Kapitalisasi Kapabilitas Organisasi

Membangun kesadaran terkait rasa kepemilikan pada organisasi, terlebih pada usaha yang dibangun memang menjadi tantangan lain selain bagaimana menciptakan sebuah produk yang laku dipasaran. Tantangan ini tak tampak urgent tapi sering dialami dalam keseharian timnya.

Pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul adalah bagaimana setiap tim merasa memiliki organisasinya sebagai wadahnya, tak hanya sekedar bekerja & kemudian dibayar atas kerjanya.

Organisasi adalah entitas yang perlu diperhitungkan, dianggap penting sebagai satu entitas yang hidup tak terpisahkan dalam perjalanan usaha, sifatnya imajiner, tak tampak secara fisik seperti anggota tim yang terdiri dari individu manusia.

Karena Ia dianggap sebagai entitas hidup & berperan sebagai kendaraan menuju visi, maka Ia memiliki hak untuk dihidupi, dipelihara & disehatkan. Konsekwensinya adalah setiap individu yang hidup didalamnya perlu tau dan paham bagaimana Ia berkontribusi bagi kendaraannya 🥳

Pada fase-fase awal pembuatan usaha, fokus atensi kita adalah pada bagaimana menguatkan organisasinya, maka yang diberikan asupan penyehatan yang utama tentunya organisasinya. Karena ini akan jadi wadah keberlanjutannya. Namun yang kerap terjadi adalah individunya fokus pada bagaimana membagi keuntungan baginya🤨

Karena organisasi bersifat imajiner maka sering kali terlupakan mendapatkan haknya, disehatkan dan dikuatkan. Setelah sehat & kuatlah baru individu-individu didalamnya menikmati beragam hak keuntungannya😎

Menyehatkan organisasi hingga memiliki kemampuan kolektif untuk berinovasi menjamin keberlanjutannya. Beberapa kekuatan organisasi diantaranya ditandai dengan hadirnya beberapa indikator organisasi yang sehat (Norm Smallwood and Dave Ulrich, 2004);

1. Commiterd Talent:
2. Speed;
3. Shared Mind-Set and Coherent Brand Identity;
4. Accountability:
5. Collaboration:
6. Learning:
7. Leadership:
8. Customer Connectivity:
9. Strategic Unity:
10. Innovation:
11. Efficiency:

Kesebelas hal diatas adalah gambaran dari kualitas organizational capabilities , intangible assets kunci. Kita tak bisa menyentuhnya, tapi mendatangkan banyak perbedaan untuk menghasilkan nilai-nilai keunggulan. Banyak ya PRnya?

Menjadi Organisasi yang Lebih Adaptif

Tahun 2023 dikabarkan kurang sedap, ramalannya tahun depan akan terjadi resesi ekonomi besar di dunia, termasuk Indonesia! Tak bisa dipungkiri berita ini sangat membuat kita berdebar, baru saja Covid mereda, tahun depan apa lagi? Namun yang terbaik adalah kita bersiap sungguh-sungguh menyiapkan bahwa kita bisa adaptif💪

Cara yang konvensional bertransformasi seringkali menemui kesulitan karena tak jua relevan & semakin tertinggal. Perlu cara transformatif, radikal yang memaksa perubahan hadir & melesat menyesuaikan dengan perkembangan teknologi ditambah variable krisis masa di masa depan.

Saat ini banyak juga organisasi yang berhasil melakukan transformasi & ada benang merahnya. Jika terdapat kegagalan produk sebuah usaha, tidak melulu bermuara pada perbaikan produk, yang sering dilupakan adalah kita bisa rombak timnya, petakan kembali kemampuannya & telusuri lagi peluang-peluang barunya☝️

Jika produknya gagal, jangan dulu bubarkan timnya, tapi restrukturisasi timnya, buat squad-squad kecil / spin-off jadi unit-unit kecil jadi ekosistem yang berpadu berelaborasi satu sama lainnya. Saat ini organisasi tak semata-mata bertransformasi, tapi justru bagaimana untuk lebih banyak melakukan perubahan strukturalnya👊

Martec’s Law mengungkapkan peroses ini dilakukan dengan mereorganisasi bisnisnya. Hal revolusioner adalah dengan cara mereset ulang, spin-off / merelokasi sumberdaya untuk menghadirkan inovasi baru yang relevan dengan lompatan teknologi yang eksponensial🙌

Perubahan teknologi yang eksponensial jelas mengakibatkan perilaku konsumen yang sangat berbeda. Tak dipungkiri saat ini menyeimbangkan kemampuan kreativitas dengan teknologi✌️

3 Poin penting perubahan yang signifikan dalam perilaku konsumen antara lain (Gladly report, Stren, j. 2019)
👐Experience Matter More Than Channel
🫶Personalised dan personal,
🤝The Best Marketing is Service

Untuk mengakselerasi tiga pilar tsb ada hal penting jadi fundamental, yakni pola pikir & budaya organisasinya yang mudah beradaptasi jadi tombak utama perubahan. Menjadi organisasi yang lebih adaptif, agile melakukan praktek-manajemen yang ramping (lean) hingga koefisien perubahan organisasi melesat lebih cepat👏👏👏

Awas! “Homogenous Teams Feel Easier, but Easy Is Bad for Performance”

Gimana rasanya punya tim kompak? Jika bertemu & berdiskusi makin cepat setuju , tak ada perlawanan/gagasan baru. Tim yang makin nyaman karena dirasakan semakin tak ada hingar bingar perselisihan lagi, sangat cepat setuju & lancar prosesnya, bukankah hal ini sangat didamba setiap tim?

Studi Personality & Social Psychology Bulletin,2009 mengungkap fakta terkait identitas kelompok yang homogen berakibat pada terciptanya rasa kesamaan/ketidaksamaan yang kuat dengan orang lain. Memang masuk akal jika tim yang kompak, aman & homogen maka orang-orang akan dengan mudah saling memahami , proses kolaborasi mengalir dengan lancar. Tapi, hati-hati ya, hal ini akan memberikan sensasi kemajuan semu. Karena beranggapan berurusan dengan beda yang akan menyebabkan gesekan, berasa kontraproduktif.

Awas! “Homogenous Teams Feel Easier, but Easy Is Bad for Performance”

Faktanya, bekerja dalam tim beragam akan menghasilkan hasil yang lebih baik, justru karena lebih sulit prosesnyalah yang bertentangan dengan intuisi banyak orang. Ada istilah Fluency Heuristic, dimana kita lebih suka informasi yang “diproses lebih mudah atau lancar” kemudian menilai hal ini lebih benar/indah”

Dampaknya tim jadi punya pemahaman bias atas proses pembelajaran yang dirasa benar. Kondisi ini mengarahkan apresiasi hanya ditujukan pada hal-hal yang semuanya menjadi lebih mudah diproses, tim jadi belajar dari proses yang kurang tepat. Menjadi lebih sering mengulang-ulang hal yang sama tanpa kebaruan, jadi lebih akrab tanpa banyak usaha, hingga merasa bahwa mereka berprogres.

Bekerja dengan tim yang heterogen justru akan berdampak dalam performa & inovasi yang lebih baik. Anggap aja seperti dalam berolahraga, no pain no gain. “Diversity Can Increase Conflict, but Not as Much as You Think”

Pastikan mempertahankan keberagaman ide, pengalaman, cara pandang & aspek lain. Belajar mengkapitalisasi perbedaan dalam tim. Kemampuan meramu perbedaan jadi racikan jitu adalah kreatifitas dalam tim. Harganya mahal, karena dinamikanya membawa pada iklim yang sehat dalam melahirkan berbagai kebaruan, baik cara maupun produk solusi.

“Capitalizing on Diversity Means Highlighting — Not Hiding from Differences”

Aspek Culture, Capabilities dan Leadership tiga pilar inovasi dalam sebuah komunitas yang handal

Masih tentang Collective Genius. Membangun tim apalagi ekosistem memang menjadi penting untuk membinanya melalui proses yang memiliki proses yang mewadahinya bagi tempat tumbuhnya sense of purpose, shared value dan rules of engagement-nya. 

1. Purpose, mengapa kami hadir.
2.Shared Value, apa yang disepakati adalah hal penting
3.Rules of Engagement. Bagaimana kita bisa berinteraksi satu sama lainnya terkait masalah.

Seiring dengan itu, ekosistem ini akan sangat efektif dan melompat jika didorong untuk melakukan lompatan. Komunitas sangat bisa menumbuhkan kapabilitas inovasinya, bagaimana caranya? Linda Hill, mengungkapkan tiga hal penting membangun kapabilitas ekososistem Collective Genius;

1. Torehkan kreativitasnya (Creative Abrasion), kemampuan membangkitkan gagasan melalui berbagai diskursus dan perdebatannya. Apalagi jika kemudian Ia membangun kapabilitas inovasinya. Konflik ada dinamika, selesaikan dengan gagasan-gagasan gila yang sehat.

2. Tingkatkan ketangkasan kreativitasnya (Creative Agility) dimana mulai dibangun kekuatannya untuk melalukan eksperimen yang menghasilkan dengan cepat, merefleksikan kemudian memperbaikinya (Design Thinking)

3. Resolusi Kreatif. Kapabilitas untuk memiliki pengambilan keputusan yang integratif, yang menggabung-gabungkan gagasan dengan beragam cara serta memperluas perspektifnya hingga ia justru saling memperkaya.

Ketiga aspek ini penting dibangun untuk melakukan berbagai lompatan, dilakukan dengan serius dan konsisten. Jika ketiga hal ini dijalankan dengan konsisten, dengan innovative leadership yang sungguh-sungguh! Tak diragukan bahwa bersatu padu membangun kapasitas menjadi sebuah Collective Genius! 

Aspek Culture, Capabilities dan Leadership tiga pilar inovasi dalam sebuah komunitas yang handal. Culture, adalah minat yang kuat dalam melakukan upaya keras dan mengarah pada inovasi. Capabilities adalah kemampuan yang dimilikinya hingga Leadership terkait seni dan prakteknya dalam mencipta ragam inovasinya.

Selamat meracik Culture, Capabilities, Leadership di ekosistem kamu!

Melompat!

Bagaimana dengan organisasi kamu, sudah mulai shifting kah?

Memaknai Leadership yang menjadi urgensi saat ini adalah kepemilikan kepemimpinan menjadi milik bersama, kepemimpinan melekat pada diri setiap orang didalam tim. Bersama di #rumahkolaborasi, kami selalu mengingatkan bahwa dalam setiap bagian tim punya peran dan tanggung jawab, leadership lives everyone. Mengingatkan lagi bahwa ada pergeseran paradigma terkait kepemimpinan saat ini, menjadikan organisasi inklusif, adaptif & inovatif.

Jika melirik masa lalu, leadership akan mengacu pada rencana, sedangkan saat ini menjadi penting untuk menguasai skenario strategis. Jika masa lalu kita punya Superstars, saat ini bergeser jadi Superteams! Bukan lagi pada fokus pada individu sebagai bintang.

Perbedaan lain yang paling mencolok di masa lalu adalah terkait strategi yang mendorong budaya, saat ini justru budayalah yang mendorong strategi. Timnya pun bekerja untuk leaders, beda saat ini justru leaders-lah yang bekerja untuk tim, servant leader!

Secara organisasi bergeser dari hirarki ke network centred, tim juga tidak homogen tetapi multikultural. Saat ini juga tim perlu menjadi nyaman dengan berbagai ambiguitas, beda dengan masa lalu yang selalu memilih satu cara terbaik.

Di era digital ini juga perlu untuk merubah lanskap dari fokus keahlian ke seberapa cepat bisa belajar dan mengejar. Paradigma lainnya adalah dahulu kita tak perlu memperbaikinya jika tidak rusak, sekarang lain lagi kita mulai diperkenalkan dengan teknologi-teknologi yang disruptif. Perubahan organisasi juga dulu dilakukan dengan manajemen perubahan, namun saat ini justru dititikberatkan pada reframing pola pikir.

Secara organisasi pengelolaannya bergeser dari mengutamakan eksklusivitas dan kini beranjak menjadi inklusif dengan membangun komunitas dan ekosistem yang didalamnya terdapat kompleksitas yang dikelola dengan baik. Gimana dengan organisasi kamu, sudah mulai shiftingkah?

Memulai proses perubahan budaya sebagai urgensi tinggi bagi organisasi

Berkeliling, berdiskusi dinamis dengan beberapa instutusi yang kini besar dengan dinamika yang hangat. Pada umumnya para penggeraknya mendamba proses inovasi yang unggul, sudah tentu! Namun, pada umumnya mengemukakan kesulitannya dalam proses transformasinya.

Kesulitan melihat aspek budaya adalah hal lazim untuk organisasi besar yang senang dizona nyaman, ketika ukuran besar dan dominasi masih menjadi ukuran utama kerberhasilan. Padahal ukurannya sukses kini bergeser menjadi yang terdekat, termudah, paling dicintai & paling tangkas berkolaborasi.

Biasanya organisasi zona nyaman membiasakan proses bisnisnya ditanggung pihak lain semisal pemerintah, masyarakat atau dibuai dengan jaminan hingga terbiasa karenanya. Zona nyaman ini membuainya & perlahan membuatnya semakin jauh tertinggal dengan organisasi-organisasi baru yang kian lincah. Gejalanya cukup umum, turunnya omzet, peminat, cashflow yang berat atau purpose yang memudar.

Kemarin, sebuah percakapan dengan sebuah organisasi yang individu-individunya lebih memilih ruang-ruang estetik bagi tempatnya bekerja, padahal fundamental budaya kerjanya sedang kritis. Memang ini tak terlihat, ketimbang ruang-ruang estetik yang indah dinikmati mata. Memulai proses perubahan budaya belum dirasakan sebagai urgensi tinggi bagi organisasi tradisional ini. Urgensi tinggi akan perubahan budaya memang sangat terasa jika kita bertemu organisasi yang mampu jauh melihat kedepan, hingga ia mampu menakar kapabilitasnya apakah ia mampu melompat dengan budaya yang ia miliki saat ini?

Membawa perubahan paradigma memang menantang, menggiringnya pada hal-hal baru ketika sebuah organisasi berdekade-dekade terbiasa dengan hal yang membuatnya besar di masa lalu. Masa depan tentunya lain cerita, zona nyaman dengan keterbiasaan tsb terdisrupsi dengan sangat cepat. Tak mungkin juga dengan sekali presentasi langsung memahaminya.

Hal terbaik memang lead by example, membukar ruang-ruang diskusi yang kontinu dan menerapkan strategi difusi inovasi yang terukur. Segera tersadar, bahwa kita ini merubah individu, organisasi dan kemudian ekosistemnya. Bukan merubah benda mati yang bisa cepat dilebur dan dibentuk baru dengan singkat.

Menerapkan Tim Lean Jelas Perlu Keterlibatan Total dari Puncak Organisasi hingga ke Bawah

Tidak dipungkiri lagi perbaikan bukan cuma pada produknya, tapi juga pada organisasinya. Bagaiamana organanisasi bisa tetap berjalan dengan tetap lean, tetap juga bisa menemukan komposisi yang pas agar teknis & strategic berjalan dengan lancar berimbang.

Sebagai Social Enterprise beberapa tahun terakhir adalah pembelajaran terbaik, bagaimana menyeimbangkan visi sosial dengan kegiatan profesionalnya. Begitu juga dengan menyeimbangkan timnya, menyeimbangkan visi dengan sosial dengan profitnya. Kemarin kami mencoba regrouping kembali, melakukan temu singkat mingguan, memetakan lagi pain points dalam tim dan memperbaiki strateginya.

Perbaikan yang cepat inilah yang dimiliki oleh kamu-kamu yang punya tim yang lean atau ramping. Struktur bisnis tradisional sering kali menghasilkan struktur kekuatan vertikal yang menerima masukan minimal dari anggota tim dari lini bawah, sehingga sulit untuk meningkatkan proses yang inovatif.

Tim yang lean melibatkan setiap tim & dipastikan diberdayakan dalam membuat keputusan dan memfasilitasi perubahan. Peran dan tanggung jawab masing-masing tim juga menjadi terindentikasi diidentifikasi dengan jelas, serta metode untuk meningkatkan mutu juga terlaksana. Tim diberdayakan membuat perubahan yang wajar tanpa harus bergerak melalui seluruh struktur komandonya, semua diberikan ruang inisiatif, bergerak dengan kreatifitasnya.

Menjadi penting memfasilitasi komunikasi & perbaikan antar tim. Tiap anggota bertanggung jawab menemukan & memecahkan masalah di areanya. Setelah solusi potensial diidentifikasi, anggota tim berkumpul dengan pemimpin tim & mengembangkan solusi.

Kuncinya, setiap kelompok diberdayakan menerapkan peningkatan dalam lingkup tanggung jawabnya. Secara keseluruhan, struktur ini memastikan bahwa setiap tim mampu menerapkan perubahan, memastikan bahwa program memperoleh momentum yang dibutuhkannya.

Menerapkan tim lean jelas perlu keterlibatan total dari puncak organisasi hingga ke bawah. Setiap anggota berdedikasi untuk perubahan positif. Perlu perubahan mendasar budaya kerja, setiap individu belajar jadi fasilitator perubahan, anggota tim perlu belajar terus meningkatkan prosesnya. Gimana rencana tim kamu?

Pemimpin Masa Depan

Menemukan ini di QAspire, cukup memberikan validasi terkait bagaimana sesungguhnya kita membangun wadah belajar. Menyiapkan pemimpin masa depan dengan cara-cara baru yang relevan adalah penting. Bagaimana sesungguhnya mendefinisikan karakter yang dibutuhkan seorang pemimpin?

QAspire mencatatkan empat kriteria pemimpin yang dapat mencipta masa depan.

1.The Learning Person
Bagaimana individu dipersiapkan untuk tetap berenergi untuk selalu belajar, menerapkannya dan merefleksikan proses belajarnya (Learn, Apply, Relect) apakah Ia dilatih untuk belajar secepat dunia yang juga berubah?

2.The Personal Disruptor
Disrupsi adalah sesuatu yang “menggagu” tapi Ia mendatangkan inovasi dan kebaruan. Tak mungkin kita mencipta masa depan jika gagasan kita tak sesuai dengan jaman dan konteksnya. Individu didorong untuk menjadi The Personal Disruptor, membawa perubahan yang inovatif.

3.The Tough-Minded Optimist
Seorang optimis yang yang persisten, yang teguh pendiriannya. Masa depan diciptakan oleh seseorang yang antusias-bermotovasi tinggi yang menginginkan dan atau mempikan sesuatu dengan kuat. Pastikan kita juga memfasilitasi mereka untuk punya mimpi besar yang memotivasinya.

4.The Eager Experimenter
Seseorang yang gemar bereksperimen. Mendukung gagasan-gagasan yang dapt dieksekusi kemudian walau dengam probabilitas kecil sekalipun.

Gimana, siap jadi pemimpin masa depan? #percayaanakmuda

Rebels Still Alive

⁣Sering kali kita merasa jadi orang yang rebellious, orang yang kerap kali membuat gebrakan, namun tentu dalam niatan dan cara yang positif yaa.

Dalam organisasi memang perlu “trouble makers” dalam konteks yang positif: karena golongan-golongan ini sering kali menjadi kalangan minoritas para pencetus inovasi. Jumlahnya sedikit, sebelum akhirnya mengundang para early adopters dan meluas menjadi mayoritas & melibas kaum skeptikal.⁣


Terkadang justru kalangan yang enggan berubah, kalangan skeptis yang sering kali mengidam-idamkan status quo karena merasa nyaman dengan zonanya saat ini, yang terbuat dengan kesuksesan masa lalu justru tak paham bahwa menjadi rebel itu penting! Tapi mereka juga perlu tau bahwa Good Rebels itu menjadi hal penting. Adapun Good Rebels itu biasanya; ⁣

Peraturan; Mengubah peraturan jadi adaptif, yang buruk adalah melanggarnya.⁣

Masalah; melihat sesuatu masalah sebagai hambatan, sedang Good Rebels melihatnya sebagai peluang baru!⁣

Jika ada perbedaan good rebels biasanya akan meramu dan memperkayanya, bukan mengekslusikanya, mengisolasi dan mengeluarkannya dari kelompok. Ia juga melatih kemampuannya untuk menyimak, tidak selalu meminta orang lain mengajarkannya. Banyak mendengar kemudian Ia racik dengan formula baru, Ia biasanya seorang Divergen Thinkers.

Bad Rebels biasanya cukup mencari kesalahan pada pihak lain, tapi Good Rebels biasanya menerangkan konteks masalahnyq, mencari akar masalah & menjelaskan perspepktifnya.⁣

Bad Rebels biasanya sangat ego-centric, semua bermuara pada dirinya, Good Rebels justru Ia fokus pada misinya!⁣

Nah Rebellious itu keren “in a good way” yaaa memang kita perlu “Trouble Makers” juga dalam organisasi kita, tentunya dengan karakter yang positif ya, yang gila dan bersemangat menghadirkan beragam dinamika & inovasi.⁣

Jadi Change Maker udah pasti akan berteman sepi pada mulanya, itu biasa! Jangan lupa siapkan strategi, baca lebih banyak tentang karakter inovasi, bagaimana membagi sumberdayanya, menuangkannya dalam garis waktu yang tepat agar energinya tak meluap begitu saja.⁣

“Rebels and non-conformists are often the pioneers and designers of change” – Indira Gandhi


Selamat mencoba!

Celebration Grids

Membaca tulisan Prof Teresa Ambel dari Harvard Business School pagi ini, teringat lagi setiap kegagalan yang pernah dialami, atau setiap momen dimana melihat tim berulang kali mengulangi kesalahannya, hahaha.

Dalam bukunya “The Progress Principle: Using Small Wins to Ignite Joy, Engagement, and Creativity at Work” menggambarkan bagaimana keseharian kerja bisa berdampak pada tim. Dari 200 organisasi penelitiannya menemukan tujuh katalis penting untuk mempengaruhi persepsi dan progres yang positif yakni:⁣

1. Clear Goals⁣
2. Memperkenankan otonomi⁣
3. Menyiapkan sumberdaya⁣
4. Memberikan waktu cukup⁣
5. Memberikan bantuan⁣
6. Belajar dari masalah dan keberhasilan⁣
7. Memperkenankan ide mengalir⁣
Memenuhi ke-7 hal diatas memang sangat menantang! Tapi dicoba pelan-pelan :D⁣

Satu lagi buku yang menarik, ‘How to Change the World” & “Management 3.0” mengafirmasi bahwa kita justru akan banyak belajar ketika tak dapat memprediksi apakah sebuah eksperimen akan menghantarkan kita pada outcomes yang baik atau buruk. Dalam kata lain, setiap kegagalan & kesuksesan, keduanya diperlukan buat belajar.⁣

Satu budaya yang perlu dibudayakan adalah; Celebrate Failure! Nah ternyata ada tools bagus dari Jurgen Appelo nih!, namanya Celebration Grid! Dari tiga kelompok ini, budaya manakah yang paling sering kamu temui dalam tim kamu?


1. MISTAKE THEN LUCKY
2. EXPERIMENT THEN LEARNED!
3. PRACTICES THEN SUCCEEDED!

⁣kemudian cek gridnya yaa
C; Praktek yang baik mengarah pada keberhasilan, ⁣
B; Kita bereksperimen kala yak tau akan berhasil/tidak⁣
E; Dengan semua eksperimen, ada peluang gagal/berhasil.⁣
F; Ada hal-hal berwarna abu-abu, dimana terkadang praktek-praktek yang baik bisa gagal juga.⁣
D; Kita menghindari kesalahan karena seringkali mendatangkan kegagalan⁣
A; Terkadang, kesalahan yang mengejutkan mendatangkan keberuntungan.⁣

Dari ilustrasi ini,menggambarkan dimana budaya kerja kita berada? Apalah budaya kerja kita banyak mengandalkan keberuntungan, eksperimen atau mengerjakan praktik-praktik yang benar?⁣ Hayoo yang jujur yaa