Mengapa Menulis Bisa Bikin Pikiran Makin Lega

Rasanya, makin sering bertemu mahasiswa yang tak mampu menulis. Banyak dari mereka tak terlatih mengurai sebuah kondisi dengan tulisan, karena saat ini sudah sangat terbiasa mengetik singkat di ponsel, hanya berupa pointers atau catatan tanpa uraian yang jelas🤯

Padahal, menulis adalah keterampilan penting yang melatih kita punya daya pikir yang kritis, menyusun ide, dan menyampaikan gagasan dengan jelas. Bagi mereka yang aktif mengeksplorasi, setiap pengalaman dan wawasan adalah sumber ilmu yang sebaiknya diabadikan dalam tulisan, agar tak mudah terlupakan.

Menulis bukan cuma soal mencatat, tetapi juga cara untuk memproses dan menguraikan pikiran, perasaan, serta pengalaman. Bahkan kita bisa luapkan emosi yang sulit diungkapkan secara lisan tanpa khawatir dihakimi. Ini menjadi ruang aman untuk memahami diri sendiri lebih baik dan mengurangi kecemasan atau overthinking🥳

Overthinking yang menumpuk bisa terasa kusut, tetapi menulis bisa bantu kita mengurainya dan membuat langkah-langkah yang lebih realistis.🤗
Menulis juga memberi waktu untuk pause di tengah kesibukan sehari-hari, memberi kita kesempatan untuk merenung dan memperhatikan hal-hal penting yang mungkin terlewat. Selain itu, menulis melatih fokus dan konsentrasi; saat menulis, kita belajar menyusun kata dan ide secara mendalam, yang berdampak positif pada kemampuan kita mengerjakan hal lain dengan lebih terstruktur🧐

Dengan menulis, kita dapat mengubah pengalaman masa lalu (Hindsight) menjadi Insight, Foresight, dan Oversight. Saat meninjau Hindsight, kita dapat belajar dari keberhasilan atau kesalahan masa lalu, menghasilkan Insight yang lebih tajam. Insight ini kemudian membuka peluang untuk Foresight, yaitu pandangan atau rencana yang lebih baik untuk masa depan berdasarkan pola yang terlihat🥳

Dalam prosesnya, kita juga melatih Oversight, yakni kemampuan menjaga fokus pada hal-hal penting dan menghindari detail yang kurang relevan. Melatih diri untuk menulis rutin membuat kita semakin mudah merangkai kata dan menyampaikan gagasan, juga melatih diri untuk berpikir lebih dalam, bijak, dan gagasan masa depan yang bisa jadi gambaran visi hidupanya🎉

Prinsip Pareto

“Berakit-rakit dahulu,
berenang-renang kemudian;
bersakit-sakit dahulu,
bersenang-senang kemudian.”

Ungkapan ini sangat relevan dalam upaya kita mencapai kondisi 20/80 yang ideal sesuai Prinsip Pareto.

Selama ini, kita sering terjebak dalam aktivitas yang menyita seluruh waktu dan energi hanya untuk mengejar hasil langsung. Meski hasil instan terkadang penting, jika terus menjadi fokus utama, kita tak akan pernah mencapai efisiensi kerja yang sesungguhnya. Prinsip Pareto mengajarkan bahwa 20% dari usaha seharusnya mampu menghasilkan 80% hasil. Untuk mencapai kondisi ideal ini, kita harus terlebih dahulu merancang dan membangun sistem yang kokoh—sesuatu yang tidak bisa dicapai hanya dengan fokus pada hasil jangka pendek🥳

Dalam proses ini, kita perlu beralih dari pola kerja tanpa arah (100% usaha) menuju pola 80/20 yang lebih terencana dan terstruktur. Pada tahap awal, fokus utama kita bukan pada hasil instan, tetapi pada pembangunan fondasi kerja yang kuat: sistem, proses bisnis, dan struktur organisasi yang andal. Ini berarti bahwa 80% usaha kita diarahkan untuk membangun sistem yang dapat menopang produktivitas jangka panjang, sementara 20% sisanya dialokasikan untuk pencapaian target-target sementara. Strategi ini memungkinkan kita untuk mengurangi upaya sambil tetap mempertahankan atau bahkan meningkatkan hasil di masa depan🤗

Namun, perlu berhati-hati—kita harus memahami betul apa yang dimaksud dengan “bekerja 80%” pada tahap awal ini. Fokus 80% usaha bukan berarti mengejar hasil finansial instan, melainkan membangun sistem dan proses yang mendukung pertumbuhan berkelanjutan. Sistem ini akan menjadi fondasi keseimbangan ideal di mana 20% usaha cukup untuk mencapai 80% hasil🤩

Inilah saatnya berhenti terjebak dalam proyek-proyek kecil yang hanya memberikan kepuasan sementara. Kapan kita akan membangun sistem yang memungkinkan kita bekerja cerdas, bukan sekadar bekerja keras? Dengan memprioritaskan pembangunan sistem, kita menciptakan peluang untuk beralih dari kerja keras ke kerja efisien, yang akan terus mendukung kita dalam mencapai hasil optimal dengan usaha minimal di masa depan🥳

Siapa Yang Ga Paham Visi Tempatnya Bekerja

“Sering kali, kita bekerja tanpa memahami visi organisasi; yang lebih kita pedulikan adalah apakah kita bisa tumbuh menjadi individu yang lebih baik di sini, meskipun organisasi mungkin bukan fokus utama.” 🤯

Pernyataan ini menggambarkan dilema, antara memilih antara tujuan pribadi dan tuntutan organisasi. Namun, tujuan pribadi dan visi organisasi dapat berjalan selaras jika keduanya dipahami secara mendalam dan dikomunikasikan dengan baik🥳

Ada empat dimensi yang perlu kita pahami agar kita bisa menyeimbangkan beragam hal hingga tau benar purpose yang ingin kita capai, yakni dimensi Strategic, Personal, Organizational dan Tactical. yuk kita bahas bareng!🧐

Di level Strategic Personal, kita perlu mengeksplorasi tujuan pribadi kita: mengapa kita bekerja di sini, apa yang diharapkan dari karier ini, dan bagaimana ingin berkembang sebagai individu. Strategic Organizational, di sisi lain, menuntut pemahaman mendalam tentang visi besar organisasi dan bagaimana peran kita mendukung tujuan tersebut. Di sinilah peran penting pemimpin atau founder muncul; mereka harus terus mengingatkan tim tentang alasan pendirian organisasi dan nilai-nilai inti yang mendasarinya, sehingga purpose pribadi karyawan selaras dengan visi organisasi😚

Aspek Tactical Personal mencakup langkah-langkah praktis untuk mewujudkan tujuan pribadi. Founder atau CEO juga harus menyediakan platform & peluang bagi tim untuk mengembangkan potensi mereka, menciptakan lingkungan yang memungkinkan individu berkontribusi secara bermakna dan selaras dengan tujuan pribadinya🤩

Tactical Organizational fokus pada penerapan strategi organisasi melalui tindakan harian. Pemimpin punya peran kunci dalam mengarahkan setiap langkah tim—dari inovasi hingga kolaborasi—agar selalu mendukung visi jangka panjang. Dengan arahan yang jelas, setiap tindakan taktis tim akan lebih terarah dan efektif😍

Menyatukan keempat aspek ini akan menciptakan dampak positif yang selaras dengan purpose pribadi & visi organisasi. Pemimpin yang bisa menjaga keseimbangan ini akan menghasilkan tim yang lebih termotivasi, inovatif, dan setia pada misi organisasinya!✈️

Selamat belajar!🎉

Perilaku Tim Tergantung Perilaku Pemimpinnya

Leaders adalah cerminan dari timnya. Ketika seorang pemimpin menuntut hasil tinggi dan menciptakan tantangan, tim akan merespons dengan semangat untuk berprestasi dan menunjukkan Growth Mindset yang lebih baik. Mereka menjadi energik sekali, tangguh, dan selalu siap untuk menghadapi berbagai tantangan yang ada🥳

Leader yang proaktif dan bertanggung jawab akan menumbuhkan tim yang proaktif, berani mengambil inisiatif, dan punya rasa akuntabilitas tinggi pada setiap tugasnya.

Sebaliknya, leader yang terlalu banyak memberikan instruksi detail dan teguran hanya akan menghasilkan tim yang pasif dan takut mengambil risiko. Mereka cuma menjalankan tugas sesuai perintah tanpa inisiatif lebih. Aturan yang berlebihan membuat tim menjadi kaku dan takut untuk berinovasi, sementara pemimpin yang menoleransi usaha minimal akan membuat timnya malas dan penuh alasa🥸

Kepemimpinan yang baik memberikan ruang bagi tim untuk berkreasi dan menemukan solusi. Saat diberi kepercayaan, tim akan merasa termotivasi dan berdaya untuk bergerak mandiri. Leaders yang mampu mendorong kreativitas dan kemandirian akan menghasilkan tim yang independen, terlibat aktif, dan selalu siap memberikan ide-ide baru yang segar🤩

Ingat, perilaku leader akan menentukan perilaku tim. Jadilah leader yang mampu menginspirasi tim untuk berprestasi, bukan cuma bisa memerintah tapi sabar berproses meng-empower setiap anggota timnya!

Selamat belajar jadi pemimpin!🎉

Jadi Founder Harus Ngapain?

Kegagalan seorang founder adalah ia kerap kali tergesa-gesa merekrut tim, apa yang Ia lewatkan?

Dalam semangat untuk segera memulai bisnis dan mewujudkan ide-ide besar, banyak founder yang kerap kali tergesa-gesa dalam merekrut tim. Namun, langkah ini sering dilakukan tanpa landasan yang kuat, seperti visi yang terarah dan proses bisnis yang matang. Ketergesaan ini sering kali menyebabkan masalah serius di kemudian hari, seperti ketidaksinkronan dalam eksekusi dan kekacauan operasional di dalam organisasi🤯

Apa yang sering dilewatkan oleh founder adalah menuliskan dan mengkomunikasikan visi dengan jelas. Visi bukan cuma sekadar impian atau tujuan jangka panjang, melainkan panduan strategis yang memberi arah bagi seluruh anggota tim. Tanpa visi yang terdefinisi dengan baik, tim yang direkrut mungkin tidak memiliki pemahaman yang seragam mengenai arah dan tujuan perusahaan. Hal ini menciptakan kebingungan dan berujung pada tim yang bekerja tanpa kesatuan arah🥲

Selain visi, proses bisnis yang terdokumentasi juga sering kali diabaikan. Founder yang terburu-buru merekrut tim sering lupa bahwa proses bisnis adalah tulang punggung operasional perusahaan. Tanpa proses bisnis yang jelas dan terdokumentasi, tim baru tidak memiliki panduan yang tepat mengenai alur kerja, tanggung jawab, dan prioritas yang harus mereka fokuskan. Hasilnya, banyak waktu dan energi yang terbuang untuk hal-hal yang seharusnya bisa dihindari jika ada struktur yang kuat🎉

Founder yang mengabaikan penyusunan visi dan proses bisnis yang matang berisiko mengalami kekacauan dalam organisasi. Mereka mungkin menemukan bahwa tim yang telah direkrut tidak dapat bekerja secara efektif karena ketidakjelasan tujuan dan arah.😝

Oleh karena itu, penting bagi seorang founder untuk memastikan bahwa sebelum melakukan rekrutmen, visi dan proses bisnis sudah terdokumentasi dan dipahami secara jelas oleh dirinya sendiri. Langkah ini akan mempermudah proses rekrutmen dan memastikan bahwa tim yang dibangun benar-benar selaras dengan visi perusahaan, sehingga dapat berkontribusi optimal menuju kesuksesan🎉🎉✈️

Transformative leaders

Di dunia yang terus berkembang, kepemimpinan bukan lagi sekadar punya peran untuk mengawasi tugas; ini tentang bagaimana Ia menciptakan dampak yang berkelanjutan.

Transformative leaders punya keinginan mewujukan keotentikanya, haus akan kolaborasi, dan menggeser mindsetnya dari kontrol ke proses empowerment. Mereka bergerak dari sekadar manager menjadi seorang visionary yang sebisa mungkin menginspirasi timnya untuk mencapai potensi paling tinggi.

Seorang transformative leader, perannya tentu melampaui kepemimpinan tradisional. Alih-alih hanya fokus pada profit dan kontrol, mereka punya tugas menciptakan lingkungan yang penuh abundance dan membangun kemitraan didalamnya. Mereka menginspirasi dengan membangun hubungan yang tulus dengan tim, paham kekuatan individu, dan mendorong open communication. Kepemimpinan seperti ini bertujuan membangun trust, mendorong personal growth, dan membuat anggota tim merasa valued serta empowered.

Hasil dari kepemimpinan seperti ini terbukti nyata. Studi menunjukkan bahwa transformative leadership tidak hanya meningkatkan profitability hingga 21%, tetapi juga mengurangi employee absenteeism hingga 41% dan employee turnover hingga 59%. Ketika pemimpin beralih dari director menjadi coach, dan dari controller menjadi catalyst, mereka membuka jalan bagi tenaga kerja yang lebih resilient, creative, dan motivated.

Untuk menjadi pemimpin yang menginspirasi, penting untuk bersikap authentic dan approachable. Ini berarti memulai perjalananan panjangnya untuk jadi individu yang punya keterampilan actively listening, menghargai diverse perspectives, dan memimpin dengan contoh tindakan nyata. Saat pemimpin berkomunikasi dengan efektif dan menunjukkan empathy, mereka menciptakan lingkungan kerja di mana orang ingin berkontribusi dan berkomitmen pada shared goalsnya.

Di era perubahan yang konstan, transformative leadership adalah kunci menuju sustainable success. Dengan menginspirasi orang lain, punya authenticity, dan berproses membangun budaya untuk trust, pemimpin engga cuma hanya mencapai business results tetapi juga membangun legacy yang penuh meaning dan purpose.

Transactional Leader VS Transformative Leader

Oleh-oleh dari materi Pak Wamen BUMN dalam program BUMN Muda bersama kawan-kawan-kawan Binar!

Potongan slidesnya beliau mengungkapkan bahwa dunia yang terus berkembang, kepemimpinan membutuhkan lebih dari sekadar manajemen tugas dan pencapaian hasil.

Seorang pemimpin yang hebat mampu melangkah dari peran Transactional Leader, yang fokus pada tugas dan aturan, menuju Transformative Leader—pemimpin yang menginspirasi dan memotivasi tim untuk mencapai potensi terbaik mereka.

Transactional Leaders memang efektif dalam situasi yang membutuhkan keteraturan. Namun, menghadapi perubahan yang kompleks memerlukan lebih dari itu. Di sinilah Transformative Leaders berperan, dengan mendorong perubahan dari dalam diri dan dalam tim. Mereka peduli pada apa yang dikerjakan serta bagaimana dan mengapa itu dilakukan.

Menjadi Transformative Leader memerlukan pengembangan diri dan sikap strategis yang kuat. Pertama, memiliki ketahanan (resiliency) untuk bertahan di tengah tantangan. Kedua, keberanian (courage) untuk mengambil risiko demi inovasi. Ketiga, dorongan untuk kesempurnaan (strive for excellence), memastikan tim selalu memberikan yang terbaik. Mereka juga memiliki GRIT atau kegigihan, yang membuat mereka pantang menyerah dalam mencapai tujuan jangka panjang. Terakhir, kesadaran diri (personal awareness) penting untuk memahami kekuatan dan kelemahan pribadi, membantu mereka terus berkembang.
Pemimpin yang bertransformasi tidak berhenti belajar.

Mereka menerapkan Continuous Learning agar selalu siap beradaptasi dengan perubahan. Dengan Self-Awareness, mereka memahami kapan perlu berubah dan bagaimana melakukannya. Selain itu, Self Alertness membuat mereka peka terhadap situasi kompleks, siap mencari solusi yang tepat.

Transformasi menjadi Transformative Leader memungkinkan pemimpin menciptakan perubahan positif bukan hanya dalam pencapaian, tetapi juga dalam kualitas perjalanan bersama tim. Pemimpin seperti ini menginspirasi, mendorong tim untuk terlibat aktif, dan memastikan kesuksesan organisasi melalui kepemimpinan yang efektif dan inspiratif.

Terimakasih kesempatannya Binar & BUMN Muda!

Super Mario Bukan Super Jamur

Merumuskan kebutuhan pengguna dengan orientasi pada outcomes berarti fokus pada hasil akhir yang diinginkan pengguna setelah menggunakan produk, bukan hanya pada produk itu sendiri. Ini berarti memahami apa yang sebenarnya mereka harapkan—perubahan atau kemajuan yang ingin mereka capai dalam hidup. Jadi, daripada hanya memikirkan fitur atau fungsi, kita harus berfokus pada outcomes yang benar-benar penting bagi mereka🙌

Contohnya, dalam permainan Super Mario, ketika Mario memakan Bunga Jamur, ia berubah menjadi Super Mario yang lebih kuat. Di sini, Bunga Jamur hanyalah alat atau output untuk mencapai kondisi yang ia inginkan—menjadi Super Mario. Yang sebenarnya dibutuhkan Mario bukanlah Bunga Jamur itu sendiri, tetapi kondisi yang diinginkannya: menjadi lebih kuat dan siap menghadapi tantangan🤯

Rumus The Jobs To Be Done membantu kita memahami cara memenuhi kebutuhan pengguna dengan lebih tepat. Rumus ini adalah:

Jobs To Be Done = Fungsi + Emosi + Kemajuan Konteksual

Artinya, pengguna “memilih” produk untuk memenuhi tiga hal: fungsi dari produk, emosi yang dihasilkan, dan kemajuan yang diinginkan dalam hidup mereka. Dalam kasus Mario, fungsi dari Bunga Jamur adalah memberi kekuatan, emosi yang dirasakan adalah rasa percaya diri, dan kemajuan yang ia capai adalah kesiapan menghadapi tantangan permainan.
Dengan berfokus pada outcomes, kita melihat bahwa pengguna tidak hanya mencari produk, tetapi solusi untuk mencapai kondisi yang diinginkan🤩

Solusi yang ditawarkan bisa beragam, asalkan outcome-nya tercapai. Misalnya, untuk menjadi “Super Mario,” tidak harus menggunakan Bunga Jamur saja. Memberikan lebih banyak pilihan bisa justru meningkatkan kepuasan pengguna🥳

Pendekatan ini memperluas peluang inovasi dan memungkinkan kita merancang produk yang lebih relevan. Fokus pada outcomes yang benar-benar diinginkan pengguna berarti kita dapat menciptakan produk yang tidak hanya memenuhi kebutuhan dasar, tetapi juga menciptakan pengalaman yang lebih bermakna dan berkesan. Output hanyalah alat bantu, sedangkan outcomes adalah tujuan utama yang membawa dampak nyata bagi hidup pelanggan🎉

Engineer

Mengakhiri pendidikan profesi insinyur dalam dua semester ini, sebuah pertanyaan menyeruak: “Mengapa Anda masih tertarik dengan pendidikan insinyur di zaman sekarang?” Menurut saya, profesi insinyur justru semakin relevan.

Seorang engineer bukan hanya sekadar memecahkan masalah teknis; ia adalah Problem Solver yang dilatih untuk berpikir kritis dan memberikan solusi yang tepat dan kontekstual. Di tengah perubahan yang begitu cepat, pendidikan insinyur memberikan landasan kokoh untuk mengenali tantangan dan meresponnya dengan solusi yang bermakna.

Dalam era digital yang sarat kemudahan namun juga kompleksitas, kita menghadapi tantangan besar seperti kemiskinan yang meluas dan masalah sosial lainnya. Di sinilah peran engineer sebagai problem solver justru sangat diperlukan. Kemampuan berpikir sistematisnya dapat membantu akselerasi dampak, engineer masa kini perlu mengasah cepat kemampuannya berkolaborasi dan membentuk pendekatan yang Ecosystem-centric, di mana hubungan dan interaksi yang saling menguntungkan dapat memberikan dampak luas serta keberlanjutan.

Lebih dari sekadar keterampilan teknis, menjadi engineer di era ini berarti memahami konteks sosial dan ekologis. Bidang Hayati, misalnya, bukan hanya melambangkan keberlanjutan tetapi juga wadah bagi transformative education. Pembelajaran di bidang ini bersifat transdisiplin, mendorong terciptanya pengetahuan baru yang bermanfaat bagi keberlanjutan lingkungan dan kehidupan.

Pada akhirnya, menjadi seorang engineer bukan hanya soal menguasai teknologi, tetapi juga tentang bagaimana kita bisa memberikan solusi yang relevan dan berkelanjutan di tengah tantangan zaman. Inilah yang membuat profesi ini tetap bermakna dan sangat diperlukan. Engineer yang kompeten memiliki kemampuan untuk melihat akar permasalahan, menciptakan solusi yang berkelanjutan, serta beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan. Dengan peran tersebut, engineer dapat berkontribusi secara signifikan untuk masa depan yang lebih baik.

Amin Ya Rabbal Alamin.

Innovate

Ketika mendengar kata inovasi, kita sering membayangkan teknologi canggih atau ide-ide besar yang tampak jauh dari jangkauan. Padahal, inovasi sering kali hadir dari hal-hal sederhana yang dekat dengan kehidupan kita dan memberi dampak nyata. Inovasi bisa muncul dari perbaikan kecil atau penggabungan fungsi yang membuat hidup lebih praktis dan nyaman❤️

Misalnya, Inovasi Incremental, di mana perubahan kecil secara bertahap meningkatkan kualitas produk atau layanan. Contoh seperti smartphone yang setiap tahun mendapat fitur tambahan, atau nasi goreng dengan variasi topping baru. Meskipun tampak sederhana, inovasi ini membuat produk lebih relevan dan bermanfaat dengan penyesuaian kecil😂

Lalu ada Inovasi Modular, di mana berbagai elemen digabungkan untuk menciptakan solusi baru. Contoh sederhananya adalah kursi pijat yang menggabungkan tempat duduk dan pijatan, atau Nasi Magelangan yang memadukan nasi goreng dan mie. Inovasi ini memanfaatkan hal-hal yang sudah ada dan memberikan fleksibilitas dalam menciptakan produk baru yang fungsional🍛🍛🍛

Jangan lupakan juga Inovasi Fungsi Baru, di mana produk lama diberi kegunaan tak terduga. Contohnya, kursi besi di depan Indomaret, yang awalnya hanya tempat duduk, kini dipandang sebagai “terapi dadakan” dalam meme. Inovasi ini membuktikan bahwa produk sederhana bisa memiliki makna baru dari cara penggunaannya di masyarakat.

Inovasi tidak harus megah atau berteknologi tinggi. Justru, inovasi yang membumi—lahir dari perbaikan kecil, penggabungan fungsi, atau makna baru—sering memberi dampak terbesar. Inovasi sejati adalah yang kita rasakan langsung dalam kehidupan sehari-hari, membuat hidup lebih baik dan lebih mudah🤩🤩🤩