustrasi ini cukup memberikan gambaran jelas bagaimana seseorang mengalami berbagai macam perasaan sepanjang pengalamannya sebagai konsumen atau yang dinamakan sebagai Touchpoints. Touchpoints dari contoh Starbucks dibagi menjadi lima tahapan journey yakni; ⁣

  1. Antisipasi⁣
  • Lokasi Kantor⁣
  • Di kendaraan⁣
  1. Masuk Ruangan⁣
  • Berjalan masuk⁣
  1. Keterikatan (Engagement)⁣
  • Antri⁣
  • Pesan⁣
  • Bayar⁣
  • Duduk⁣
  • Minum⁣
  • Bekerja⁣
  1. Keluar⁣
  • Bebenah⁣
  • Pulang⁣
  1. Refleksi⁣
  • Didalam Mobil⁣

    Gambaran ini membantu pemiilik usaha untuk memperbaiki pain points yang ditemukan, juga meningkatkan Gain Points. Titik-titik yang kerap mengganggu & bisa jadi membuat konsumen tak lagi mau kembali, atau bahkan menebar Pain Points ini sebagai berita buruk bagi calon-calon konsumen baru.⁣

    Salah satu contoh, coba lihat titik ketika konsumen mulai melakukan proses ke-3 yakni Engagment! Ternyata konsumen mengenali juga bahwa beberapa kali kita bertemu pelayannya, senyum terasa sebagai “Fake Greeting” atau ketika bekerja Ia merasa bising, digambarkan dituliskan sebagai “Loud”⁣

    Sedangkan pada aspek positif beberapa perlu ditingkatkan adalah ambience, kenyamanan & ketika pulang. Untungnya hasil refleksi akhir pelanggannya “Good Drink!” yang membuat Ia berkemungkinan besar kembali lagi.⁣

    Peta perjalanan konsumen ini adalah tools paling mudah bagaimana secara gradual melakukan perbaikan. Jadi tak usah buru-buru ya, ketika tau titik-titik ketidaknyamanan, maka satu persatu kita bereskan & tingkatkan. ⁣

    Selamat Mencoba!

Channeling

Ngulik lagi model binis. Model bisnis itu semestinya unik yaa, artinya tidak sama dengan model-model bisnis yang lain. Memliki kaitan logika satu dengan yang lainnya. Salah satunya kerap kali di Blok Channel menemukan kita menulisakan offline atau online, atau lebih detail kita menulisakan nama media sosialnya.

Startegi ini kerap kali dalam teknisnya membingungkan karena terlalu general, umum dan sulit menerjemahkannya karena terlalu luas.⁣

Diingat dan dipahami lagi deskripsinya “Channel adalah saluran, elemen penting dari model bisnis. cara perusahaan berkomunikasi dan menjangkau segmen pelanggannya” ⁣

Channel dibagi jadi dua,
1) langsung
2) tak langsung

Sedangkan fasenya dibagi menjad lima tahapan, 1) Kesadaran, 2) Evaluasi, 3) Pembelian, 4) Penghantaran dan 5) Setelah Pembelian, mirip-mirip Marketing Funnel yaa!⁣

Jangan lupa juga fungsinya,⁣ yaitu

  1. Meningkatkan kesadaran di antara pelanggan tentang produk & layanan ⁣
  2. Membantu pelanggan mengevaluasi Proposisi Nilai
  3. Mengizinkan pelanggan membeli produk & layanan
  4. Menyampaikan Proposisi Nilai kepada pelanggan⁣
  5. Memberikan dukungan pelanggan pasca-pembelian⁣

    Nah untuk memulai memetakan startegi Channeling ini, beberapa hal yang perlu dhijawab antara lain;⁣
  6. Lewat saluran mana segmen ingin dijangkau?⁣
  7. Bagaimana menjangkau mereka sekarang?⁣
  8. Bagaimana saluran dibuat terintegrasi?⁣
  9. Mana yang paling berhasil?⁣
  10. Mana yang paling hemat?⁣
  11. Bagaimana mengintegrasikannya dengan rutinitas pelanggan?⁣

    Jika diilustrasikan dengan gunung es, bisa diceritakan seperti ini. Bagi dua blok Channel, bagian terlihat & tak terlihat. Bagian atas atas bisa saja kita menuliskan yang biasa ditulis, Instagram, Facebook, Tiktok untuk yang online, dan atau Tiki, JNE, Kedai untuk offline.

Namun, bagian dalamnya sebenarnya ada saluran-saluran lain diluar media tsb, yakni simpul mana saja yang berupa individu / organisasi yang bisa menjadi simpul hubungan mereferalkan value proposition pada pelanggan.

Jika tau siapa yang akan jadi simpul, maka kita akan tau melalui media apa kita menggerakkannya, bagaimana konten & strategi approach yang tepat!⁣ yuk belajar lagi!

Superteam

Pertanyaan terkait membangun tim yang pas hingga cocok sering kali mendominasi pertanyaan jika diskusi tentang organisasi. Pertanyaan ini juga dihiasi dengan berbagai keluhan bahwa anggota timnya ngga beres atau sesuai.⁣

Tidak serta merta kita memiliki tim yang kuat dan langsung cocok. Ada proses membangunnya. Tingkatan terbaik dari sebuah tim yang kompak adalah pada level “Creative Excellence” tingkat tertiggi ini biasanya tumbuh dari sebuah proses membangun kultur organisasi yang persisten. ⁣

Pada tingkatan tertinggi ini biasanya akan terlihat bahwa anggota‑anggotanya memiliki karakter kuat, istilahnya “Dedicated Warrior” Biasanya Ia akan menghasilkan berbagai program dalam atmosfer yang positif, berdedikasi untuk selalu tumbuh berkembang, tak pernah melewatkan belajar dan berlatih, paham purpose tim dan konsepnya serta merasa bangga pada setiap penampilannya.⁣

Sebelum sampai pada tahap “Creative Excellence” , sesungguhnya tahapannya berawal dari;⁣

1.Rebel⁣
Biasanya anggota tim mengeluh kemudian berhenti atau diberhentikan.⁣

2.Malicious Obedience⁣
Tanda‑tandanya biasanya mengutamakan ego pribadi ketimbang tim, mengentengkan, atau perfromanya rendah.⁣

3.Willing Compliance⁣
masih rendahnya usaha yang konsisten, masih mencari cara‑cara yang mudah, kehadiran dan performa yang masih peer.⁣

4.Cheerful Cooperation⁣
“Sudah mulai berusaha” Anggota tim biasanya sudah mulai memiliki perilaku positif, dan mulai mengembangkan kapasitas dirinya berkontribusi bagi timnya.⁣

5.Heartfelt Commitment⁣
Tim mulai mengembangkan usahanya dengan tulus dan sungguh‑sungguh.⁣

6.Creative Excellent⁣
Nah ditingkat ini kita sudah memiliki budaya yang paling canggih! tugas berikutnya adalah memastikan keberlanjutannya.⁣

Nah dimana posisikah kamu dalam tim?⁣
⁣ #agilitytransformation

Sustainability

Sustain! Bagi penggerak keiwiasuahaan sosial, prinsip Triple Bottom Line tentunya sudah tidak asing lagi. Sebuah prisip menyeimbangakan goals agar terjaga keberlanglanjutannya.⁣

Konsep ini sesungguhnya tidak saja cocok bagi Wirausaha Sosial, namun bagi siapapun yang mendamba sebuah mimpi dimasa datang dimana kebermanfaatan yang ditanam dapat berkembang luas dan tetap berlanjut lestari.⁣

Pertimbangan sesungguhnya bukan semata‑mata Profit, tapi dalam mencapai sebuah goals, belajar menyeimbangkan antara variabel lainnya seperti People dan Planet adalah seni tersendiri.⁣

Seperti bemain juggling, ⁣
1.Mengutamakan People⁣
Variable sosial yang terkait dengan komunitas, pendidikan, keadila, sumber daya sosial, kesehatan, kesejahteraan dan kualitas hidup.⁣

2.Mempertimbangkan Profit⁣
Variable ekonomi yang terkait dengan kebutuhan finansial, keuangan dan tumbuhnya kekuatan ekonomi.⁣

3.Menjaga Planet⁣
Variabel lingkungan berhubungan dengan pentingnya kelestarian alam, air, udara, konservasi energi & penggunaan lahan.⁣

Menyeimbangkan ketiga hal di atas memang sebuah tantangan, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tidak sekedar menekankan aspek efisiensi dengan menekan biaya produksi namun disisi lain mengorbankan aspek lain.⁣

Mengawinkan People + Profit akan menghasilkan keadialan dan kepatutan.⁣

Profit + Planet akan menghasilkan kepastian sebuah aksi terjaga dan berlajut (viable)⁣

Planet + People akan menghasilkan kemampuan bertahan (bearable)⁣

Ketiga ketiga aspek tersebut tumbuh berkeadilan, terjaga, berlanjut dan mampu bertahan maka hasilnya adalah mekanisme yang dapat dipastikan keberlanjutan manfaatnya dirasakan masyarakat.⁣

Tujuan utama dari sebuah pergerakan kewirausahaan sosial adalah dampak yang ditimbulkan dari terbangunnya kemandirian individu‑individu yang kemudian mengaktivasi ekosistem disekitarnya, dengan secara ikhlas mereplikasikan dirinya melahirkan individu‑individu yang lebih baik, adaptif dan kuat sehingga akan relevan pada setiap masa yang didiaminya.⁣ #janganlelahberproses

Literasi Aksi Monetisasi

Diskusi pagi ini membuka insight baru, tema berat, tapi sungguh nyata terjadi dilapangan. “Pasca PHK, Saya harus apa?” Materi ini dibuat dengan tergesa karena lupa jadwal tayang! Tapi bukan dibuat asal‑asalan ya, dibuat dengan pendalaman & empati menilik pengalaman beberapa waktu terakhir mangawal kawan‑kawan yang terumahkan & menemaninya prosesnya menemukan momentum baru untuk melompat.⁣⁣
⁣⁣
Pasca PHK tentu berat, sudut pandang lain adalah proses kreatif & kesempatan baru. Saya memilih sudut pandang ke‑2. Karena dengan growth mindset semua kemungkinan baik akan tumbuh & menghampiri, meski pasti ada hal menyedihkan nyatanya melekat pada kawan terumahkan. Pasca PHK, prosesnya mirip dengan kurva proses kreatif “The Valley of Death” dimana di penghujung selalu ada hikmah untuk yang serius melakoni prosesnya. ⁣⁣
⁣⁣
Untuk para komunitas pemberdaya, disinilah peran kita memberikan wadah menjadi teman di zona kritis agar tidak terjun terlalu dalam. Sedangkan untuk kawan terumahkan jangan lupa mencari wadah seperti ini yang banyak tersedia.⁣⁣
⁣⁣

Teoritis memang, ketika menyarankan baiknya menumbuhkan Growth Mindset, tapi secara praktis ini sangat mungkin dilakukan jika memilih ditemani ekosistem, mereka akan menghadirkan sumber daya, kawan & paradigma baru. Saatnya mengatur energi dengan membuat tangga berproses agar hidup tak terlalu ekstrim seperti Roller Coaster. Menerapkan Goals baru, membaginya menjadi 4 tahapan seperti layaknya kita gunakan #OKRs pada setiap project kita, bedanya sekarang diterapkan pada hidup kita.⁣⁣
⁣⁣
Memperbaiki hidup baru pasca PHK memang berat, hanya ini sesungguhnya media baru belajar. Jika berhasil melaluinya, ada lompatan yang dijanjikanNya jika bersungguh‑sungguh menekuni prosesnya. Tiga hal yang saya pelajari dari kawan2 pasca PHK ini, mereka berlatih “3‑Si” sepajang kurva prosese kreatifnya, 1 Literasi, 2)Aksi & 3)Monetisasi.⁣⁣
⁣⁣
Menekuni proses meski naik turun untuk mendatangkan kapabilitas aksi dengan membuka pintu‑pintu silaturahmi, menguatkan wawasan dengan membaca & berkaca, penguatan literasi & wawasan, terakhir merancang kemampuan monetisasi yang terukur hingga energinya dapat diatur.⁣⁣
⁣⁣
Siap membuka diskusi yaa! 🚀🚀

Purpose Led Company

Sering kali kita terjebak deretan angka pendapatan yang dikejar, dicapai hingga lelah tak berujung. “Visioning” tentu penting ketika memulai usaha, menentukan keadaan dimasa datang, lalu apa bedanya dengan purpose?⁣🧐
⁣⁣⁣⁣
Kita banyak skip terkait purpose, tak diajarkan di ruang-ruang kelas & atau belum banyak juga yang memulainya, banyak skeptisisme menghantui. “Bener nih mendahulukan purpose ketimbang profit? kita kan perlu uang!” 😎Pertanyaan ini memang sering terlontar, tapi tak apa, seiring kedewasaan individu & terbukanya wawasan akan mulai paham bahwa membawa manfaat bagi banyak pihak adalah sumber energi & kebahagiaan.⁣⁣⁣⁣
⁣⁣⁣⁣
Ini bedanya;⁣⁣⁣🎯
Purpose; Why your company exists⁣⁣⁣⁣
Vision; What you aim to achieve⁣⁣⁣⁣
Mission; How you plan to achieve your vision⁣⁣⁣⁣
Values; What you stand for & how you behave⁣⁣⁣⁣
Positioning; How you are different from the competition⁣⁣⁣⁣
⁣⁣⁣⁣
Beberapa kali mengajak kawan2 untuk pivot dari profit ke purpose, membawa pada literatur baru dari IDEO & ini keren! Sebelumnya kami berpedoman bahwa purpose dimulai dengan Strong Why diikuti dengan How, atau sebaliknya seperti ekosistem @thelocalenablers yang kami tuliskan purpose-nya sebagai “Creating Value, Accelerating Impact”⁣⁣⁣⁣
⁣⁣⁣⁣
Usaha besar banyak yang sudah berubah, sebut saja Nike, Google, Pampers, AirBnB & Dove. Dalam rujukan ini kita bisa mulai memilih sebuah pernyataan “We exists to….” & menyandingkannya dengan “How”-nya, kita coba bareng ya..⁣⁣⁣⁣
⁣⁣⁣⁣
A.Enable Potential, ⁣⁣⁣⁣
A1.Empowering Growth⁣⁣⁣⁣
A2. Championing Education⁣⁣⁣⁣
A3. Pioneering Transformation⁣⁣⁣⁣
⁣⁣⁣⁣
B. Reduce Friction⁣⁣⁣⁣
B1. Creating Relief⁣⁣⁣⁣
B2. Giving Control⁣⁣⁣⁣
B3. Unlocking Freedong⁣⁣⁣⁣
⁣⁣⁣⁣
C. Foster Prosperity, ⁣⁣⁣⁣
C1. Providing Security⁣⁣⁣⁣
C2. Lending Support⁣⁣⁣⁣
C3. Offering Nourishment⁣⁣⁣⁣
⁣⁣⁣⁣
D.Encourage Exploration ⁣⁣⁣⁣
D1. Cultivating Connections⁣⁣⁣⁣
D2. Insipring Curiosity⁣⁣⁣⁣
D3. Celebrating Creativity⁣⁣⁣⁣
⁣⁣⁣⁣
E.Kindle Happiness ⁣⁣⁣⁣
E1.Nurturing Inclusion⁣⁣⁣⁣
E2.Spreading Joy⁣⁣⁣⁣
E3.Instilling⁣⁣⁣⁣
⁣⁣⁣⁣
Peta ini cukup mudah, coba tulis purpose statement dengan menggabungkan Why & satu How-nya ya! ⁣⁣⁣🚀🚀 #agilitytransformation

Bandung Bee Sanctuary

Duduk di pojok kebun lebah, memandangi bunga warna warni hasil semai sejak awal tahun. Sebuah topik menguat ketika kami merasa WFH juga begitu banyak membawa kebaikan, namun tak terasa dinamika organisasi yang tak saling sapa sejak lama juga berujung pada mulai longgarnya ikatan kami sebagai keluarga. ⁣⁣
⁣⁣
Sore ini juga kami mencoba merancang kemenangan, mendiskusikan bagaimana caranya? Kemudian timbul pertanyaan lain, “Mengapa perlu menjadi pemenang?, “Menang untuk apa?”, “Definisi kemenangan itu apa?” Diskusi yang menarik, tak terasa 2,5 jam berlalu. Kami mulai memeta‑metakan kembali siapa berperan apa, bagaimana kita bisa melihat sekeliling. Menaklukan egosentris kelompok agar mau bertanya “Siapa yang dapat memperkaya pergerakan kita kala kita merasa kita bisa melakukannya sendiri? Sudah bisa dilakukan sendiri, mengapa perlu mengajak pihak lain?”, mengapa harus tetap berkolaborasi?⁣⁣
⁣⁣
Mungkin sebagian mulai lupa atas apa mimpi yang sempat tertuliskan atau pada semangat kolaborasi yang sempat dibangun. Menjadi biasa bekerja sendiri, mulai lupa melihat sekeliling, mulai terasa terbiasa mandiri ternyata juga menumbuhkan bibit‑bibit ketidakpekaan untuk melihat sekeliling bahwa ada yang tercecer. Padahal era ini adalah era kolaborasi, bukan lagi kompetisi yang lazim meninggalkan keterceceran.⁣⁣
⁣⁣
John Duval menuliskan “Collaboration in the workplace brings people with different backgrounds, skills, expertise, and perspectives together to brainstorm ideas, overcome obstacles, and utilize creative problem solving for the betterment of the company” Semua tim paham ini, hanya memang menginternalisasinya menjadi bagian paling menantang dalam jiwa & skills keseharian.⁣⁣
⁣⁣
Penutup pertemuan sore ini, mengingatkan lagi untuk melatih tegur sapa, menawarkan bantuan, membangun pembicaraan & menemukan irisan bersama hingga yakinkan bahwa kemenangan itu adalah kala kita dapat berjalan bersama, tak satupun tertinggal.⁣⁣
⁣⁣
“two heads are better than one”