Design Thinking penting di bidang pendidikan

Bareng-bareng dosen keren di Paragon @inspiringlecturer 🙌 punya kesempatan bagus berbagi mengapa Design Thinking penting di bidang pendidikan, terutama Pendidikan Tinggi.

Di era yang serba cepat dan penuh tantangan, mengadaptasi metode pembelajaran efektif dalam pendidikan tinggi menjadi sangat penting. Design Thinking, dengan fokusnya pada empati, kolaborasi, dan eksperimen, mendukung pembelajaran kritis dan kreatif✨

Proses ini dimulai dengan memahami kebutuhan pengguna, membentuk fondasi untuk solusi yang relevan dan berdampak. Kolaborasi memperkaya pembelajaran, menggabungkan berbagai perspektif untuk menciptakan solusi inovatif. Eksperimen mengajarkan penerimaan kegagalan sebagai bagian penting dari proses pembelajaran, mendorong pencarian solusi yang lebih efektif🤩

Hasilnya adalah kemampuan menciptakan solusi yang inovatif dan relevan, mengembangkan individu yang tidak hanya ahli dalam pemecahan masalah tetapi juga empatik dan kolaboratif. Design Thinking tidak hanya fokus pada produk yang lebih baik, tetapi juga pada pengembangan individu yang lebih baik, mengajarkan cara berpikir yang dapat diterapkan di berbagai aspek kehidupan🙌

Design Thinking merupakan perjalanan transformasi, membekali individu dengan kebijaksanaan, kreativitas, dan hati untuk menjadi pemimpin masa depan. Ini adalah investasi dalam pendidikan untuk masa depan yang lebih cerah dan berkelanjutan, menciptakan solusi efektif dan memupuk generasi pemimpin yang siap menghadapi tantangan🚀

Mari bareng-bareng bikin dampak🤩

The Local Enablers and Lewrick & Company.

It’s truly inspiring to see such initiatives like the School of Innovation being launched, especially with the collaboration between The Local Enablers and Lewrick & Company. This venture stands as a testament to the power of combining global methodologies with local expertise, fostering a culture of innovation and creative problem-solving in Indonesia.

The involvement @thelocalenablers highlights the commitment to not just imparting knowledge but also nurturing the right mindset for innovation. This approach is vital in empowering individuals at all levels, from those just beginning their journey in innovation to seasoned decision makers looking to enhance their strategies.

The diverse range of certification programs, accommodating varying levels of expertise, ensures that the School of Innovation will be a pivotal resource for many. It’s an opportunity for participants to not only learn but also apply these methodologies in real-world scenarios, driving tangible change and progress.

The focus on design thinking as a key aspect of the training is particularly noteworthy. It underscores the importance of empathy, creativity, and user-centric approaches in innovation, which are crucial in today’s rapidly evolving world.

As Indonesia embarks on this journey towards a more innovative future, it will be fascinating to observe the ripple effects of such education and empowerment. The School of Innovation could very well be a catalyst for significant positive transformations, not just within organizations but across the broader societal landscape.

Embracing innovation is indeed embracing the future, and it’s commendable to see such initiatives paving the way🚀🚀🚀

Design Thinking

Menggunakan Design Thinking bukan cuma tentang menciptakan solusi yang efektif, tetapi juga tentang memahami dan menghargai pengalaman manusia dalam setiap aspeknya.

Kerjasama lintas disiplin akan jadi kunci karena tujuannya adalah outcomes, ide-ide dari berbagai bidang kemudian diintegrasikan untuk menemukan solusi-solusi inovatif. Hingga seorang Design Thinkers selalu didorong untuk menjadi seseorang yang ingin tahu, dengan terus bertanya dan mengeksplorasi lebih dalam untuk benar-benar memahami masalah dan kebutuhan penggunanya

Pada prosesnya, jadi sangat penting untuk bisa pula memvisualisasikan perjalanan penggunanya, dilakukan dengan memetakan setiap langkah, kita dapat mengidentifikasi dan memahami titik kesulitan serta peluang untuk perbaikan. Ini membantu dalam merancang solusi yang tidak hanya kreatif tetapi juga relevan dan berdampak langsung pada pengguna.

Aspek kunci lainnya adalah aksesibilitas. Desain harus bisa diakses oleh semua orang, termasuk mereka yang memiliki keterbatasan fisik atau sensorik. Ini bukan hanya tentang inklusivitas tetapi juga tentang menciptakan solusi yang berkelanjutan dan luas pengaruhnya.

Akhirnya, refleksi dan dokumentasi menjadi bagian penting dari proses. Meluangkan waktu untuk merefleksikan apa yang telah dipelajari dan mendokumentasikannya tidak hanya memperkaya proses pembelajaran tetapi juga menjadi sumber berharga untuk proyek-proyek mendatang. Dokumentasi ini juga memungkinkan pengetahuan dibagikan, sehingga memperluas dampak Design Thinking.

Dengan mengintegrasikan semua elemen ini ke dalam Design Thinking, kita tidak nggq cuma menciptakan solusi yang efektif tetapi juga berkontribusi pada penciptaan dunia yang lebih inklusif, pemahaman, dan inovatif.

Selamat mengarungi dunia inovasi!

Design Thinking

Di era yang terus berubah dan penuh tantangan ini, pentingnya Design Thinking jadi semakin terasa. Design Thinking bukan cuma sekadar proses, tapi juga cara pandang yang unik untuk memahami dan menanggapi kompleksitas dunia yang makin rumit dengan empati dan kreativitas.

Merujuk tulisan Tim Brown, Design Thinking mengajarkan kita untuk bisa melihat dunia dengan lensa yang berbeda, di mana empati dan eksperimen menjadi fondasi utama. Walau sederhana terasanya, tapi fundamental ini yang paling menantang diterapkan.

Rujukan lain, David Kelley dalam bukunya Creative Confindence, pada konteks saat ini dan masa depan, kolaborasi, seperti yang ditekankan jadi kunci utama. Menghadapi masalah yang semakin kompleks, kita jadi membutuhkan berbagai perspektif dan keahlian untuk mencapai solusi yang inovatif. Kolaborasi juga seperti mudah dilakukan, faktanya akan sangat berbeda karena mindsetnya kerap kali belum shifting.

Belajar lagi terkait Fasilitasi Design Thinking, prosesnya justru berfokus pada bagaimana memandu eksplorasi ini, bukan hanya mencari jawaban yang tepat, nah ini juga kerap kali jadi tantangan, bukan sekedar jawaban tepat, tapi berani engga bereksplorasi?

Memfasilitasi proses dengan kerangka Design Thinking, diawali denhan pentingnya untuk menciptakan ruang di mana setiap suara didengar dan setiap ide dihargai. Ini mencerminkan kebutuhan akan inklusivitas dan keragaman dalam mencari solusi. Inovasi ngga alan muncul dari isolasi, melainkan dari interaksi dan kolaborasi yang dinamis.

Pendekatan-pendekatan ini, mengingatkan kita bahwa memfasilitasi Design Thinking bukan hanya tentang memberikan jawaban, tetapi lebih pada mengajukan pertanyaan yang tepat untuk membuka wawasan baru. Dan terakhir, mengingatkan lagi, digarisbawahi pula bahwa tujuan utama Design Thinking adalah menciptakan masa depan yang lebih baik dengan pendekatan yang berpusat pada manusia.

Dalam konteks ini, Design Thinking menjadi sangat relevan untuk mengembangkan solusi yang tidak cuma inovatif, tetapi juga berkelanjutan dan inklusif, memastikan kita siap menghadapi apa pun yang mungkin terjadi di masa depan.

Jadi kita mau belajar bareng ngga nih?

Evolusi Design Thinking dan Pergeseran Paradigma Desain

Sudah sampai mana Design Thinking?

Evolusi Design Thinking dan Pergeseran Paradigma Desain

Desain bukan hanya soal bentuk dan estetika, tetapi bagaimana mendekati masalah dengan cara yang berpusat pada manusia. Design Thinking mewakili pergeseran ini. Mulanya dilihat sebagai pendekatan revolusioner, Design Thinking kini telah menjadi fondasi dalam dunia desain. Ini adalah metodologi yang menekankan empati, pemahaman mendalam tentang pengguna, dan penciptaan solusi yang relevan melalui tahap-tahap pemahaman, ideasi, prototipe, dan pengujian.

Namun, dunia terus berubah. Desain kini tak hanya terbatas pada penciptaan produk atau layanan yang memikat. Desainer diharapkan untuk melampaui batasan tradisional dan melihat gambaran yang lebih besar – memahami sistem, interaksi, dan konsekuensi jangka panjang dari setiap keputusan desain.

Pergeseran paradigma yang kita saksikan saat ini bisa dijelaskan sebagai “Design to Be Defined”. Artinya, desain saat ini memiliki cakupan yang jauh lebih luas dari yang pernah kita bayangkan. Bukan hanya soal menciptakan sesuatu yang indah, tetapi juga soal berkolaborasi lintas disiplin, memahami kompleksitas masalah, dan mencari solusi inovatif.

Selain itu, desain sekarang juga melibatkan aspek lain seperti strategi bisnis, perubahan budaya organisasi, dan bahkan pertimbangan dampak sosial. Dalam konteks ini, desainer bukan lagi hanya “pencipta” tetapi juga “pemikir strategis” yang memandu inovasi dan transformasi.

Design Thinking adalah titik awal, fondasi. Tetapi kita perlu melihat ke depan, memahami kebutuhan yang berubah, dan siap menghadapinya dengan pendekatan yang fleksibel dan inklusif. Desain harus memandang dirinya sebagai alat untuk inovasi, transformasi, dan penciptaan nilai jangka panjang, bukan hanya sebagai proses untuk menciptakan bentuk dan fungsi.

Sebagai kesimpulan, dunia desain mengalami evolusi yang cepat. Dari Design Thinking ke paradigma baru yang belum sepenuhnya didefinisikan, satu hal yang jelas: Desainer masa depan adalah mereka yang siap beradaptasi, belajar, dan memimpin perubahan. Desain kini bukan hanya seni, tetapi juga ilmu, strategi, dan misi🚀

Transformasi Digital

Transformasi digital bukan hanya tentang teknologi, tetapi juga tentang bagaimana teknologi tersebut dapat memberikan nilai tambah kepada pengguna dan organisasi secara keseluruhan.
Pendekatan Design thinking memprioritaskan pemahaman mendalam tentang kebutuhan pengguna dan berfokus pada menciptakan solusi yang memenuhi kebutuhan tersebut.


Design thinking membantu organisasi yang ingin bertransformasi dalam beberapa hal :
1.Empati dengan Pengguna:
Desain thinking dimulai dengan pemahaman yang mendalam tentang pengguna, masalah, dan tantangan yang mereka hadapi. Ini melibatkan wawancara, observasi, dan penelitian untuk memahami perspektif pengguna secara lebih baik.
2.Keterlibatan Tim Lintas Fungsi:
Design thinking mendorong kolaborasi tim lintas fungsi, yang melibatkan orang-orang dengan beragam latar belakang dan kompetensi. Ini membantu dalam menciptakan beragam ide dan solusi yang lebih kreatif.
3.Prototipe dan Uji:
Sebelum mengembangkan teknologi secara lengkap, design thinking mendorong pembuatan prototipe yang cepat dan murah. Ini memungkinkan perusahaan untuk menguji ide-ide mereka dengan pengguna sebelum menginvestasikan banyak sumber daya.
4.Iterasi:
Design thinking melibatkan siklus berulang dari prototyping dan pengujian. Ini memungkinkan perusahaan untuk terus memperbaiki dan mengembangkan solusi mereka berdasarkan umpan balik dari pengguna.
5.Fokus pada Masalah, Bukan Teknologi:
Salah satu kesalahan umum dalam transformasi digital adalah terlalu fokus pada teknologi tanpa memahami masalah yang harus dipecahkan. Design thinking memulai dengan memahami masalah dan kebutuhan pengguna, kemudian mencari teknologi yang sesuai untuk mengatasinya.
6.Budaya Inovasi:
Design thinking mempromosikan budaya inovasi dengan mendorong berpikir kreatif, eksperimen, dan pengambilan risiko yang terkendali. Ini membantu perusahaan untuk lebih terbuka terhadap perubahan dan inovasi.
7.Fokus pada Solusi yang User-Centric:
Dalam proses design thinking, solusi yang dikembangkan selalu berpusat pada pengguna. Ini berarti bahwa teknologi yang dibangun memiliki fokus yang kuat pada memenuhi kebutuhan dan keinginan pengguna.
8.Perubahan Budaya Organisasi

Tiga Mindset Penting Dalam Proses Inovasi

Era digital membawa perubahan yang makin pesat, tak terduga hingga rasanya cepat sekali sebuah perubahan berlangsung dari satu titik ketitik lainnya.

Proses inovasi tak lagi berjalan linear, hingga sering kali menimbulkan kebimbangan, ragu & membingungkan!

Perubahan baru perlu pendekatan cara berpikir baru, cuma memang tak berdiri sendiri, saling menyandingkan beragam kemampuan berpikir & meramunya, nah loh! nambah bingung kaan 🙂

Yuk coba kita urai terkait tiga mindset penting dalam proses inovasi;

✔️The Lean Mindset:
Fokus pada efisiensi & penghapusan pemborosan dalam proses & sistem. Lebih mendorong untuk mengidentifikasi aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah & mengeliminasinya untuk mencapai produktivitas & efisiensi yang lebih tinggi.

Kerap Lean Manufacturing yang mengoptimalkan aliran kerja & proses sehingga hanya elemen-elemen yang penting & bernilai tambah yang dipertahankan dengan mengedepankan konsep “kaizen” yakni perbaikan yang terus-menerus & pengurangan hal-hal yang tidak efekif.

✔️Design Thinking Mindset:
Menempatkan pengguna sebagai fokus utama dalam proses inovasi & pengembangan solusi. Berempati terhadap pengguna, pemahaman mendalam terhadap masalah mereka & berpikir kreatif dalam menghasilkan solusi yang memenuhi kebutuhan & keinginannya.

Pendekatan ini akan mendorong pendekatan berulang menggali pemahaman, definisi masalah, ideasi, prototipe & pengujian yang menekankan pentingnya kerjasama antardisiplin & keterlibatan pengguna dalam seluruh proses.

✔️The Agile Mindset:
Fokus pada kemampuan adaptasi dengan perubahan & kompleksitas. Melibatkan kolaborasi intensif dalam tim, komunikasi terbuka & fleksibilitas dalam merencanakan & melaksanakan tugas. Dilakukan iterasi & inkrementalisme dalam pengembangan solusinya, timnya mendapatkan umpan balik & mengubah arah jika diperlukan & mendorong untuk fokus pada pengiriman nilai ke pelanggan secara cepat & berulang.

Ketiga pendekatan ini bisa saling melengkapi, kombinasinya menciptakan pendekatan holistik yang memungkinkan inovasi terjadi, hanya saja proses transformasinya jadi jalan panjang perubahan. Selamat berproses!

Leverage Points

Bersua kembali dengan guru panutan kami, penggiat System Thinking, sosok dibalik perubahan cara berpikir yang fundamental, Bapak Dr. M Tasrif. Dari beliau dahulu mengenalkan cara-cara berpikir sistem dan menemukan titik-titik simpul perubahan yang efektif jika ingin melakukan lompatan perubahan. Satu hal yang sangat penting adalah bagaimana menemukan simpul perubahan dan mengintervensinya dengan efektif.

Dalam pemikiran sistem (system thinking), simpul perubahan biasa dikenal dengan leverage points yang merujuk pada titik-titik kritis dalam sistem yang, jika diubah atau dimanipulasi, dapat menghasilkan perubahan yang signifikan atau dampak yang lebih besar pada keseluruhan sistem. Leverage points adalah area-area strategis di mana tindakan atau intervensi kecil dapat memiliki efek besar dalam mengubah perilaku atau kinerja sistem secara keseluruhan. Identifikasi dan pemahaman tentang leverage points penting dalam mencari solusi yang efektif untuk masalah kompleks dalam sistem.

Coba petakan ekosistem yang ingin kamu transformasikan, siapa saja pelakunya, bagaimana hubungan antar pelakunya, mana yang menguatkan dan mana yang melemahkan, kemana arah interaksi mereka, kemudian pilih simpul mana yang paling efektif untuk diintervensi kemudian dengan konsisten?

Perubahan pada leverage points bukanlah tujuan akhir, tetapi sebuah proses yang berkesinambungan. Pertahankan konsistensi dalam upaya yang dilakukan dan pastikan perubahan apa yang telah diimplementasikan terus dijaga dan ditingkatkan seiring berjalannya waktu.

Ingat juga, bahwa mengaktivasi leverage points dalam sistem merupakan adalah tantangan yang membutuhkan ketekunan, kerjasama, dan kesabaran. Dengan pendekatan yang tepat, perubahan yang diinginkan akan terwujud.

Selamat berproses!

Memahami Persona untuk Memulai Pendekatan yang User Centric

Biar ngga berasumsi, dalam design thinking, memahami persona adalah proses paling penting untuk memulai pendekatan yang user centric. Bermula dengan mempelajari, memahami & mendefinisikan karakteristik, kebutuhan hingga tujuan pengguna yang potensial. Persona adalah representasi fiksi dari pengguna didasarkan pada data & wawancara yang dikumpulkan tentang user sebenarnya.

Langkah-langkah apa untuk memahami persona?

1. Penelitian Pengguna🙇
Teliti dengan mendalam tentang pengguna potensial. Bisa wawancara, observasi langsung, survei/ analisis data. Tujuannya untuk memahami outcomes yang diharapkan, kebutuhan, motivasi, & preferensi pengguna yang mungkin mempengaruhi desain produk & layanan.

2. Pengelompokan Data🖊️📝
Setelah mengumpulkan data tentang pengguna, identifikasi juga pola atau kesamaan di antaranya. Kelompokkan pengguna berdasarkan karakteristik umum, perilaku, atau kebutuhan yang serupa. Ini akan membantu dalam pembentukan persona yang lebih terfokus.

3. Buat Persona 🧒🧑‍🦱
Gunakan data yang sudah dikumpulkan untuk menciptakan persona yang mewakili kelompok pengguna tertentu. Kemudian, berikan personanya nama, gambar & deskripsi yang mendalam tentang karakteristik, tujuan, tantangan & preferensi pengguna. Persona harus realistis dan bisa dipahami oleh tim desain.

4. Empati dengan Persona🥸
Setelah persona dibuat, tim desain harus bisa menghubungkan diri dengan persona tersebut secara emosional. Coba dalami dunianya, lihat dari sudut pandangnya, rasakan kebutuhan & masalah yang dihadapinya. Ini akan membantu kita dalam menghasilkan solusi yang lebih relevan & efektif.

5. Menggunakan Persona sebagai Panduan : Persona bisa memandu kita dalam pengambilan keputusan. Tiap tahap perancanganya, tim bisa merujuk pada persona untuk menguji ide-idenya, memprioritaskan fitur & mengidentifikasi solusi yang sesuai dengan kebutuhan serta preferensi pengguna.

Dengan memahami persona, kita bisa lebih terhubung dengan pengguna & menghasilkan solusi yang lebih manusiawi serta relevan. Persona yang baik akan membantu dalam membawa pemikiran user ke dalam proses desain & menciptakan pengalaman yang memenuhi kebutuhan & harapan user.

Selamat belajar!🚀

Turunkan Tujuan dengan Kerangka Model Bisnis

Duduk bersama diruang gagasan kami di Rumah Kolaborasi @thelocalenablers . Sebuah pertanyaan menarik didiskusikan tentang tujuan, bagaimana mendeskripsikan tujuan, bagaimana menurunkannya, dan bagaimana teknis dalam kesehariannya🤔

Tidak pernah bosan mengatkan bahwa yang perlu kita lakukan adalah mengingat tujuan, “Follow the dreams, not follow the money” 🫣

Kemudian, bagaimana mengejawantahkannya? Kala dalam kesehariaannya kita sering kali terbalik memjadikan uang sebagai tujuannya, tak terasa sedikit demi sedikiit meninggalkan tujuannya

Meninggalkan tujuan, kerap kali terjadi karena tidak ada mekanisme penyelarasan, dalam manajemen dikatakan proses alignment, dengan mengevaluasi hasil yang diperoleh apakah selaras dengan tujuan, atau makin menjauh?😥

Yang menjadikannya menjauh biasanya karena kita tak bisa menggambarkan tujuan dengan jelas, jikapun ada tercetuskan, imajinasinya tak kuat menancap dalam hati dan pikiran, lebih parahnya tak terpelihara dalam ritual hariannya🧐

Untuk memastikan tujuan, sebaiknya kongkretkan dalam sebuah kalimat yang jelas dan insipratif, kemudian rancanglah model bisnisnya. Dalam model bisnis yang jelas, kita jadi tau apa yang perlu dilakukan untuk menghasilkan kunci-kunci hasil menuju tujuan, siapa yang dilibatkan, perlu siapa yang ingin ditemui, bagaimana mengelola sumberdayanya, bagaimana menyampaikan tujuan ini pada khalayak hingga banyak orang tertarik turut membangunnya, saluran apa yang digunakan dan bagaimana membangun ketertarikannya hingga bagaimana bisa menghasikan langkah-langkah yang lebih dekat dengan tujuannya.

Sesungguhnya pertanyaanya bukan tentang seberapa banyak kamu menghasilkan uang, atau seberapa banyak kamu bekerja keras, tapi sedekat apalagikah kamu dengan tujuannya?

Menurunkan tujuan dengan menggunakan kerangka berpikir model bisnis akan membantu kamu menjelaskan apa saya yang perlu diurai dalam keseharian kerjanya, hasil-hasil kunci apa yang perlu dicapai hingga kita tau persis apa yang perlu dibangun dalam kesehariannya, setiap langkah hariannya menjadikan kita lebih dengan tujuan🥳

Yok kita turunkan tujuan dengan menggunakan kerangkan model bisnis;🚀