Menerapkan Tim Lean Jelas Perlu Keterlibatan Total dari Puncak Organisasi hingga ke Bawah

Tidak dipungkiri lagi perbaikan bukan cuma pada produknya, tapi juga pada organisasinya. Bagaiamana organanisasi bisa tetap berjalan dengan tetap lean, tetap juga bisa menemukan komposisi yang pas agar teknis & strategic berjalan dengan lancar berimbang.

Sebagai Social Enterprise beberapa tahun terakhir adalah pembelajaran terbaik, bagaimana menyeimbangkan visi sosial dengan kegiatan profesionalnya. Begitu juga dengan menyeimbangkan timnya, menyeimbangkan visi dengan sosial dengan profitnya. Kemarin kami mencoba regrouping kembali, melakukan temu singkat mingguan, memetakan lagi pain points dalam tim dan memperbaiki strateginya.

Perbaikan yang cepat inilah yang dimiliki oleh kamu-kamu yang punya tim yang lean atau ramping. Struktur bisnis tradisional sering kali menghasilkan struktur kekuatan vertikal yang menerima masukan minimal dari anggota tim dari lini bawah, sehingga sulit untuk meningkatkan proses yang inovatif.

Tim yang lean melibatkan setiap tim & dipastikan diberdayakan dalam membuat keputusan dan memfasilitasi perubahan. Peran dan tanggung jawab masing-masing tim juga menjadi terindentikasi diidentifikasi dengan jelas, serta metode untuk meningkatkan mutu juga terlaksana. Tim diberdayakan membuat perubahan yang wajar tanpa harus bergerak melalui seluruh struktur komandonya, semua diberikan ruang inisiatif, bergerak dengan kreatifitasnya.

Menjadi penting memfasilitasi komunikasi & perbaikan antar tim. Tiap anggota bertanggung jawab menemukan & memecahkan masalah di areanya. Setelah solusi potensial diidentifikasi, anggota tim berkumpul dengan pemimpin tim & mengembangkan solusi.

Kuncinya, setiap kelompok diberdayakan menerapkan peningkatan dalam lingkup tanggung jawabnya. Secara keseluruhan, struktur ini memastikan bahwa setiap tim mampu menerapkan perubahan, memastikan bahwa program memperoleh momentum yang dibutuhkannya.

Menerapkan tim lean jelas perlu keterlibatan total dari puncak organisasi hingga ke bawah. Setiap anggota berdedikasi untuk perubahan positif. Perlu perubahan mendasar budaya kerja, setiap individu belajar jadi fasilitator perubahan, anggota tim perlu belajar terus meningkatkan prosesnya. Gimana rencana tim kamu?

Waktunya beralih dari Egosystem ke Ecosystem!

Salah satu pilar terpenting dalam proses transformasi digital adalah ekosistem dan interaksinya, setelah sebelumnya adalah perubahan cara berpikir dari produk sentris ke user sentris, organisasi yang hierarkis ke organisasi network yang agile.

Jika dulu kita berupaya sedemikian rupa membangun model bisnis dengan segala keunggulannya, justru saat ini kita perlu tau bagaimana sebenarnya kepingan puzzle kita berbentuk, dan layak mencari yang seperti apakah pasangan yang pas untuk mengelaborasinya. Ekosistem! Tentu berbeda dengan Egosistem.

Membentuk ekosistem secara ideal memang mudah terucap, namun sejatinya idealismenya akan terlihat dari bagaimana Ia berinteraksi, bagaimana Ia melakukan perbaikan komunikasinya secara terus menerus, melakukan perbaikan bentuk kolaborasinya, menyempurnakan bentuk puzzlenya untuk menjadi klop satu sama lainya.

Untuk kapitalis besar, memang begitu mudah Ia mengucurkan modal dan membentuk ekosistemnya sendiri, namun buat kamu yang kecil, justru ini keunggulan kamu melakukan kolaborasi yang lebih fluid.

Organisasi-organisasi yang lean akan lebih fleksibel membentuk ekosistem, bersama-sama menciptakan ekosistem yang dinamis, beda dengan kapitalis besar walau mereka bisa membentuk ekosistem yang lengkap, belum tentu mereka bisa dinamis mereka justru kerap terjebak dengan rigiditas ekosistemnya.

Masih ingat dengan rumus P=MxV, Kekuatan gerak dikali dengan kecepatan akan melahirkan momentum yang besar. Maka tak usah ragu jika kecil, karena kecil kita bisa bergerak cepat dan membuat momentum yang besar, apalagi jika pergerakan ini berbondong-bondong dan banyak dalam sebuah ekosistem, hasilnya akan menjadi kekuatan yang sangat besar!

Waktunya beralih dari Egosystem ke Ecosystem!

ā€œCollaboration is about so much more than a tool for achieving business goals or personal dreams. Collaboration is about compassion, love, support, kindness, and the power that we gain when we share with each other and lean on each otherā€

Bagaimana Bikin Tim yang Minimal Tapi Gesit?

Sebenernya bikin tim nggak terlalu sulit. Bikin yang lincah karena Ia kecil, lean tapi powerful. Tentang tim sebenarnya ada konsep MVT (Minimum Viable Team)Ā  dimana kondisi tim minimum perlu terdiri dari apa aja?

Hustler, punya kemampuan networking yang luas dan bisa jualan!
Hipster Biasanya dia punya kelebihan dalam hal kreatif! 
Hacker, orang yang inovatif dan akrab dengan teknologi

Nah di Indonesia sebenarnya konsep tim ini sudah ada lama sekali. Kalo kamu kenal dengan tokoh-tokoh pewayangan Jawa, ada tokoh-tokoh terkenal dalam satu kelompok bernama Punakawan.
Punakawan adalah penjelmaan dewa yang terdiri atas Semar dan ketiga anaknya, yaitu Gareng, Petruk, dan Bagong. Kelompok ini dikenal sebagai penasihat spiritual, teman bercengkrama, dan penghibur di kala susah yang bertugas mengajak para ksatria asuhannya untuk selalu berbuat kebaikan.

Nah kalo dihubungkan dengan kekuatan tim, ini sangat cocok, apalagi dengan para pelaku startup yang ingin timnya lean dan cross functional! Nah yang menarik dari Punakawan ini berasal dari kata ā€œpanaā€ yang artinya paham &  kawan yang artinya ā€œtemanā€. 

Peranan masing-masing bisa breakdown seperti
1. Semar, erat dengan leadership. Ia berperan sebagai pemimpin yang hadir dengan kesederhanaan, kejujuran, mengasihi sesama, rendah hati, tidak terlalu bersedih ketika mengalami kesulitan, dan tidak terlalu senang ketika mengalami kebahagiaan 

2. Nala Gareng,  Entrepreneur. Ia hadir seperti hustler, walau ia hadir dengan ketidaklengkapan bagian tubuh, mengalami cacat kaki, cacat tangan, dan mata.

3. Petruk , layaknya Hacker, ia selalu hadir dengan Inovasi. Ia selalu konsisten mencari kebaruan, berpikir panjang dan konsisten.

4. Bagong, Ia layaknya seperti Hipster yang kreativitas. Kreatifitasnya hadir karena kesederhanaannya, sabar, tapi tidak terlalu kagum pada kehidupan di dunia, selalu retrospektif dan belajar dari bayangan dirinya sendiri dan memperbaiki dirinya.

Jadi gimana tim kamu, sudah lengkap belum komposisinya?

Tim akan selalu jadi syarat utama sebuah bisnis melompat!

Dari sekian banyak pengalaman kerjasama dengan beragam tim selama ini, memang selalu ada tim yang hebat dibalik setiap kesuksesan bisnis baru yang Ia jalankan. Jika kita akrab dengan startup atau organisasi modern, biasanya tim pendirinya akan menjadi perekat bagi seluruh bagian yang terlibat didalamnya.

Begitu pula jika kamu bekerja dalam sebuah korporasi, tentunya masih memerlukan tim yang solid untuk mencipta beragam produk-produk baru atau inovasinya. Ini juga berlaku jika kamu seorang Gig Enthusiast! Dimana kamu bergerak kesana kemari sebagai individu yang kemudian melekatkan diri kamu pada ekosistem dimana kamu terlibat didalamnya dalam mengerjakan sesuatu produk/projectnya. Tim akan selalu jadi syarat utama sebuah bisnis melompat!

Ada satu hal penting dalam tim yang hebat, yakni Cross Functional! jika kamu punya tim yang lintas fungsional/keterampilan/kompetensinya maka kamu memiliki probabilitas yang baik untuk menghasilkan produk yang terencana, tercipta dari hasil pembelajaran pada pelanggannya.

Tim lintas fungsi ini bisanya terdiri dari tiga keterampilan dasar, yakni desain, produk dan rekayasa teknik. Jika tim kamu tak punya salah satu dari hal tsb, maka yang diperlukan adalah akses pada sumber keterampilan, kolaborasi atau menggunakan alat bantu dengan basis teknologi.

Tim yang beragam adalah kekayaan, akan mendatangkan perspektif yang kaya dalam bergagasan yang jadi dasar utama inovasi. Trus bagaimana bikin tim yang oke? Jangan lupa sebagaimanapun hebatnya tim kamu, hal yang perlu dikuatkan adalah 1) Bertindak atas dasar data, 2) Lakukan eskperiman, perkaya pengalaman, 3) User Centric, validasi keinginan pengguna, 4) Entrerpreneurial mindset & Skills, bersolusilah dengan cepat, 5) Iterasi, iterasi iterasi!, 6) Validasi asumsi.

Melatih tim dalam kerangka kerja akan jadi wadah baik karena makin lama tim kamu makin hebat!

Menyeimbangkan Triple Bottom Line (People, Planet, Profit)

Menyeimbangkan Triple Bottom Line (People Planet Profit) adalah bentuk lazim yang diterapkan Social Enterprise. Kerangka ini penting, karena tidak hanya memasukkan aspek tangibel, tapi juga aspek fundamental yang sering kali berupa asset tak terlihat (intangible). Hal yang kerap dilupakan bahkan diremehkan karena memang tak tampak meski fundamental.

Dalam konteks lain, kerangka pikir ini tertuang dalam kosep ESG EnvironmentalĀ (Lingkungan),Ā SocialĀ (Sosial), &Ā GovernanceĀ (Tata Kelola Perusahaan) kemudian banyak perusahaan menginvestasikan sumber dayanya pada ESG.

Tren ini mengungkap bahwa usaha yang menerapkan prinsip ESG akan ikut mengintegrasikan & mengimplementasikannya hingga selaras dengan keberlangsungan tiga elemen tersebut.

1.Lingkungan
Biasanya usahanya yang berinvestasi dalam ESG akan menjadikan isu lingkungan sebagai konsiderasi utama perusahaan untuk melakukan kinerja finansial & operasi yang tinggi, tapi bersifat lestari & tidak merusak alam. Kriteria ini digunakan untuk mengevaluasi beroperasi.

2.Sosial
Kriteria sosial berusaha mendalami hubungan baik antara masyarakat luar dengan usahanya. Kriteria ini melihat hubungan sebuah perusahaan secara eksternal. Komunitas, masyarakat, pemasok, pembeli, media, dan entitas lain yang memiliki hubungan baik langsung maupun tidak langsung adalah hal yang harus dikonsiderasikan melalui kriteria sosial ESG.

3.Tata Kelola
Hal ini membahas mengenai kapasitas dan legitimasi sebuah usaha, bagaimana membangun hubungan internal, kontrol internal, hak investor dsb. Fokus pada pada bagaimana usaha memiliki proses pengelolaan yang baik & berkelanjutan pada bagian internalnya. Kriteria governance melihat manajemen atau tata kelola sebuah perusahaan.

ESG dapat menjadi nilai plus usaha, yang kemudian dapat dikonversikan untuk memberikan kepercayaan diri calon investor untuk berinvestasi pada perusahaannya! Ketiga kategori ini digunakan untuk mendefinisikan ā€œinvestor yang bertanggung jawab secara sosialā€, yaitu investor yang menganggap penting untuk memasukkan nilai-nilai & perhatiannya daripada membentuk keputusan investasi daripada hanya keuntungan potensial terhadap keuntungan saja.

Great Resignation

Pandemik telah banyak melahirkan orang-orang kehilangan pekerjaannya. Namun berbeda yang terjadi Di negera-negara maju. Pandemik melahirkan gerakan baru bernama The Great Resignation, yakni gerakan dimana masyarakat beramai-ramai mengundurkan diri dari pekerjaannya. Pada umumnya adalah mereka yang berusia 30 sd 45 tahun, memilih untuk berhenti bekerja pada bidang yang Ia geluti sekarang.

Berbeda dengan negara berkembang, kala banyak individunya justru kehilangan pekerjaan. Sama-sama karena pandemik, justu ini menjadi hal yang menarik ketika banyak perusahaan di negara maju, termasuk Singapura pusing mempertahankan pekerjanya, dimana masyarakatnya banyak melalukan re-thinking lebih dalam tentang lifegoalsnya.

Bebeapa hal yang memungkinkan gerakan ini terjadi adalah semakin tinggi kualitas SDMnya, semakin besar juga peluang untuk melakukan remote working serta memudahkan industri untuk mencari individu berpengalaman mempekerjakan individu yang berpengalaman. Bagi individu juga memungkinkan mereka lebih banyak kesempatan untuk lompat dalam karirnya.

Break sepanjang pandemik juga mengakibatkan banyak masyarakat berpikir ulang tentang life goalsnya sembari mecoba keterampilan-keterampilan barunya. Hingga munculah gerakan pensiun yang besar.

Perubahan terjadi dengan banyaknya tumbuh startup-starup kecil, di Amerika saja pengunduran diri masal ini menumbuhkan jumlah yang sebesar USD 1 Triliun dari 57 juta pekerja Gig baru (Gig Workers) yang berkontribusi pada perekonomian. Persis seperti bukunya Paul Jarvis, Company of One. Baca deh!

Berkaca ke dalam negeri, the great resignation adalah tanda penting sebuah transformasi digital. Bukan tidak mungkin gerakan ini sampai juga ke Indonesia, bahkan sudah mulai! Apalagi pada generasi-generasi yang siap dengan alam digital. Melahirkan Gig Economy yang makin meluas, sembali melatih masyarakatnya untuk melakukan akselerasi pembelajarannya, cara berpikir dan keyakinan bahwa pekerjaan bisa dilakukan dimana saja. WFA, Work From Anywhere. Apalagi terkait lifegoals yang kini jadi prioritas utama.

Kemampuan Berpikir Kritis

Tiap orang melakukan proses berpikir, kemampuan manusia yang melekat pada setiap individu. Namun banyak dari pemikiran kita dibiarkan bias, terdistorsi, parsial, kurang kaya informasi atau bisa jadi terjebak prasangka buruk. Kemampuan berpikir akan berpengaruh pada kualitas hidup & pada apa yang dihasilkan, dibuat atau dibangun. Kualitas pemikiran yang buruk akan berakibat pada konsekwensi mahal baik dari segi waktu, uang atau bahkan kualitas hidup.

Berpikir kritis adalah cara berpikir tentang subjek, konten atau masalah dimana pemikir meningkatkan kualitas berpikirnya dengan secara terampil dengan melakukan proses terstruktur yang melekat dalam pemikiran & menerapkan standar intelektual pada dirinya. Berpikir kritis, secara singkatnya adalah ā€œself-directedā€, ā€œself-disciplinedā€, ā€œself-monitoredā€ dan ā€œself-corrective thinkingā€.

Untuk mendapatkan hal ini seseorang jelas perlu melatih keunggulannya dirinya untuk menjadi standar yang lebih baik terutama memberikan waktu untuk berlatuh mindful thinking dalam keterampilannya memecahkan permasalahan serta komitmennya untuk mengatasi egosentrisme dan sosiosentrisme yang melekat pada diri kita (R Paul, 2008)

Edward Glaser mengungkap tiga hal ini (1) Sikap yang mempertimbangkan cara bijaksana sesuai dengan konteks masalah & subjeknya (2) Pengetahuan tentang bagaimana Ia menyelediki & melakukan penalaran logis & (3) Beberapa keterampilan yang diperlukan dalam menerapkannya.

Bagaimana melatihnya?
1.Kumpulkan & nilai informasi relevan, gunakan ide-ide yang luas untuk ditafsirkan secara efektif hingga kesimpulan & solusi yang beralasan & logikanya terjaga. Uji juga pada kriteria & standar yang relevan;
2. Melatih berpikir secara terbuka, termasuk menggunakan pemikiran-pemikiran alternatif bagaimana Ia bisa mengenali, menilai apakah sesuai kebutuhan, uji asumsi, memikirkan implikasi serta bagaimana konsekuensi praktisnya.
3. Bumikan, memperkenalkan bagaimana Ia bisa mengkomunikasikannya secara efektif dengan orang lain dalam mencari solusi untuk masalah yang kompleks.

Siapkan ruang-ruang belajar, ciptakan ekosistem yang menumbuhkan kemampuan kritis & kreatif, jadi peka, kontekstual & solutif & berdampak kemudian!

Pengetahuan bisa diakses dimana saja, tapi guru adalah hal lain, penting memburunya!

Pengetahuan luas bisa didapatkan dimana saja, kala pengetahuan didapat hanya dari genggaman tangan.

Namun sering kali kita lupa, ada perbedaan signifikan antara menimba pengetahuan dengan berguru.

Pengetahuan adalah pemahaman/kesadaran pada hal-hal tertentu seperti fakta, informasi, keterampilan & deskripsi yang diperoleh melalui persepsi, belajar, atau pengalaman. Bisa. bersifat praktis/teoritis,bisa juga tersirat terkait dengan keterampilan / pengalaman praktis / bisa juga secara eksplisit terkait pemahaman teoretis.

Studi tentang pengetahuan disebut epistemologi. Hasil akhir serangkaian proses kognitif kompleks, pengetahuan membutuhkan persepsi, asosiasi, penalaran & komunikasi.

Plato mengungkapkan 3 kriteria agar dianggap sebagai pengetahuan. Itu harus dibenarkan, benar & diyakini agar bisa diterima sebagai pengetahuan juga kapasitas pengakuan pada diri manusia.

Lantas, apa bedanya dengan pendidikan? Pendidikan, proses belajar di mana keterampilan & keahlian kelompok tertentu diturunkan dari satu generasi ke generasi lainnya melalui pelatihan, pengajaran atau penelitian. Nah disinilah bedanya pengetahuan dan pendidikan atau berguru.

Berguru memberikan beragam jenis pengalaman, punya efek formatif pada cara seseorang bertindak, merasakan / berpikir dapat dianggap sebagai pendidikan, biasanya berlangsung di bawah bimbingan orang lain, dalam bentuk seorang guru atau instruktur.

Ironinya, saat ini makin banyak lembaga lupa pada konteksnya, bahwa lembaga pendidikan menyampaikan pengetahuan lengkap dengan konteksnya sebagai tempat berguru. Bahkan sering lupa bahwa ini disebut sebagai perguruan bukan lembaga pengetahuan.

Perguruan tinggi misalnya, sering lupa bahwa yang perlu disampaikannya adalah proses pendidikan, yang mendasari pengetahuan yang disampaikan.

Pentingkan kita masih bertemu? Mengapa masih perlu dibimbing langsung? Proses berguru didalamnya sangat erat dengan proses menularkan adab, perilaku, prinsip & kecendekiawanannya. Bukan hanya transfer ilmu yang bisa dilakukan dari mana saja, melainkan lengkap dengan konteks lain seperti karakter fundamental.

Pengetahuan bisa diakses dimana saja, tapi guru adalah hal lain, penting memburunya!

Pengetahuan luas bisa didapatkan dimana saja, kala pengetahuan didapat hanya dari genggaman tangan.

Namun sering kali kita lupa, ada perbedaan signifikan antara menimba pengetahuan dengan berguru.

Pengetahuan adalah pemahaman/kesadaran pada hal-hal tertentu seperti fakta, informasi, keterampilan & deskripsi yang diperoleh melalui persepsi, belajar, atau pengalaman. Bisa. bersifat praktis/teoritis,bisa juga tersirat terkait dengan keterampilan / pengalaman praktis / bisa juga secara eksplisit terkait pemahaman teoretis.

Studi tentang pengetahuan disebut epistemologi. Hasil akhir serangkaian proses kognitif kompleks, pengetahuan membutuhkan persepsi, asosiasi, penalaran & komunikasi.

Plato mengungkapkan 3 kriteria agar dianggap sebagai pengetahuan. Itu harus dibenarkan, benar & diyakini agar bisa diterima sebagai pengetahuan juga kapasitas pengakuan pada diri manusia.

Lantas, apa bedanya dengan pendidikan? Pendidikan, proses belajar di mana keterampilan & keahlian kelompok tertentu diturunkan dari satu generasi ke generasi lainnya melalui pelatihan, pengajaran atau penelitian. Nah disinilah bedanya pengetahuan dan pendidikan atau berguru.

Berguru memberikan beragam jenis pengalaman, punya efek formatif pada cara seseorang bertindak, merasakan / berpikir dapat dianggap sebagai pendidikan, biasanya berlangsung di bawah bimbingan orang lain, dalam bentuk seorang guru atau instruktur.

Ironinya, saat ini makin banyak lembaga lupa pada konteksnya, bahwa lembaga pendidikan menyampaikan pengetahuan lengkap dengan konteksnya sebagai tempat berguru. Bahkan sering lupa bahwa ini disebut sebagai perguruan bukan lembaga pengetahuan.

Perguruan tinggi misalnya, sering lupa bahwa yang perlu disampaikannya adalah proses pendidikan, yang mendasari pengetahuan yang disampaikan.

Pentingkan kita masih bertemu? Mengapa masih perlu dibimbing langsung? Proses berguru didalamnya sangat erat dengan proses menularkan adab, perilaku, prinsip & kecendekiawanannya. Bukan hanya transfer ilmu yang bisa dilakukan dari mana saja, melainkan lengkap dengan konteks lain seperti karakter fundamental.

Pengetahuan bisa diakses dimana saja, tapi guru adalah hal lain, penting memburunya!

Kemampuan Berpikir Kritis

Tiap orang melakukan proses berpikir, kemampuan manusia yang melekat pada setiap individu. Namun banyak dari pemikiran kita dibiarkan bias, terdistorsi, parsial, kurang kaya informasi atau bisa jadi terjebak prasangka buruk. Kemampuan berpikir akan berpengaruh pada kualitas hidup & pada apa yang dihasilkan, dibuat atau dibangun. Kualitas pemikiran yang buruk akan berakibat pada konsekwensi mahal baik dari segi waktu, uang atau bahkan kualitas hidup.

Berpikir kritis adalah cara berpikir tentang subjek, konten atau masalah dimana pemikir meningkatkan kualitas berpikirnya dengan secara terampil dengan melakukan proses terstruktur yang melekat dalam pemikiran & menerapkan standar intelektual pada dirinya. Berpikir kritis, secara singkatnya adalah ā€œself-directedā€, ā€œself-disciplinedā€, ā€œself-monitoredā€ dan ā€œself-corrective thinkingā€.

Untuk mendapatkan hal ini seseorang jelas perlu melatih keunggulannya dirinya untuk menjadi standar yang lebih baik terutama memberikan waktu untuk berlatuh mindful thinking dalam keterampilannya memecahkan permasalahan serta komitmennya untuk mengatasi egosentrisme dan sosiosentrisme yang melekat pada diri kita (R Paul, 2008)

Edward Glaser mengungkap tiga hal ini (1) Sikap yang mempertimbangkan cara bijaksana sesuai dengan konteks masalah & subjeknya (2) Pengetahuan tentang bagaimana Ia menyelediki & melakukan penalaran logis & (3) Beberapa keterampilan yang diperlukan dalam menerapkannya.

Bagaimana melatihnya?
1.Kumpulkan & nilai informasi relevan, gunakan ide-ide yang luas untuk ditafsirkan secara efektif hingga kesimpulan & solusi yang beralasan & logikanya terjaga. Uji juga pada kriteria & standar yang relevan;
2. Melatih berpikir secara terbuka, termasuk menggunakan pemikiran-pemikiran alternatif bagaimana Ia bisa mengenali, menilai apakah sesuai kebutuhan, uji asumsi, memikirkan implikasi serta bagaimana konsekuensi praktisnya.
3. Bumikan, memperkenalkan bagaimana Ia bisa mengkomunikasikannya secara efektif dengan orang lain dalam mencari solusi untuk masalah yang kompleks.

Siapkan ruang-ruang belajar, ciptakan ekosistem yang menumbuhkan kemampuan kritis & kreatif, jadi peka, kontekstual & solutif & berdampak kemudian!